Hari ini adalah jadwal check up Kevin ke rumah sakit, ia sudah membuat janji bersama dokter yang biasa menangani penyakitnya. Entahlah kenapa Kevin jadi tiba-tiba semangat seperti ini, padahal biasanya ia sangat malas melakukan check up rutin, hanya tiga kali pertemuan dan setelahnya Kevin tidak pernah melakukannya lagi. Namun sekarang, Kevin ingin sekali melihat perkembangan penyakit yang ia miliki.
"Roland!""Ya chef?""Saya tinggal dulu ke rumah sakit, saya ada janji dengan dokter saya. Nanti saya langsung pulang, jadi tidak kembali ke sini lagi." Tutur Kevin pada salah satu pegawainya."Baik chef. Terus masalah laporan bulanan?""Biar Rino yang pegang dulu, saya sudah bilang sama dia tadi.""Oke chef." Roland pun mengacungkan jempolnya dan Kevin pun tampak tersenyum samar."Chef! Resep dessert yang baru udah chef Kevin tulis belum? Kata Chef Juan resepnya mau dicoba sekarang." Kevin sudah mau pergi, tapi masih ada saja yang menghalangi kepergiannya."Soal itu saya lupa Vita, nanti akan saya tulis di rumah dan akan saya kirim resepnya pada Juan. Bilang sama dia nanti." Ujar Kevin."Emangnya Chef Kevin mau kemana?" Tanya Vita penasaran."Saya mau ke rumah sakit dan nanti saya akan langsung pulang.""Ke rumah sakit? Emang siapa yang sakit? Chef Kevin masih belum sehat? Apa mau saya antar? Nanti kalau Chef Kevin kenapa-kenapa gimana?" Vita tampak khawatir sedangkan para pegawai yang lain malah menatap Vita dengan tatapan risih. Kentara sekali jika gadis itu sedang sok perhatian pada Kevin, sungguh menggelikan sekali sikapnya."Tidak perlu Vita, saya bisa sendiri. Lagi pula saya sudah sehat, saya cuma mau check up aja. Saya sudah ditunggu, saya pergi dulu." Pamit Kevin sambil berlalu meninggalkan Vita yang tampak sedih."Ya udah Chef hati-hati!" Seru Vita dari kejauhan, lalu gadis itupun tampak murung, sedih rasanya ditolak terang-terangan seperti ini."Nggak kapok juga ya Lo." Ujar Roland pada Vita."Apaan sih Lo?""Sok cantik, nyadar diri sana! Tuh kaca tuh gede!" Tunjuk Roland pada kaca yang berukuran raksasa."Iiihhh... Apaan sih?" Vita yang semakin kesal pun langsung memukul pundak Roland, dan setelah itu ia segera pergi meninggalkan Roland menuju dapur.***Sedangkan di mansion Gunawan, Shera dan Dahlia kini tengah makan siang berdua. Ada yang berbeda dari raut wajah Dahlia, Dahlia tampak lesu dan sedih, bagaimana tidak sedih, besok sang cucu kesayangan sudah kembali ke negara asalnya, dan hari ini adalah hari terakhir Shera berada di Indonesia."Oma kok sedih begini sih? Kayak nggak semangat gitu? Aku kan jadi berat ninggalin Oma besok kalau Oma sedih." Tanya Shera sambil menyentuh tangan Dahlia."Gimana nggak sedih? Besok kamu bakalan pulang ninggalin Oma, terus Oma sendirian lagi di rumah." Ungkap Dahlia dengan mata berkaca-kaca membuat hati Shera seperti teriris."Oma... Walau gimana pun, aku harus tetap kembali, banyak perkejaan yang menanti aku disana. Aku janji, saat musim dingin nanti, aku bakalan kesini lagi nemuin oma bareng mommy sama Daddy." Shera berusaha memberikan pengertian pada Dahlia, ia tak ingin membuat neneknya terus bersedih memikirkan kepulangannya besok. Dan benar saja, Dahlia langsung merasa tenang karena ucapan Shera barusan."Iya sayang." Ujar Dahlia dengan senyuman teduh, Shera pun juga membalasnya dengan senyuman manis.Beberapa saat kemudian, Yuli tiba-tiba saja datang menghampiri Dahlia, asisten Dahlia itu mengabarkan jika Selena tengah datang bersama dengan kekasihnya. Awalnya, Dahlia tak ingin menanggapi, namun karena Yuli bilang jika Selena ingin bicara penting, makanya Dahlia segera bergegas menemui putri ketiganya itu."Ada apa? Nggak biasanya kamu nyuruh Yuli untuk panggil mama." Tanya Dahlia pada Selena."Aku mau bicara penting sama mama." Ungkap Selena."Bicara apa?""Tiga bulan lagi, aku mau nikah sama Brandon."DegSeperti tertimpa reruntuhan bangunan, hati Dahlia rasanya sakit sekali ketika mendengar perkataan putrinya. Ia juga sangat terkejut mendengar rencana Selena yang terkesan tiba-tiba itu."Kamu serius dengan keputusan kamu?""Serius dong ma, aku cinta banget sama Brandon, makanya aku mau cepet-cepet nikah sama dia. Kita juga udah saling cinta, ya kan sayang?" Selena menatap Brandon dengan penuh cinta, begitu pula sebaliknya."Iya sayang." Balas laki-laki yang usianya lebih muda tujuh tahun dari Selena itu.Dahlia tampak masih diam tak berkutik, sebenarnya ia tak suka melihat interaksi antara Selena dan juga Brandon. Namun apa boleh buat, Selena sudah dewasa, ia berhak menentukan hidup dan pilihannya sendiri. Dahlia sudah tidak bisa memaksa-maksa Selena lagi."Ya udah kalau itu mau kamu. Tapi mama harap setelah menikah kalian bisa tinggal disini sama mama, mama kesepian Selena, mama butuh teman." Pinta Dahlia dengan penuh permohonan."Oh ayolah ma... Kenapa selalu aku sih yang harus nemenin mama? Ma, selama ini selalu aku yang nemenin mama, aku yang tinggal sama mama. Dan sekarang aku minta bebas, aku nggak mau tinggal lagi sama mama, aku mau hidup berdua aja sama Brandon. Aku nggak suka mama atur-atur." Perkataan Selena barusan membuat hati Dahlia semakin sakit, ia tak menyangka jika Selena akan berkata seperti itu kepadanya. Padahal Selena adalah putri kandungnya, namun kenapa bisa setega ini memperlakukannya."Elen... Kamu kok tega sih bilang begitu sama mama?" Tangis Dahlia mulai pecah, namun Selena malah mendengus kesal melihat tangisan sang ibu yang sungguh memuakkan."Ma! Mama nggak usah lebay deh ma, mama jangan kayak anak kecil, lagian masih ada Yuli sama pembantu yang lain disini, mereka semua bakalan nemenin mama." Seru Selena."Tapi mama mau sama anak mama..." Tangisan Dahlia semakin terdengar pilu, dan hal itu pun mengundang kedatangan Shera. Shera langsung menghampiri neneknya, raut cemas sudah tergambar jelas diwajah cantiknya."Oma! Oma kenapa Oma? Kenapa nangis begini?" Tanya Shera pada Dahlia yang langsung memeluknya tiba-tiba. Sedangkan Selena hanya menatapnya malas."Biasa Sher, orang tua, manjanya lagi kumat. Gini aja, kalau mama mau sama anak mama, mama bisa minta kak Robby atau kak Farah untuk tinggal sama mama, jangan minta sama aku terus, aku juga mau bebas." Ungkap Selena membuat Shera menatap wanita itu dengan tatapan tak habis pikir."Tante, Tante kenapa bisa ngomong begitu sih sama Oma? Tante nggak kasihan sama Oma?""Shera, lebih baik kamu nggak usah ikut campur. Ini masalah Tante sama Oma kamu. Aku pergi dulu, ayo sayang!" Selena pun langsung menarik tangan Brandon dan pergi meninggalkan mansion Gunawan.Sedangkan Shera yang tengah memeluk Dahlia masih tampak tak habis pikir dengan apa yang sudah Selena katakan pada sang nenek. Bisa-bisanya Selena setega itu pada Dahlia yang notabene adalah ibu kandungnya sendiri."Astaga Oma, Oma! Oma kenapa?" Betapa terkejutnya Shera mendapati Dahlia tiba-tiba saja tak sadarkan diri didalam pelukannya. Sontak Shera pun segera memanggil-manggil nama Yuli serta pembantu yang lain, dan setelah itu, Shera lantas segera membawa sang nenek ke rumah sakit.***Beberapa menit kemudian Shera akhirnya sampai di rumah sakit, dan Dahlia pun langsung mendapatkan pertolongan pertama di IGD."Non urus pendaftaran dulu, biar saya yang jaga nyonya." Ujar Yuli pada Shera."Iya mbak." Shera pun mengangguk dan ia pun segera bergegas menuju tempat pendaftaran.Pikiran Shera benar-benar kacau, apalagi sejak kemarin kondisi tubuhnya sedang kurang fit namun ia selalu mengabaikannya karena tak ingin membuat Dahlia khawatir. Kalau begini ceritanya, lantas bagaimana bisa ia meninggalkan Dahlia besok? Shera jelas tidak akan tega meninggalkan sang nenek dalam kondisi sakit seperti ini."Aku harus apa?" Tanya Shera pada dirinya sendiri. Setelah menyelesaikan pendaftaran, Shera pun kemudian merogoh ponselnya guna menelepon manager-nya untuk membatalkan kontrak dengan salah satu brand kosmetik yang ada di Rusia, karena jadwal syutingnya masih lama jadi kontraknya masih bisa dibatalkan. Biar saja ia mendapat amukan dari manager-nya nanti, Shera tak peduli. Sekarang yang paling penting adalah keadaan Dahlia.Di posisi lain, Kevin kini baru saja selesai melakukan check up, dan kini ia ingin sekali pulang ke rumah. Kevin merasa sedikit lega karena kata dokter ada kemajuan setelah ia melakukan beberapa terapi untuk mengobati penyakitnya. Yah meskipun kata dokter ia harus lebih rutin minum obat supaya penyakitnya benar-benar sembuh, namun Kevin selalu mengabaikan hal itu karena ia merasa sangat bosan minum obat setiap hari. Lebih baik ia menjaga pola makan dan hidup sehat dari pada harus meminum obat-obatan setiap hari, sungguh membuat lidahnya pahit saja."Itu... Shera?" Gumam Kevin ketika melewati lobby rumah sakit. Tiba-tiba melihat Shera tengah berada di depan pintu utama rumah sakit, tentu saja membuat Kevin merasa sangat terkejut. Pria itu pun lantas mendekat kearah Shera yang tampak gelisah, Kevin yang penasaran benar-benar tak bisa mengabaikan keberadaan Shera begitu saja di rumah sakit ini."Shera!" Panggil Kevin pada Shera yang langsung menoleh kearahnya dengan tatapan terkejut."Om." Gumam Shera."Kenapa kamu disini? Kamu menangis? Ada apa?" Tanya Kevin secara beruntun.Pertemuan yang tak terduga antara Shera dan Kevin setelah tiga Minggu lamanya mereka tak lagi berjumpa, tentu saja hal itu membuat Shera benar-benar merasa sangat terkejut, begitu pula dengan Kevin. Sontak hal itupun membuat kedua insan tersebut mengingat kembali kejadian panas yang mereka lakukan tiga Minggu yang lalu."Ah, em... Itu, o-oma om, Oma tiba-tiba pingsan, sekarang lagi ditangani di IGD." Ungkap Shera dengan nada terbata-bata, demi Tuhan Shera merasa sangat gugup dan berdebar-debar."Mama pingsan? Kenapa bisa Shera?" Kevin pun semakin terkejut mendengarnya."Panjang om ceritanya, aku nggak bisa cerita sekarang, aku harus balik ke IGD, mbak Yuli nunggu aku.""Ya sudah ayo! Saya temani." Kevin tiba-tiba saja menarik tangan Shera, sedangkan Shera malah terpaku melihat kelakuan Kevin yang seenaknya. "Tunggu apa lagi? Ayo!" Kevin pun kembali menarik tangan Shera, dan Shera pun tampak seperti orang linglung, ia mengikuti langkah Kevin begitu saja dengan tangan kanan yang digenggam erat oleh duda tampan itu.Dahlia sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Wanita paruh baya itu harus menerima sejumlah perawatan karena mengalami Hipertensi. Sejak dulu, wanita itu memang sudah langganan keluar masuk rumah sakit karena mengidap Hipertensi. Kondisi Dahlia akan semakin memburuk jika hati dan pikirannya sedang tertekan. Harusnya ada salah satu anak yang mengurus dan merawat Dahlia, namun nyatanya Selena yang Dahlia harap-harapkan, tak bisa mengabulkan keinginan kecilnya itu. Selena malah berkata kurang ajar dan menentang perkataan Dahlia, membuat Dahlia merasa kecewa dan akhirnya sakit seperti ini. "Kira-kira kapan mama saya sadar dok?" Tanya Kevin pada dokter yang tengah memeriksa Dahlia. "Kita tunggu saja ya pak, saya tidak bisa memastikannya. Namun anda tidak perlu khawatir, kondisi ibu Dahlia dalam keadaan stabil." Ucap dokter yang memeriksa Dahlia pada Kevin. "Syukurlah, terimakasih dok." "Sama-sama pak, saya permisi dulu." Pamit dokter tersebut. Kevin pun lantas mendekat kearah Shera yang
Keesokan harinya, Dahlia akhirnya sudah sadar dan kini sedang mengobrol dengan Shera. Karena dirinya yang sakit, Shera pun akhirnya membatalkan kepulangannya ke Rusia, hal itu pun membuat Dahlia menjadi merasa bersalah pada sang cucu. Padahal Shera mempunyai banyak pekerjaan disana, namun terpaksa harus meninggalkannya karena harus mengurus Dahlia disini."Harusnya kamu pulang, ada mbak Yuli yang akan jaga Oma. Oma jadi merasa bersalah karena kamu meninggalkan pekerjaan demi Oma." Ungkap Dahlia pada Shera dengan tatapan sedih. "Oma jangan ngomong begitu, aku nggak masalah kok, malah aku bakalan nggak tenang kalau pergi gitu aja ninggalin Oma dalam keadaan sakit. Sekarang yang penting Oma harus segera sembuh, jangan mikir macam-macam. Oma nggak boleh banyak pikiran." Tutur Shera. "Iya sayang. Karena ada kamu, Oma sekarang jadi senang, ada yang nemenin Oma, Oma jadi makin semangat buat sembuh." Dahlia tampak tersenyum manis."Nah, gitu dong Oma."Nenek dan cucu itu saling bertatapan d
Dahlia sudah pulang ke rumah karena kondisinya sudah membaik. Cepat sekali wanita paruh baya itu pulih, bahkan semakin semangat dan ceria karena Shera tak jadi pulang ke negara asalnya. Jika kondisi Dahlia semakin membaik, maka tidak dengan Shera. Pagi ini, Shera bahkan merasakan pusing dan mual. Mungkin sakitnya semakin berlanjut karena istirahatnya kurang. Untung saja datang bulannya sudah selesai dan hanya berselang selama dua hari. Itupun hanya sedikit, tidak banyak seperti biasanya. Shera sendiri merasa sangat heran dengan siklus menstruasinya. Namun tampaknya Shera tak terlalu ambil pusing mengenai itu, apalagi setelah mengingat jika Kevin memang mandul, tak bisa memberikan keturunan, jadi mana mungkin dirinya bisa hamil sedangkan Selena yang menikah dengan Kevin selama tiga tahun saja tidak bisa hamil karena kemandulan Kevin. Jadi Shera tak perlu cemas, karena dirinya tidak akan mungkin mengandung anak Kevin. "Sarapan dulu non! Non Shera kok jadi makin sakit begini?" Tanya He
Karena tak suka melihat Shera memeluk Kevin, Selena langsung berjalan kearah Shera dan Kevin, dengan sekali hentak, Selena langsung menarik tangan Shera, menyingkirkannya dari tubuh mantan suaminya itu. Hal itupun tentu membuat Kevin dan Shera sangat terkejut. Apalagi Kevin, ia sangat tak suka jika Selena sampai bersikap kasar kepada Shera, apalagi Shera sedang dalam kondisi sakit. "Kamu udah gila ya? Ngapain kamu peluk-peluk laki-laki ini? Tante nggak suka kamu dekat-dekat sama dia Shera." Seru Selena dengan penuh amarah. "Apa hak tante larang-larang aku? Terserah aku mau dekat sama siapa. Lagian om Kevin udah cerai sama Tante, emang kenapa kalau aku deketin dia?" Meski sedang lemah, namun Shera masih sangat kuat untuk berdebat dengan Selena. Shera bukan wanita lemah yang akan diam saja jika ada orang lain ingin mengusik ketenangannya. Tak peduli meski itu Selena sekalipun Shera akan tetap melawannya. "SHERA! Tante itu peduli sama kamu, tante nggak mau kamu berhubungan sama laki-l
Shera meneguk ludahnya melihat makanan yang tersaji didepan matanya. Sungguh menggoda selera, membuat perutnya meronta-ronta. Makanan buatan Kevin memang tak hanya enak, tapi juga membuat Shera selalu takjub karena tampilannya yang sangat menggoda. Sungguh beruntungnya ia bila setiap hari bisa dimasakan oleh chef terkenal seperti Kevin, sudah tampan, gagah, pandai masak, sabar meski kadang sangat menyebalkan, tapi Shera suka. "Tunggu apa lagi? Kenapa belum dimakan?" Tanya Kevin dengan tatapan heran. Shera tampak menggigit bibir bawahnya, menatap Kevin dengan ragu. "Mau disuapi." Pinta Shera dengan penuh harap. Membuat Kevin kembali tertegun. Oh, apalagi ini Shera? Shera sudah kelewat batas, Kevin tak bisa menuruti keinginan gila Shera terus-terusan. "Tangan kamu tidak sakit, yang sakit pipi kamu, kamu masih bisa makan sendiri, kamu bukan anak kecil lagi Shera." Ucapan Kevin yang menohok barusan membuat Shera langsung terdiam. Merasa kesal, lalu iapun menunduk dan memakan makananny
dr. Shavira kini tengah memeriksa Shera, dokter senior berusia lima puluh lebih itu tampak tersenyum hangat ketika melihat layar USG yang memperlihatkan kondisi rahim milik Shera. "Lihat! Kantong bayinya sudah terbentuk ya, sekarang kita cari dulu si kecil, duh... Sembunyi dimana anak kesayangan papa ini ya." Kalimat terakhir dr. Shavira begitu menggetarkan hati Kevin. Oh astaga, demi apa Kevin kini tengah menitikkan air matanya saat melihat layar USG itu. Cepat-cepat ia segera menghapus airmata sialannya, demi Tuhan ia sungguh malu, namun pria tampan itu juga tidak sanggup menyembunyikan perasaan luar biasa yang sedang ia rasakan sekarang. Sedangkan Shera sejak tadi hanya terdiam kaku, airmatanya tak henti mengalir, wanita itu masih tak menyangka jika dirinya kini tengah berbadan dua. Apalagi yang sedang ia kandung sekarang adalah anak Kevin. Kevin yang katanya mandul alias tak bisa memberikan keturunan kini nyatanya malah bisa membuat Shera hamil dengan begitu ajaibnya. "Ini nih
Setelah dari rumah sakit, kini Kevin memutuskan untuk memulangkan Shera ke mansion Gunawan. Hari sudah semakin sore, dan Kevin tadi mengajak Shera pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Dahlia. Pasti sekarang Dahlia sedang mencemaskan Shera, dan Kevin sungguh merasa tak enak dibuatnya. Mengingat sosok Dahlia membuat Kevin kembali memikirkan bagaimana cara ia bicara pada wanita paruh baya itu nanti perihal kehamilan Shera. Bagaimana reaksi Dahlia? Kevin takut Dahlia akan jatuh sakit, dan yang lebih menakutkannya lagi adalah, Dahlia akan membencinya karena ia yang telah menghamili cucu kesayangan Dahlia. "Huh..." Kevin menghembuskan nafas kasar, lalu mengusap wajahnya. Demi Tuhan semua kejadian ini masih seperti mimpi. Kevin masih tak menyangka jika sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, apalagi wanita yang mengandung anaknya adalah Shera. Wanita yang sebenarnya sangat haram baginya. Shera kini tengah tertidur dipelukan Kevin, karena lelah menangis dan memang sejak tadi
Kevin tentunya langsung kelabakan saat Shera tiba-tiba saja memutuskan sambungan teleponnya. Apalagi setelah wanita itu mengatakan hal yang membuat Kevin merasa seperti kena mental. Namun Kevin yang notabene adalah pria penyabar tak akan menelan mentah-mentah ucapan Shera barusan. Kevin emosi? Oh, tentu tidak, ia hanya shock dan tak menyangka jika Shera bisa berpikir seperti itu terhadapnya. 'Pak Kevin harus banyak-banyak bersabar ya pak, ibu hamil itu sudah biasa kalau gampang emosional, gampang sensitif, gampang ngambek, dan gampang aneh-aneh lah pokoknya. Itu semua bukan dibuat-buat, tapi karena pengaruh hormon, mereka akan bertingkah seperti anak kecil, ya... Meskipun nggak semua ibu hamil seperti itu, tapi kebanyakan memang begitu. Jadi pak Kevin harus selalu bisa mengontrol emosi, jangan mudah terpancing dan akhirnya melampiaskan kemarahan ke ibunya ya pak, jangan sampailah pokoknya.'Perkataan dr. Shavira kemarin kembali berputar dimemori otak Kevin, membaut Kevin tersenyum sa