Rangga terduduk lemas di depan rumah Bu Nur, semangatnya hilang seketika. Kepergian Kinan membawa pergi separuh jiwanya. Hati kecilnya berbisik lirih."Berjuanglah jangan menyerah." Semangat Rangga mulai muncul lagi. Seketika Rangga bangkit, dia berjalan tergesa ke rumah. Mengambil motornya dan memacu kuda besinya itu dengan kencang. Dia mengikuti di mana Kinan pergi. Iya, Rangga ingin mencari tahu keberadaan Kinan setelah ini. Dia akan memantaunya dalam diam dan akan bergerak jika waktunya tepat. Dia tak ingin melepaskan perempuan yang dicintainya begitu saja. Dewi fortuna berada di pihaknya, dia bisa menyusul mobil Pak Rahmat. Dia menjaga jarak agar mereka tak merasa jika dibuntuti. Perjalanan ke rumah orangtua Kinan tak butuh waktu lama. Hanya setengah jam lebih mereka sudah sampai. "Kinan, kita udah sampai, ayo turun ...." ucap Bu Nur kepada Kinan yang menatap ragu ke arah rumahnya. "I-iya, Bu." Kinan gugup dan takut bertemu d
POV BAGAS Sebelum aku kerja di perusahaanku yang sekarang, aku bekerja di salah satu mall yang ada di kotaku. Tepatnya di gerai makanan cepat saji, perusahaan waralaba dari negeri Paman Sam. Sebagai karyawan baru tentu saja aku masih belum lihai dengan pekerjaanku itu. Untung saja ada temanku yang selalu membantuku dengan senang hati, Ranti namanya. Ranti sering membimbingku bagaimana caranya melayani customer dengan baik, meskipun sebenarnya aku sudah mendapatkan training soal itu. Tapi dia langsung memberi contoh saat di lapangan. Ranti selalu sigap saat aku melakukan kesalahan, dia dengan cepat menghandle keadaan dan aku selamat dari teguran Supervisorku. Suatu hari Ranti mengajakku berkunjung ke rumahnya sepulang kerja. Aku pun menurut karena merasa tidak enak jika menolak permintaannya. Aku menunggu di ruang tamu rumahnya, sementara Ranti masuk ke dalam katanya mau menyiapkan sesuatu untukku. Di saat aku menunggu sendiri, aku bert
Rangga pulang ke rumah dengan muka lesu. Nampak luka dan kecewa bercampur jadi satu. Perasaan hampa menyelimuti jiwanya. Setidaknya dia sudah tahu di mana Kinan sekarang berada. Saat ini dia ingin memberikan Kinan kesempatan untuk berpikir sejenak. Tak ingin mengganggunya dengan segala macam alasan, takut wanita itu malah akan lari darinya. "Rangga, kamu udah pulang, Nak? Kamu pasti lapar, 'kan? Itu Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaanmu," ucap Bu Yuni seperti tak terjadi apa-apa sebelumnya. Bu Yuni menggeret tangan menantunya dan mengarahkannya ke dapur. Rangga pasrah dengan perlakuan mertuanya itu. "Makanlah, mumpung masih hangat," ucap Bu Yuni lembut. Rangga mengamati makanan di meja makan itu. Semua menu yang terhidang memang makanan kesukaannya. Namun selera makannya hilang sama sekali. Begitu sakit hatinya hingga mematikan semua indra yang dimilikinya. Tatapannya kosong, telinganya tak mau mendengar, tangannya tak ingin menyentu
Mengambil keputusan berpisah dengan suaminya dan juga melepaskan Rangga dalam waktu hampir bersamaan membuat Kinan sedih terpuruk. Namun, dia ingat masa depan Caca dan juga keinginan membahagiakan kedua orangtuanya memaksanya untuk bangkit dari kesedihan. Kinan sadar untuk mencapai kedua hal itu, dia harus bekerja keras. Dengan kemampuannya sendiri dia akan bisa mewujudkan itu semua. Setelah beberapa hari off promosi dan jualan online, kini dia mulai aktif kembali menjalankan bisnis kecilnya itu. Setelah menghubungi nomer-nomer customernya karena telah mengganti nomernya, dia mulai melakukan promosi kembali. "Mbak, semalam aku udah mulai promosi di sosmed dan ada beberapa teman yang tertarik ingin memesan skincare dan kosmetik," ucap Dinda bersemangat. "Alhamdulillah, itu udah awal yang baik buat kamu, Din. Nanti kamu kasih listnya biar Mbak siapkan barang dan mengemasnya," sahut Kinan yang sedang menemani Caca bermain. Ranti yang sedang sarap
Kinan masih bingung memikirkan ketiga paket yang diterimanya. Bukannya merasa senang tapi dia malah khawatir jika akan menyebabkan masalah kebelakangnya. Bu Rina dan suaminya yang baru pulang dari kebun heran dan bertanya dengan paket yang Kinan terima. Semenjak kedatangan Kinan dan cucunya, keadaan Pak Ridho berangsur membaik dan dia memutuskan untuk pergi ke kebun. Bu Rina yang khawatir, akhirnya memutuskan untuk ikut bersamanya. "Kinan, barang-barang ini sebenarnya kamu yang memesannya atau gimana?" tanya Bu Rina curiga. Kinan bingung harus menjawab apa. Dia tak mau orangtuanya curiga jika dia punya hubungan dengan pria lain selain Bagas. "Mbak Kinan punya penggemar rahasia, Bu," sahut Dinda meledek Kinan. "Bukan, Bu. Itu pasti dari Bagas makanya dia bingung gak bisa jawab. Suami sendiri malah dijelek-jelekin, sekarang sudah terbukti kan siapa yang bersalah," ketus Ranti kekeh dengan pendapatnya. "Gak mungkin jika ini dari Bagas. Bap
"Sa-saya sudah punya anak istri, Pak. Tapi saya juga merasa tertekan dengan rumah tangga yang saya jalani." jelas Rangga terbata. Pak Ridho mengepalkan kedua tangannya menahan emosi yang semakin merasuki hatinya. Namun, dia tak mau gegabah, bagaimanapun juga dia tak mau kehilangan anak dan cucunya lagi. "Itu salah, Nak! Harusnya kamu menjaga keluargamu dengan baik. Atau setidaknya jika memang sudah tak dapat lagi menjalani rumah tanggamu, selesaikan dulu masalahmu itu baru berpikir mencari perempuan lain," ucap Pak Ridho yang mulai emosi. "Iya, Pak. Saya tahu saya salah, benar-benar salah. Dan saya juga sudah menyatakan perasaan saya kepada Kinan di depan Mertuanya dan keluarga istri saya. Saya akan memperjuangkan Kinan," ucap Rangga yakin. Pak Ridho mendadak merasa pusing menghadapi Rangga. Dipijitnya pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing di kepalanya itu. "Mas Rangga!! Hentikan ucapanmu itu. Aku kan sudah bilang padamu, tak ada apapun lagi
Bagas mondar-mandir di depan rumah Nita. Sudah beberapa hari ini rumah wanita itu dan warungnya yang ada di depan rumahnya tutup, Nita pun sama sekali tak terlihat batang hidungnya, demikian juga dengan anak-anaknya. "Kemana sih kamu, Nit? Ditelepon juga gak diangkat," gerutu Bagas seraya memainkan ponselnya mencoba menghubungi Nita kembali. Datang Bu Marni-Ibu dari Nita- yang ingin membersihkan rumah anaknya. "Bagas, ngapain kamu mondar-mandir di depan rumah Nita? Punya maksud buruk kamu ya?" seru Bu Marni. "Nggak, Bu. Nita ke mana ya, kenapa beberapa hari ini aku gak liat dia?Biasanya kan aku ngopi di sini, Bu." Bagas menjelaskan maksudnya. "Oh jadi kamu mau cari Nita? Belum bisa ngelupain dia ya? Asal kamu tahu, sekarang Nita dan anak-anaknya nyusul suaminya ke Kalimantan. Di sana suaminya dapat kerjaan yang gajinya gede," cibir Bu Marni. Dari dulu memang Bu Marni tak menyukai Bagas dan memilih menjodohkan anaknya dengan orang lain y
Risa sangat marah dengan ulah suaminya. Semua barang yang ada di kamar menjadi sasarannya. Dilemparkan gelas yang ada di dekatnya hingga pecah berkeping-keping. "Br*ngsek kamu, Mas!!" teriak Risa disela kemarahannya. Perempuan itu menangis histeris merasakan sakit hatinya. Luka yang ditorehkan Rangga sangat dalam menusuk kalbu. "Tega kamu, Mas ...." ucap Risa ditengah isak tangisnya. Rangga mendekati Risa ingin menenangkannya. Dia merasa bersalah dengan menyebut nama wanita lain saat mereka tengah bercinta. "Maafkan aku, Ris," ucap Rangga dengan raut wajah kacau. Risa masih menangis histeris. Rangga takut jika keluarga yang lain ikut mendengar teriakan istrinya. "Ris, tenangkan dirimu. Kita bicara baik-baik jangan seperti anak kecil," ucap Rangga dengan penuh penekanan. Beruntung semua anggota keluarga di situ tertidur nyenyak dan tak mendengar suara berisik di kamar itu. Mungkin karena hanya kamarnya yang berada di lanta