Kusuma memerhatikan seluruh ruang kerja Karan. Apa dia melewatkan sesuatu? Pria itu berdiri mematung dengan kedua tangan di pinggang.
“Di mana Karan meletakkan berkas untuk cabang perusahaan? Biasanya di lemari samping, tapi tidak ada.” Digaruknya bibir dengan jari telunjuk.Selalunya Karan meletakkan berkas sesuai urutan rapat atau kepentingan. Namun, berkali-kali diperiksa, Kusuma tidak menemukan berkas yang dicari.Menurutnya, tidak mungkin Karan akan membawa berkas penting saat liburan. Kalaupun ia, pasti ada yang tahu.“Kalau Farel tidak tahu, tidak mungkin Bella tahu. Dia datang setelah Karan pergi.” Kusuma merasa ada yang aneh.“Aku akan mengecek CCTV.” Berbalik ia hendak memeriksa. Namun, Farel yang sejak tadi bersembunyi di balik pintu dan mendengarkan, buru-buru menyusun rencana.“Kau di sini?” Kusuma menutup pintu.“Iya, Pa. Rencananya hari ini Farel ingin membahas mengenai sampel penelitian parfum. ApAlex memukul wajah Zamaan hingga darah segar keluar dari hidung dan mulutnya. Pria itu semakin marah saat Zamaan tersenyum dalam keadaan terluka. “Kau memang mencari mati!” Alex kembali melayangkan pukulan telak pada wajah dan perut pria itu. Zamaan menggerakkan tangannya yang gemetaran, meraih pisau yang terjatuh. Ditusuknya dada Alex saat pria itu lengah. “Ah!” Alex memekik. Di belakangnya, Yuki-Kun bersalto dan menendang anak buah Zamaan. Dengan sekali tendangan, ia berhasil membuat dua lawannya tumbang dan ambruk ke tanah. Suasana masih heboh saat semua orang sibuk melawan musuh, termasuk Karan. Pria itu menembak beberapa orang dan berhasil mengambil alih pistol lawan. “Semua harus diselesaikan segera,” lirihnya. “Karan!” Ailyn berlari mendekat, membuat Karan melotot. Bukan karena istrinya muncul, melainkan ada yang mengejar tanpa Ailyn sadari. “Ailyn, awas!” teriak Karan. Berlari ia hingga kakinya
Ailyn dan Karan mengetuk pintu. Setibanya dari Jepang, keduanya langsung menuju ke rumah. “Iya, sebentar.” Suara Yunita membuat Karan menoleh pada pintu yang kini dibuka. Wanita itu langsung tersentak melihat siapa yang datang. “Ka-kalian sudah pulang?” tanyanya, membuka pintu lebar-lebar. “Kenapa Tante terlihat tidak suka?” Karan balas bertanya. Dirabanya pipi yang sedikit ngilu akibat pertarungan kemarin.Bahkan luka di kakinya memaksa Karan untuk pura-pura sehat dan berjalan normal agar Ailyn tak khawatir. Pria itu memasuki rumah diikuti Ailyn dan Jovan. Di dalam, Kusuma menyambut kedatangan mereka dengan napas panjang, lega. “Bagaimana bulan madunya?” Kusuma bertanya saat melihat kedua orang itu terlihat biasa saja. Tidak ada tanda-tanda bahagia setelah pulang bulan madu hampir seminggu. “Berantakan,” jawab Karan, duduk di kursi. Sejenak ia melepaskan lelah setelah semua yang terjadi. Ailyn duduk di sebelahnya,
"Hati-hati, Karan.” Ailyn mengikuti suaminya yang berjalan cepat menuruni tangga. Baru saja tiba, mereka kembali mendapatkan masalah. “Apa yang terjadi?” Kusuma mendekat. “Kiran ditemukan di kamar, Pa. Dalam lemari,” jawab Ailyn. “Hah?” Kusuma terkejut, mengikuti keduanya menuju ke parkiran. Sebelum menutup pintu mobil, Karan melihat Yunita mengintip dari jendela kamar. ‘Awas kau! Aku yakin ini pasti perbuatanmu!’ batin Karan, mulai memasuki mobil. “Papa akan menyusul,” kata Kusuma. Karan tak menjawab, melainkan mengemudi dengan kecepatan tinggi. “Kiran, bangunlah, Dik. Aku takut. Kiran!” Ailyn memeluk sambil menepuk pelan pipi itu. “Aku tak akan tinggal diam. Siapa pun yang melakukan ini pada Adikku, aku pasti akan membalasnya!” Karan melirik dari kaca spion. “Telepon Om Alex!” titah Karan, mengeluarkan ponsel dari saku celana, lalu menyerahkannya kepada Ailyn. Ailyn mengangguk, langsung menelepo
Alex menelepon Karan, bertanya di ruang mana anaknya dirawat. Karan yang tengah menggenggam tangan Kiran, memberitahu bahwa Kiran masih berada di ruang IGD. Buru-buru Alex berlari menuju ke ruang IGD. Dilihatnya sang anak memejamkan mata. Wajahnya memucat, dengan tubuh lebih kurus. “Kiran,” lirihnya, membuat Ailyn dan Karan mengalihkan perhatian. Keduanya kompak berdiri, membiarkan Alex mendekati Kiran. “Maafkan Papa, Nak.” Alex mengelus rambut dan pipi Kiran. Digenggamnya tangan itu sambil mengecupnya. “Om baik-baik saja?” tanya Ailyn, mengingat peristiwa kemarin. Alex hanya menoleh sekilas, lalu kembali menatap Kiran sembari duduk. Anak buahnya menunggu di luar berjaga-jaga. Karan menarik lengan Ailyn agar menjauhi Alex. Pria itu berdiri di antara keduanya agar Alex tak berniat mendekati istrinya. “Katakan padaku, apa yang terjadi? Kenapa Kiran sampai terkunci di dalam lemari? Mengurus anak kecil saja tid
Karan memalingkan wajahnya saat melihat Ailyn keluar dari kamar mandi. Pria itu memasang arloji tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ailyn tahu betul apa yang suaminya rasakan. Semalam ia menolak untuk berhubungan badan karena mendadak Mohan menelepon akan pulang. Jadilah Karan merajuk, tak bicara sejak pulang menjemput mertuanya. “Karan, kau masih marah, hm?” Ailyn memeluk dari belakang. Tak ada reaksi. Karan menyemprotkan parfum ke pergelangan tangan. Parfum kenanga yang berasal dari idenya ternyata memberi keharuman alami yang membuat rileks. “Karan!” Ailyn mengikuti sang suami yang mengambil tas kantor, lalu menuju ke pintu. Buru-buru Ailyn mencegah. “Kau tidak boleh pergi sebelum memaafkan aku.” Wanita itu merentangkan kedua tangannya. “Aku malas berdebat. Kau juga harus ke kantor, kan. Bersiaplah sana.” Karan hendak membuka pintu, tapi Ailyn menggeleng. “Ckckck!” Karan berkacak pinggang. “Ayolah,
“Panggil Bella ke sini!” titah Karan pada Jovan saat keduanya baru saja memasuki ruangan CEO. Jovan mengangguk, berbalik dan langsung keluar. Langkahnya tegap melewati beberapa orang. Semakin ia mempercepat langkahnya saat berbelok dan masuk ke ruangan Bella tanpa mengetuk pintu. “Tuan? Ada apa? Kenapa tidak memanggil saya saja?” Bella berdiri, menundukkan pandangan. “Tuan Karan memanggilmu ke ruangannya. Sekarang juga!” Jovan membuka pintu lebar-lebar, pertanda ia tak mau ada alasan Bella sampai tak menemui Karan. “Ta-tapi, pekerjaan saya belum selesai. Ah, maksudnya, baru akan saya kerjakan,” ujarnya, memasang alasan. “Apa kau mau aku menyeretmu keluar, baru kau akan pergi? Cepat, Bella!” teriak Jovan. Bukan hanya Bella yang kaget, tapi Farel yang mengintip dari jauh pun tersentak. “Bahaya! Kalau Bella mengadu semuanya, aku dan Mama akan dipermalukan. Setidaknya, aku harus lebih dulu mengambil berkas.” Fa
Farel tengah memerhatikan Bella. Wanita itu malah mengatakan tak mau lagi bekerja sama dengan Farel yang hanya membawa sial. “Kau tidak bisa mengurus Karan, tidak seperti aku.” Bella menambah riasan di wajahnya, lantas memasukkan alat make up ke dalam tas. “Apa, katamu? Kau lupa, aku sudah membayarmu?” Farel mencekik Bella sampai sedikit terangkat. “K-kau tidak bisa melakukan apa pun, tapi aku bisa. Karan mengajakku kencan sebentar lagi. Jadi, a-aku harus segera per-gi!” Bella menepuk tangan Farel hingga dilepaskan. “Bodoh! Apa kau pikir dia akan benar-benar mengajakmu kencan? Dia pasti sudah merencanakan sesuatu. Kuliah di luar negeri, tapi tetap saja bodoh!” rutuk Farel. “Bilang saja kau iri. Aku sudah terlambat. Aku pergi.” Bella meraih tas yang terjatuh, lalu keluar dari ruangan Farel. Setelah berdandan rapi dan berpakaian yang bagus, Farel malah memaksanya bertemu. Pria itu hanya menghambat rencananya pergi kenca
Siang yang terik, di mana, Karan dan Ailyn yang baru pulang dari kantor sedang dalam perjalanan pulang. “Kau mau jalan-jalan?” tanya Karan. “Ke mana?” Ailyn mengelus dada suaminya. “Ke suatu tempat. Tuan Louis berbaik hati memintaku menginap di risort baru miliknya.” Karan mengecup kening Ailyn, membaui aroma rambut yang wangi. “Oh, ya? Di mana itu?” Ailyn tampak antusias. Terakhir bersenang-senang hanya saat ke Jepang. Itu pun berakhir dengan insiden baku tembak. “Di Bogor. Kita ke sana sekarang? Mumpung masih siang.” Karan memeriksa arloji yang jarumnya menunjuk angka 13.08. “Boleh. Aku sudah lama tidak bersantai. Uuuhh! Menjadi model ternyata susah juga. Untung saja Hadid mau jadi managerku.” Ailyn merasa lega. Sesaat ia lupa pada pria bernama Alex yang selalu punya rencana untuk mendapatkannya. Sudah seminggu ini Hadid bekerja sebagai manager Ailyn. Hitung-hitung, sebagai tanda terima kasih telah m