Mendengar nama calon mantan istrinya disebut, Tomi berjalan tertatih menuju dua lelaki berseragam polisi itu di depan rumah. Vano dengan sigap membantu kakak iparnya berjalan, sementara Halimah menggigit bibirnya pelan dengan satu tangan memeluk lengan Leha. "Ada apa ya, Pak?" tanya Vano. "Bu Astri mengalami kecelakaan, sekarang sedang dirawat di Rumah Sakit. Motornya ringsek parah dan untuk saat ini berada di kantor polisi, Pak. Untuk dompet dan ponselnya, kebetulan kami bawa. Silahkan," ujar salah satu polisi sembari menyerahkan dompet dan ponsel Astri ke tangan Vano. "Korban menerob
Kurang ajar mereka!" geram Tomi. Dengan gegas Vano membawa mobil masuk ke dalam halaman rumah Handoko yang kebetulan pagarnya juga sedang terbuka lebar.Handoko dan istrinya sontak berdiri melihat sebuah mobil masuk ke pekarangan rumah mereka tanpa permisi.Asvia berkacak pinggang, namun setelah melihat Tomi yang keluar dari dalam mobil, langkahnya beringsut mundur dan membuang sapu dari tangan Tirta.Tirta berlari menghambur di pelukan Tomi. Bocah kecil itu menangis terisak dengan menyembunyikan kepalanya di perut ayah tirinya. Halimah mengambil alih Tirta dan membawanya ke pelukan. Sementara Handoko nampak marah melihat Tirta begitu dekat dengan keluarga suami mantan istrinya."Benar-benar lelaki pengecut! Anak sendiri kamu perlakukan sep
"Awas kalian, akan kulaporkan ke polisi!" teriak Handoko dengan lantang. Dia mengumpati mobil Vano yang semakin menjauh dan menghilang di belokan menuju jalan raya.Tomi mendesah dan menyandarkan punggungnya di kursi mobil bagian tengah, "Kira-kira salah apa bener yang aku lakuin ini?" Entah siapa yang dia ajak bicara, tapi matanya menatap Tirta yang meringkuk dalam pelukan Halimah."Jika dibilang salah, kamu memang salah, Nak. Kamu kalah posisi kalau dibandingkan dengan Handoko," sahut Karim. "Tapi jika dibilang benar ... kamu juga benar karena berusaha menyelamatkan Tirta dari kebengisan Papa dan Mama tirinya," sambung Karim lagi."Tapi tentu saja dengan segala konsekuensinya, Mas. Kita harus bersiap dengan segala kemungkinan terburuk. Kita juga tidak tau apa Handoko berniat melap
"Monggo masuk, Besan," pinta Leha pada kedua orang tua Astri.Sumi dan Rukun adalah orang kampung yang tinggal di kota sebelah, kebetulan anak pertama mereka tinggal disana dan sengaja memboyong Sumi dan Rukun untuk tinggal bersama. Mereka datang dengan kakak Astri yang bekerja sebagai karyawan toko. Fani, namanya."Ya Allah, Astri. Anakku, kenapa bisa begini?" teriak Sumi histeris melihat keadaan Astri yang begitu memprihatinkan."Jelaskan sama kami, Bu Leha, kenapa Astri bisa sampai seperti ini!" tutur Sumi dengan nada menekan.Karim mengangguk dan menceritakan semua kronologi kejadian pada kedua orang tua Astri. Bahkan cerita tentang Tirta juga Leha beberkan, dia tidak ingin ada kesalahpahaman dengan kedua besannya, apalagi sampai mereka menya
"Saat itu ... Agung berlari menuju ke rumah saya dan mengatakan jika Bapak sedang pingsan. Tanpa berpikir panjang, saya mengikuti Agung untuk memastikan keadaan Bapak. Saya memang bodoh ... padahal sudah jelas sekali jalan yang kami tempuh menuju hutan ... tapi saya masih saja berpikir positif saat itu karena memang ada akses jalan dari hutan menuju ke sawah." Halimah menjeda kalimatnya, dia meraup udara sebanyak-banyaknya untuk menetralisir perasaan yang semakin sulit dia kendalikan.Melihat raut muka Halimah yang mulai tidak bersahabat, Vano menggenggam jemari istrinya dengan lembut dan mengusapnya perlahan, "Pelan-pelan saja, Dek. Kalau merasa sulit kamu ceritakan ... kita bisa kok minta waktu sebentar," ujar Vano cemas.Halimah menggeleng dan tersenyum tipis. Tarjo menatap Halimah dengan tatapan yang sulit diartika
"Sudah ... cukup. Kami sudah mencatat semua laporan kesaksian yang ada di TKP. Tunggu surat panggilan dari kami untuk menghadiri putusan hakim di pengadilan."Satu per satu mereka keluar dari ruangan. Tarjo dibawa kembali untuk masuk ke dalam sel besi. Sebelum berbalik, Tarjo mengedipkan satu matanya pada Halimah membuat Vano hampir saja kehilangan kesabarannya."Bajingan!" umpat Vano. Halimah menarik lengan Vano dengan cepat dan segera pergi dari ruangan."Lihat saja. Mereka pasti akan dapat karma karena sudah membuat Tarjo dipenjara, padahal sudah jelas Tarjo bilang kalau wanita gatal itu yang menggodanya."Set ....Halimah membalik tubuh Eni hingga menghadap tepat di tubuhnya. Dilayang
"Bohong!" ujar Astri sedikit menekan kalimat yang keluar dari mulutnya. "Semua yang Mas Tomi katakan itu bohong." Setelah mengatakan demikian, dia justru menangis histeris membuat Rukun dan Sumi kelabakan.Fani menatap nyalang ke arah Tomi dengan napas memburu. Dilayangkannya satu tamparan keras di pipi Tomi tanpa bisa mengelak lebih dulu. Melihat hal itu, Karim dan Leha bangkit, sementara Vano menarik tangan Tomi, takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi.Alih-alih marah, Tomi justru tertawa pelan dan mengusap pipinya lembut, karena tamparan Fani yang menyisakan sensasi perih."Kebohongan apa lagi yang ingin kamu ciptakan, Mbak?" tanya Halimah. Dia menatap nanar pada Astri yang tergeletak tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. "Belum puaskah kamu menghancurkan Mas Tom
"Kere?" sela Tomi dengan terkekeh pelan."Saya rasa urusan saya sudah selesai disini. Maaf, Pak, Bu, saya kembalikan Astri pada kalian. Maaf, jika selama menjadi suami Astri saya tidak bisa memenuhi kebutuhan secara finansial.""Jangan gegabah, Tom," ujar Rukun."Tidak, Pak. Bahkan talak tiga sudah saya ucapkan pada Astri beberapa hari yang lalu. Astri sendiri yang meminta untuk bercerai, dan ... saya kabulkan permintaannya."Tubuh Sumi luruh di lantai. Fani dengan sigap membantu Ibunya berdiri dan dibawa duduk di atas sofa. Sumi menghampiri Leha dan memeluk besannya itu dengan erat, "Maafkan Astri, Bu Leha. Maafkan dia," ujar Sumi di sela-sela tangisnya."Saya sudah memaafkan Astri, Bu.