Tidak terasa waktu sudah berlalu dengan begitu cepat, Mayang sekarang menjadi kesulitan bicara dan berjalan karena stroke yang dia derita melumpuhkan separuh tubuhnya sebelah kanan. Sehingga apa yang ingin dia lakukan menjadi kesulitan, jadi harus dibantu oleh orang lain, mulai dari makan bahkan sampai ke kamar mandi. “Ck, aku nikah buat hidup enak, bukan seperti ini!” gerutu Diandra. Diandra sepanjang jalan menggerutu sedari tadi, membuat Reynald menajdi muak, “Diam kamu! Ini juga karena aku menikah denganmu, hidupku menjadi sial!” Reynald menyalahkan Diandra atas kesalahnnya sendiri, begitulah dia selalu melempar kesalahannya kepada orang lain. “Idih! Kamu yang korupsi, kok aku yang disalahin?!” Diandra menatap bengis kepada suaminya yang baru dia nikahi beberapa bulan ini. “Iyalah, karena aku menikah denganmu semuanya jadi kacau! Beda saat bersama dengan Riana, apa lagi kamu tahu suamimu tidak bekerja malah tetap pergi shoping, sehingga semua harta yang terisa menjadi habis kare
“Mas, jangan!” suara teriakan wanita terdengar sangat keras. “Kamu harus diberikan pelajaran supaya tidak membantah lagi!” Lelaki itu memukulinya. “Aku tidak akan melakukannya lagi, Mas. Maafkan Aku.” Dia memohon dengan bersujud di kaki lelaki yang adalah suaminya. “Sesekali Kamu harus diberikan pelajaran.” Lelaki itu tidak peduli dengan istrinya yang memohon ampun kepadanya, dia malah menyeretnya ke dalam kamar. “Berikan saja dia pelajaran supaya tidak membantah lagi!” teriak ibu mertua memprovokasi. Suaminya itu menutup pintu dengan keras, dia menyeret dan mendorong wanita malang membuatnya terjatuh di atas ranjang. Tempat biasa mereka pakai untuk saling memberikan kasih sayang, lalu berbagi kehangatan di sana. “Sudah beberapa kali Aku katakan supaya tidak mencuri di rumahku ini dan menuruti apa yang ibuku katakan kepadamu. Tetapi, kenapa Kamu malah melakukannya lagi!” hardiknya. “Aku lapar, Mas. Sudah seharian penuh tidak memakan apa pun,” “Jangan berbohong kepadaku! Kamu su
“Makan sana! Kamu tadi bilang belum makan kan?” perintah Reynald. Riana menyerahkan bayi kecil kepada Reynald, lelaki itu segera menyambut sang bayi dengan lembut. Memang sebenarnya sifat suami Riana adalah baik, hanya saja ia selalu dihasut ibunya untuk membencinya. Riana berjalan ke arah meja makan, dia melihat beberapa piring kotor yang masih berserakan di meja makan tanpa ada yang membereskannya. Membuat ia menghela napas panjang. 'Aku makan saja dulu, baru bereskan ini semua.' batin Riana didalam hati. Wanita itu tersenyum sambil membuka tudung mencari makanan yang ia masak tadi, Riana mengira kalau masih ada sisa karena suaminya menyuruhnya untuk makan. Kecewa! Itulah yang dia rasakan sekarang, saat membuka tudung saji yang ternyata tidak ada apa pun di sana. Hanya beberapa piring kotor tanpa ada sedikit pun sisa makanan yang terlihat. Riana berjalan dengan menundukkan kepalanya mendekati sang suami yang masih diam di tempatnya berada. “Mas, tidak ada lauk sedikit pun untuk
“Setiap kali dia datang ke rumah ini, pasti ibu akan menyuruhku untuk memasak banyak makanan. Padahal dia bukan seseorang yang penting untuk diberikan jamuan setiap kali dia datang kemari. Bahkan, Aku tidak dibiarkan menyantapnya walau sedikit karena wanita seperti dia.” Riana menunjuk wajahnya Serly dengan penuh emosi. “Riana, jangan Ka-“ kata ibu Mayang terpotong. “Apa? Jangan berani melawan kepada kalian semua, begitu maksud ibu? Aku sudah muak diperlakukan seperti ini terus, kalau Aku melawan sedikit saja seluruh tubuhku akan penuh luka lebam. Jadi, silahkan pukuli Aku sekarang, kalau berani!” Semua orang terdiam, bahkan sampai bayi kecil saja ikut terdiam mendengar Riana marah. Setelah dirasa tidak ada yang akan menjawab apa yang dia katakan, Riana memilih masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaiannya yang basah karena diguyur air oleh ibu mertuanya. “Rey, istrimu berani sekali kepada ibu. Kamu lihat sendirikan?” Ibu Mayang bergelayut meminta pembelaan kepada sang anak.
Reynald pun memanggil pelayan untuk membayar semua hidangan yang dia pesan. Lelaki itu sangat marah sekaligus malu karena mendengar ucapan yang dikatakan oleh Chiko tentang pakiaan istrinya yang kusam. Tidak seperti istri petinggi perusahaan kebanyakan?! "Ck!" decak Reynald kesal. Pria itu masih tak sadar bahwa dirinyalah yang salah di sini. Seharusnya, Riana mendapatkan uang bulanan supaya Riana bisa membeli apa pun yang diinginkannya. Tapi, apa yang dia lakukan?Reynald justru menarik lengan Riana kasar, tidak memperdulikan semua mata yang memandangnya sejak tadi. Yang dia pikirkan hanyalah cepat sampai ke dalam rumah dan memarahi Riana karena sudah membuatnya malu. * *Brak!Suara pintu yang Reynald tendang membuat ibu Mayang melirik ke arahnya dengan tatapan penasaran. “Ada apa, Rey?” tanyanya. “Ini Riana membuat Aku malu saja!” jawab Reynald dengan emosi menggebu. “Membuat malu seperti apa? Dan kalian datang dari mana?” tanya Mayang lagi, matanya melirik ke arah Riana y
“Kenapa? Apa Kamu sudah dihasut oleh Riana untuk membenci Ibumu sendiri?” tanya Mayang sedih.“Tidak. Aku hanya kesal saja setiap hari ada saja masalah di rumah ini. Apa tidak bisa sehari saja tenang seperti rumah yang lainnya?” “Kamu tahu sendiri kan, Rey? Kalau Riana itu sebagai menantu tidak becus sekali melayani mertuanya. Bahkan dia tadi membuatkan Ibu jus yang sangat tidak enak rasanya, dengan terpaksa Ibu mengomelinya,” jelas Mayang. “Jelas saja kalau jusnya tidak enak. Karena tidak pakai gula, mana enak!” Reynald berlalu masuk ke dalam kamarnya, ia membanting pintu dengan keras sampai membuat Riana terkejut di dapur. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di kasur dan mengirimi Diandra pesan. [Sudah sampai?] pesan Reynald. [Sudah, kalau Kamu?] balas Diandra. [Sudah kok. Aku sampai ke rumah dengan selamat] [Lalu setelah Kamu sampai, langsung mengirimi Aku pesan? Romantis sekali] Diandra menyematkan stiker love di pesannya, membuat Reynald semakin tersenyum senang dengan wanita c
“Baik, Bu. Akan segera Aku bersihkan setelah makan,” jawab Riana.Riana melangkah mendekati meja makan, ia tidak mendapati lauk atau pun sayur di sana. Semua yang dia masak habis tidak bersisa, membuat dia menggelengkan kepalanya pelan. “Untung mas Rey tidak membawa bekal, jadi Aku bisa makan deh,” kata Riana seorang diri sambil memeluk erat kotak bekal yang berada di tangannya. Memang ada perasaan kecewa di hatinya tetapi, Riana tidak ingin memikirkan terlalu jauh. Karena menurutnya kalau memikirkan itu tidak baik bagi diri sendiri, makanya sebisa mungkin dia menahan diri supaya tidak menjadi beban pikiran yang akan membuatnya menjadi berpikiran buruk. Riana makan dengan lahap, ia sangat menyukai menu makanan pagi ini. Sebab, setiap kali Serly datang Mayang akan membeli lauk dan sayur enak dalam jumlah banyak, jadi saat dia memasaknya kemarin, masih ada sisa untuk sarapan pagi ini. Kapan lagi akan makan enak, biasanya setiap hari akan menyantap hidangan sederhana seperti ikan asin
Mayang menggeleng dramatis, seolah menjadi ibu mertua yang amat bijak. “Bagaimana ya, Jeng. Namanya juga punya anak lelaki dibilangin susahnya minta ampun, padahal sudah beberapa kali kukatakan kalau Riana bukan wanita yang baik untuk menjadi istrinya. Yah tetap saja dia ngeyel,” kata Mayang dengan ekspresi sedih lagi. “Mungkin karena si anakmu tuh, Jeng. Yang cinta berat sama istrinya, jadi wajarlah seperti itu. Apa lagi yang Aku lihat si Riana sangat cantik,” kata Desi. “Tidak juga sih, Kamu tidak lihat Riana lagi sih, Jeng Desi. Aku kemarin lewat rumah Mayang, si Riana itu sangat berbeda sekali dengan waktu pertama menikah. Jelek, kumal dan tidak terurus gitu,” ejek Santi. “Masa sih, Jeng Santi?” tanya Desi tidak percaya. “Ya, jelas dong. Coba tanya Mayang, apa Aku bohong sama Kamu, iyakan, Jeng.” Santi menyenggol lengan Mayang pelan. Mayang yang baru meminum jusnya langsung tersedak, karena terkejut. “Tentu dong, Jeng. Si Riana memang tidak pandai merawat diri, apa lagi dia b