Mayang menggeleng dramatis, seolah menjadi ibu mertua yang amat bijak.
“Bagaimana ya, Jeng. Namanya juga punya anak lelaki dibilangin susahnya minta ampun, padahal sudah beberapa kali kukatakan kalau Riana bukan wanita yang baik untuk menjadi istrinya. Yah tetap saja dia ngeyel,” kata Mayang dengan ekspresi sedih lagi.“Mungkin karena si anakmu tuh, Jeng. Yang cinta berat sama istrinya, jadi wajarlah seperti itu. Apa lagi yang Aku lihat si Riana sangat cantik,” kata Desi.“Tidak juga sih, Kamu tidak lihat Riana lagi sih, Jeng Desi. Aku kemarin lewat rumah Mayang, si Riana itu sangat berbeda sekali dengan waktu pertama menikah. Jelek, kumal dan tidak terurus gitu,” ejek Santi.“Masa sih, Jeng Santi?” tanya Desi tidak percaya.“Ya, jelas dong. Coba tanya Mayang, apa Aku bohong sama Kamu, iyakan, Jeng.” Santi menyenggol lengan Mayang pelan.Mayang yang baru meminum jusnya langsung tersedak, karena terkejut. “Tentu dong, Jeng. Si Riana memang tidak pandai merawat diri, apa lagi dia boros sekali, setiap uang yang diberikan Reynald selalu habis,” kata Mayang mulai menjelek-jelekan menantunya.“Aduh, sabar ya, Jeng Mayang. Cepat atau lambat pasti si Reynald akan menemukan wanita yang tepat untuk menjadi istrinya.” Santi memeluk temannya erat.“Terima kasih ya, Jeng Santi.” Mayang membalas pelukan Santi.Desi hanya menatap kedua temannya yang sedang berpelukan itu, ia memilih menyeduh minuman hangatnya.Namun, ia menyadari ada senyum setitik di wajah Mayang..Sementara itu, Reynald tengah menahan amarah.Baru saja, dirinya dimarahi oleh atasannya. Dia tidak jadi diajak rapat, karena agenda rapat yang dia buat dikatakan tidak bagus oleh bosnya sendiri.“Dasar, bos tidak tahu diri! Dia pikir dia hebat apa, bisa-bisanya dia berkata presentasi yang Aku buat jelek!” umpat Reynlad di ruangannya.Ting!Suara pesan terdengar masuk di ponselnya, membuat Reynald bergegas mengambil untuk melihat siapa pengirim pesan itu.[ Apa Kamu hari ini bisa makan siang denganku? ]Reynald yang membaca pesan itu langsung tersenyum senang, perasaan marahnya hilang seketika saat mengetahui pengirim pesan adalah Diandra. Wanita cantik berkulit putih dan mulus....[ Tentu saja bisa, apa yang tidak bisa Aku lakukan untuk wanita cantik sepertimu ] balas Reynald.[ Kamu bisa saja, Rey ]Reynald membayangkan senyuman manis yang terukir di bibir wanita cantik itu, ia menjadi tersenyum sendiri, tak memedulikan Riana yang bersusah payah menyelesaikan seluruh pekerjaan di rumah.Mulai dari pagi, Riana baru saja menyelesaikannya saat adzan dzuhur. Hal ini membuat Riana memilih mengistirahatkan diri sebentar sebelum melaksanakan sholat. Dia membuka ponselnya yang sangat jarang dibuka dan terkejut karena terdapat banyak pesan masuk tetapi, tidak pernah dia balas.“Enak ya tiduran sambil main ponsel!” gerutu Mayang yang baru datang dari perkumpulan sosialitanya.“Aku baru selesai mengerjakan semuanya, Bu. Makanya Aku istirahat sebentar sebelum sholat,” jawab Riana lembut.“Alah, alasan Kamu doang itu. Sudah, pijatkan saja punggungku yang sakit akibat ulahmu yang tidak becus itu!”“Sebentar, Bu. Aku sholat dulu.” Riana bangun menuju kamar mandi untuk wudhu, lalu masuk ke dalam kamarnya.“Cih, selalu saja bisa mengelak!” gerutu Mayang.Mayang memilih masuk ke dalam kamarnya menunggu Riana selesai, tidak lupa ia menyiapkan minyak pijat untuk pinggangnya yang sakit.Riana yang sudah selesai sholat pun, perlahan mengetuk pintu kamar mertuanya yang tertutup rapat."Permisi, bu...."Buk!Sebuah bantal terlempar ke arah Riana.“Lama banget shalatnya, Kamu shalat apa tidur?!”“Lama banget shalatnya, Kamu shalat apa tidur?!” tanya Mayang kesal. “Tidak, Bu. Aku selesai shalat langsung kemari,” jawab Riana lembut. “Kenapa jadi lama banget? Ya, sudahlah langsung pijat saja, awas kalau mijatnya tidak enak!” Riana pun diam. Dia memilih memijat ibu mertuanya dengan lembut. Sungguh, ia tidak mau kalau Mayang akan merasa kesakitan dengan pijatannya. Jadi, ia melakukan hati-hati, karena tidak menginginkan kalau mertuanya akan marah. “Heh, Riana! Kamu mijat apa mengelus sih?!” tanya Mayang kesal, karena ia malah merasa geli. “Maaf, Bu. Aku tidak mau kalau Ibu akan kesakitan,” kata Riana lembut, tidak pernah terpancing menjawab mertuanya dengan nada tinggi. Hanya kemarin saja, ia sempat terpancing karena merasa lapar dan lelah. “Kalau Kamu memijatnya seperti itu, itu bukan memijat namanya melainkan mengelus. Pijat dengan keras!” perintah Mayang. Riana lantas menuruti perkataan Mayang, dia memijat mertuanya dengan keras, membuat Mayang menjadi menjerit karena k
“Riana!” panggil Mayang dengan berteriak dari dalam kamar. “Iya, Ibu.” Riana tergopoh-gopoh berlari mendekati mertuanya. “Belikan Ibu soto ayam di depan sana, jangan pakai lama!” Mayang menyodorkan selembar uang berwarna biru. “Iya, Bu.” Riana segera berjalan ke kamar, ia memasang jilbab instan dan jaket, lalu mengambil kunci motornya. Motor yang sudah ada sebelum Riana menikah, motor matik menemani ke mana pun dia pergi sewaktu gadis. Riana melajukan matik pergi ke tempat yang mertuanya maksud, lumayan jauh kalau berjalan ke sana. Jadi dia memilih mengeluarkan maticnya. Riana sudah sampai di tempat yang dia tuju, dia segera memparkirkan matiknya ke tempat parkiran. Lalu masuk ke dalam warung makan yang sangat ramai, membuat dia harus mengantri beberapa saat. Tidak lama, tiba giliran Riana, dengan cepat wanita itu memesan satu bungkus soto. “Berapa, Pak?” tanya Riana. “15ribu, Dek.” “Ini uangnya.” Riana menyerahkan selembar uang berwarna biru. Dia bergegas berjalan pulang, tid
Riana merasa soto yang dia makan sangat enak, ia bahkan menghabiskan kuahnya sampai tidak tersisa. Setelah menyantapnya sampai habis, dia bersendawa karena merasa kenyang. “Alhamdulillah, enak sekali,” Riana mengucapkan rasa syukur. Riana mulai berpikir makan malam nanti apa, ia tidak mungkin menyuguhkan telur dadar kepada suami atau mertuanya. Tetapi, seketika dia teringat kalau uang kembalian soto tadi masih banyak, Riana akan mengatakan kalau ingin membeli lauk makan malam dengan uang ini. Karena kalau tidak, nanti malah dibilang lancang oleh mertuanya. “Ibu!” Riana memanggil mertuanya dengan suara nyaring di depan pintu. “Em,” Mayang menyahut dengan bergumam, ia malas menjawab karena sedang telponan dengan seseorang. “Aku pakai uang Ibu ini ya, bua beli lauk dan sayur untuk makan malam nanti,” kata Riana. “Iya,” Mayang padahal tidak mendengarnya dengan jelas, ia hanya sekedar menjawab ‘iya’ saja. Karena tidak mau mendengar ocehan Riana lagi. Sedangkan Riana, ia bersorak ria
Reynald merasa ada yang memperhatikan, ia berbalik ke arah belakang. “Argh! Sedang apa Kamu, Riana?!” “Mas, sedang apa? Sedari tadi kok senyum-senyum sendiri,” Riana berwajah bingung, matanya selalu melirik ke arah ponsel Reynald. Reynald segera menutup ponselnya dan menaruh di atas nakas. “Bukan dari siapa-siapa, hanya teman kantor biasa.” Reynald berkata sambil meraih handuk untuk mandi. “Oh,” Riana sangat penasaran sekali dengan isi ponsel Reynald, sayang dia tidak bisa meminjam ponsel itu. Karena lelaki itu pasti tidak akan suka kalau ponselnya dimainkan oleh Riana, padahal status Riana adalah istri. Jadi wajar kalau mau meminjam ponsel suami sebentar tetapi, sayangnya Reynald tidak pernah mengizinkan. 'Apa Aku buka saja, ya?'Batin Riana meronta-ronta sangat ingin melihat pesan apa yang membuat suaminya terus-menerus tersenyum, sampai tidak menyadari keberadaannya. Riana mendekat ke arah ponsel itu, tangannya sudah mulai mengarah ke sana. Sayang, suara kunci diputar terdenga
“Ii-itu,” Riana tidak bisa menjawab dengan benar, ia gemetaran hebat. “Berani sekali, ya, Kamu, Riana! Padahalkan Kamu tahu Aku paling tidak suka kalau ponselku disentuh orang lain!” Reynald teramat kesal sekali melihat ponselnya berada di tangan Riana. Disisi lain ia takut kalau Riana akan mengetahui dirinya mulai tertarik dengan wanita lain, pasti Riana akan marah besar kepadanya. “Aku tahu, hanya saja setiap kali Aku melihatmu memegang ponsel, Kamu selalu saja tersenyum sendiri seperti itu membuatku menjadi curiga,” Riana berkata pelan, ada sesak di dalam dadanya mengatakan itu. “Lantas Kamu mengira Aku sedang bermain api?” Reynald meninggikan suaranya. Riana terdiam, membuat Reynald menjadi naik pitam. “Kamu pikir Aku akan melakukan itu? Kamu menganggapku apa selama ini? Kamu pikir Aku seperti lelaki lain di luaran sana, yang berselingkuh dengan wanita lain?!” Reynald terus memberondong Riana dengan berbagai macam pertanyaan. “Aku hanya ... “ Riana tidak sanggup meneruskan k
“Argh!” Reynald berteriak karena terkejut. “Mas, kenapa sih Kamu susah banget bangunnya? Ini sudah jam berapa, nanti terlambat lagi,” Sebenarnya Riana malas sekali membangunkan Reynald, tubuhnya saja masih terasa nyeri akibat tadi malam tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain, mana mungkin dia mau dipukuli untuk kedua kalinya. “Kamu menggangguku saja.” Reynald bergumam pelan, ia mengusap wajahnya kasar. “Mengganggu apa?” Riana mengerutkan alisnya pertanda ia bingung. “Huh! Sudahlah Aku mau mandi.” Reynald segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Riana menghela napasnya panjang, ia merasa bingung dengan sikap suaminya beberapa hari ini, yah tetapi, memang dari beberapa tahun Reynald sudah berubah, lelaki yang dia cintai itu terlihat sangat berbeda saat ini, tidak seperti dulu. Wanita malang itu segera keluar dari kamar tamu, ia mengambilkan pakaian untuk Reynald pergi bekerja. “Astaga, Aku lupa menyetrikanya!” Riana panik, ia melupakan agenda menyetrika pakaian suaminya s
[ Ya, sekarang Aku sudah berada di mobil mau berangkat bekerja ] Klik, pesan dikirim ke Diandra, Reynald terus menatap pesan yang dikirmkan wanita yang baru-baru ini membuatnya terpesona itu, dia merasa berdebar dengan kencang, ada sebuah hasrat memiliki yang bergejolak di dalam hatinya, hasrat yang sangat kuat. “Mas, kenapa belum berangkat?” suara Riana membuat Reynald terkejut, ia bergegas menaruh ponselnya dan menjawab pertanyaan istrinya. “Iya, ini juga mau berangkat.” Reynald menaikkan kaca mobil dan mejalankannya dengan pelan. [ Hati-hati kalau berangkat kerjanya, jangan mengebut dan semangat! ] Diandra menyematkan stiker penuh cinta kepada Reynald, yang semakin membuat lelaki itu menjadi mabuk kepayang dibuatnya. “Ah! Diandra, sudah cantik, seksi, ditambah perhatian, makin sayang deh!” Reynald memeluk ponselnya dengan sebelah tangan. Karena tangan sebelahnya dipakai untuk menyetir, dia berusaha untuk membalas pesan sambil menyetir, tidak ada niat untuk menepikan mobil. B
“Bel-agu sekali dia, baru saja hari ini menjabat sebagai CEO sudah bersikap sombong seperti itu!” Reynald mengutarakan kekesalannya kepada Chiko, satu-satunya teman sangat akrab dengannya.“Mungkin Kamu ada buat salah kali sama dia,” tebak Chiko asal.“Bagaimana bisa Aku membuat salah dengannya? Sedangkan baru saja bertemu tadi pagi!” gerutu Reynald.“Mungkin di dalam mimpinya, haha ... “ Chiko tertawa terbahak-bahak, ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri.“Rasain!” geram Reynald kesal.“Jangan gitu dong, Pak Manajer, nanti ketampanan Bapak hilang loh,”“Ketampananku tetap tidak akan hilang, buktinya ada wanita cantik yang mendekatiku.” Reynald membusungkan da-danya sombong.“Istrimu itu? Wanita yang memakai pakaian kumuh? Iya, sih, Aku akui dia cantik, hanya saja seperti ... “ Chiko tidak meneruskan kalimatnya, karena lelaki yang berada di depannya melotot tajam.“Bisa tidak jangan bicarakan dia!” Reynald membentak Chiko dengan nada tinggi, sampai semua orang memandang ke arah m