Terima kasih sudah membaca
“Argh!” Reynald berteriak karena terkejut. “Mas, kenapa sih Kamu susah banget bangunnya? Ini sudah jam berapa, nanti terlambat lagi,” Sebenarnya Riana malas sekali membangunkan Reynald, tubuhnya saja masih terasa nyeri akibat tadi malam tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain, mana mungkin dia mau dipukuli untuk kedua kalinya. “Kamu menggangguku saja.” Reynald bergumam pelan, ia mengusap wajahnya kasar. “Mengganggu apa?” Riana mengerutkan alisnya pertanda ia bingung. “Huh! Sudahlah Aku mau mandi.” Reynald segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Riana menghela napasnya panjang, ia merasa bingung dengan sikap suaminya beberapa hari ini, yah tetapi, memang dari beberapa tahun Reynald sudah berubah, lelaki yang dia cintai itu terlihat sangat berbeda saat ini, tidak seperti dulu. Wanita malang itu segera keluar dari kamar tamu, ia mengambilkan pakaian untuk Reynald pergi bekerja. “Astaga, Aku lupa menyetrikanya!” Riana panik, ia melupakan agenda menyetrika pakaian suaminya s
[ Ya, sekarang Aku sudah berada di mobil mau berangkat bekerja ] Klik, pesan dikirim ke Diandra, Reynald terus menatap pesan yang dikirmkan wanita yang baru-baru ini membuatnya terpesona itu, dia merasa berdebar dengan kencang, ada sebuah hasrat memiliki yang bergejolak di dalam hatinya, hasrat yang sangat kuat. “Mas, kenapa belum berangkat?” suara Riana membuat Reynald terkejut, ia bergegas menaruh ponselnya dan menjawab pertanyaan istrinya. “Iya, ini juga mau berangkat.” Reynald menaikkan kaca mobil dan mejalankannya dengan pelan. [ Hati-hati kalau berangkat kerjanya, jangan mengebut dan semangat! ] Diandra menyematkan stiker penuh cinta kepada Reynald, yang semakin membuat lelaki itu menjadi mabuk kepayang dibuatnya. “Ah! Diandra, sudah cantik, seksi, ditambah perhatian, makin sayang deh!” Reynald memeluk ponselnya dengan sebelah tangan. Karena tangan sebelahnya dipakai untuk menyetir, dia berusaha untuk membalas pesan sambil menyetir, tidak ada niat untuk menepikan mobil. B
“Bel-agu sekali dia, baru saja hari ini menjabat sebagai CEO sudah bersikap sombong seperti itu!” Reynald mengutarakan kekesalannya kepada Chiko, satu-satunya teman sangat akrab dengannya.“Mungkin Kamu ada buat salah kali sama dia,” tebak Chiko asal.“Bagaimana bisa Aku membuat salah dengannya? Sedangkan baru saja bertemu tadi pagi!” gerutu Reynald.“Mungkin di dalam mimpinya, haha ... “ Chiko tertawa terbahak-bahak, ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri.“Rasain!” geram Reynald kesal.“Jangan gitu dong, Pak Manajer, nanti ketampanan Bapak hilang loh,”“Ketampananku tetap tidak akan hilang, buktinya ada wanita cantik yang mendekatiku.” Reynald membusungkan da-danya sombong.“Istrimu itu? Wanita yang memakai pakaian kumuh? Iya, sih, Aku akui dia cantik, hanya saja seperti ... “ Chiko tidak meneruskan kalimatnya, karena lelaki yang berada di depannya melotot tajam.“Bisa tidak jangan bicarakan dia!” Reynald membentak Chiko dengan nada tinggi, sampai semua orang memandang ke arah m
“Kamu mulai nakal, ya!” Reynald merengkuh pinggang Wulan yang sedang memainkan kancing kemejanya. “Bukan nakal, hanya mencoba bersenang-senang saja.” Wulan mengerlingkan matanya nakal, senyum terus mengembang di bibirnya yang mungil. Suara ketukan mengganggu aktivitas mereka yang belum di mulai, “Siapa?” tanya Reynald dengan nada tinggi. “Wulan dipanggil pak Wira ke ruangannya,” jawab seorang wanita dari luar. “Astaga! Aku terlalu lama di sini!” Wulan membenarkan kemeja yang terlihat berantakan. “Bos baru kita itu terlalu menyebalkan, Aku tidak menyukainya,” “Tapi, Aku suka karena dia tampan dan masih muda.” Wulan langsung pergi menemui bosnya setelah mengatakan itu. Sedangkan Reynald segera mengerjakan pekerjaan yang Wulan berikan kepadanya tadi, darahnya berdesir teringat yang akan dia lakukan kepada sekertaris wanita itu, hanya saja mereka tidak jadi melakukan hal panas tadi karena dipanggil atasan yang tidak ia sukai. “Padahalkan lumayan kalau melakukannya dengan Wulan, yah
Suara pintu yang terbuka dengan kasar membuat semua orang yang lagi berbincang terkejut, mereka serempak menoleh ke arah pintu terlihat kalau Riana berdiri diam dengan mata memerah menahan amarah sekaligus air mata yang ingin mengalir sedari tadi. “Astaga! Apa tidak bisa kalau membuka pintunya perlahan saja? Dasar tidak sopan sekali kepada orang tua!” Mayang sebenarnya merasa takut melihat raut wajah Riana tetapi, ia tidak mau kalau dilihat temannya takut kepada menantunya sendiri. Sinta saja mundur perlahan, padahal ia yang paling semangat mengejek Riana sedari tadi, berbeda dengan Desi ia tidak terlalu suka membicarakan keburukan orang lain dan wanita itu juga tahu kalau Riana tidak seperti yang Mayang bicarakan. Wanita muda itu baik, berbeda sekali dengan cerita yang temannya katakan setiap kali bertemu, Mayang saja yang tidak bisa bersyukur mempunyai menantu seperti dia. Riana melenggang masuk tidak memperdulikan ocehan mertuanya, ia menuju ke dapur untuk memindahkan pesanan May
“Ini lo, Rey, si Riana selalu saja membuat ulah, tadi sore dia mempermalukan Ibu di depan teman-teman yang lain,” Mayang mengadu dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. “Mas, apa yang Aku lihat tadi apakah benar?” Riana tidak memperdulikan Mayang yang berada di antara mereka, ia hanya fokus menatap suami yang berada di depannya itu. “Nah, Kamu bisa lihat sendiri tingkahnya yang tidak sopan itukan, Rey!” “Mas!” mata Riana berbinar karena menahan air mata yang mau keluar. “Emang Kamu melihat apa? Aku loh baru saja pulang sehabis mencari uang untuk memberikanmu makan!” Reynald merasa kesal dengan pertanyaan yang Riana katakan dari mulutnya. “Suami habis pulang kerja, bukannya disambut dengan baik ini malah mencari masalah. Apa Kamu pikir Reynald tidak lelah mencarikanmu uang? Sedangkan Kamu malah selonjoran saja di rumah tanpa perlu merasa lelah mencari uang di luaran sana!” Mayang menunjuk wajah Riana kesal. “Apa Ibu pikir Aku hanya rebahan saja di rumah?! Makanan masak sendiri,
“Dasar istri tidak berguna, jam segini masih belum bangun saja lagi!” Mayang berteriak kesal kepada Riana yang sedari tadi tidak keluar kamar. “Rianaa!” Reynald berteriak nyaring, tidak lupa lelaki itu menggedor pintu kamar dengan kuat berharap istrinya akan segera keluar. Riana membuka pintu perlahan, terlihat penampilannya yang sudah rapi. “Ada apa sih ribut-ribut?” “Kamu bilang ‘ada apa’ bukannya sekarang memasak ini malah asyik-asyikan rebahan di dalam kamar, apa kamu lupa untuk memasak hari ini?!” Reynald berkacak pinggang dan menatap tajam Kepada sang istri. “Bukankah kalian mengiyakan apa yang sedang aku lakukan sekarang? Kalian juga berkata kalau memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah adalah hal yang sangat gampang, lalu kenapa sekarang malah kesal saat aku tidak memasak?” Riana menanggapi dengan santai, ia bahkan memainkan jarinya karena kesal melihat wajah suaminya sekarang. Masih teringat jelas perkataan mertua dan suaminya. “Apa?! Jadi Kamu menganggap semua itu serius
“Astaghafirullah!” Riana terkejut mendapati tubuhnya berada di atas tubuh bos pak Darmo, ia langsung beranjak bangun walau masih meringis kesakitan. “Anda tidak apa?” Lagi, Wira mengulangi pertanyaan karena Riana tidak menjawabnya. “Tidak apa.” Riana menggelengkan kepalanya pelan. “Sudah, Dek, katakan saja pada Bos Bapak kalau ada yang sakit, jangan ditahan seperti itu. Kami lihat sendiri kok kalau kamu kesusahan sat berdiri tadi, makanya jatuh,” bujuk Darmo. “Em, sepertinya terkilir karena didorong pencopet tadi.” Riana memandangi kaki yang terlihat memar. “Kalau begitu, kita harus cepat ke rumah sakit mumpung belum bengkak,” “Tapi,” Riana diam, ia tidak tahu akan membayar dengan apa nanti. “Tidak usah khawatir dengan bayaran, saya yang akan menanggung semua biaya,” Riana masih diam, ia bingung tidak mau merepotkan tetapi, disisi lain wanita itu tidak mungkin membiarkan kakinya semakin parah dia harus berjalan dengan benar supaya bisa mencari pekerjaan hari ini. Wanita tersebu