“Astaghafirullah!” Riana terkejut mendapati tubuhnya berada di atas tubuh bos pak Darmo, ia langsung beranjak bangun walau masih meringis kesakitan. “Anda tidak apa?” Lagi, Wira mengulangi pertanyaan karena Riana tidak menjawabnya. “Tidak apa.” Riana menggelengkan kepalanya pelan. “Sudah, Dek, katakan saja pada Bos Bapak kalau ada yang sakit, jangan ditahan seperti itu. Kami lihat sendiri kok kalau kamu kesusahan sat berdiri tadi, makanya jatuh,” bujuk Darmo. “Em, sepertinya terkilir karena didorong pencopet tadi.” Riana memandangi kaki yang terlihat memar. “Kalau begitu, kita harus cepat ke rumah sakit mumpung belum bengkak,” “Tapi,” Riana diam, ia tidak tahu akan membayar dengan apa nanti. “Tidak usah khawatir dengan bayaran, saya yang akan menanggung semua biaya,” Riana masih diam, ia bingung tidak mau merepotkan tetapi, disisi lain wanita itu tidak mungkin membiarkan kakinya semakin parah dia harus berjalan dengan benar supaya bisa mencari pekerjaan hari ini. Wanita tersebu
“Sepertinya Aku tidak bisa mencari pekerjaan dengan kaki seperti ini.” Riana bergumam sambil menatap kakinya yang diperban. Wanita itu bingung mau kemana, tetapi kalau pun ia sekarang memilih pulang nanti malah akan ditertawakan oleh mertua atau malah disuruh-suruh mengerjakan pekerjaan rumah. Padahal kakinya masih terasa ngilu, jadi tidak mungkin terlalu banyak bergerak. “Eh, Riana! Kamu sedang apa di sini?” Desi terkejut melihat Riana yang sedang duduk melamun di warung. Biasanya wanita tersebut jarang sekali bisa keluar, kalau pun keluar dari rumah pasti akan cepat-cepat pulang tetapi, sekarang Riana tengah melamun sendirian di warung pinggir jalan. “Lagi istirahat, Tante,” Riana menjawab dengan sangat ramah. “Oh, tumben sekali, biasanya kamu jarang banget istirahat di luar seperti ini. Apa ada masalah?” Desi menatap lekat kepada Riana, terlihat jelas kalau wanita muda itu tengah ada masalah. “Tidak ada, Tante,” Desi menatap kembali wajah Riana dengan teliti, ia sangat yakin
Riana memasak sambil meringis kesakita, ia tidak tahu kalau suaminya tidak menepati omongan yang mereka bicarakan tadi malam. Padahal lelaki itu menerima keputusan yang dia katakan tetapi sayang, Mayang tidak mau mengerjakan semua pekerjaan rumah yang harusnya dia lakukan, karena memang awalnya wanita tidak lagi muda itu meremehkan semua dan sekarang ia malah kelimpungan lantaran merasa lelah dan bosan. “Makanya, kalau jadi istri itu jangan banyak membantah sama suami atau mertua, sakitkan?” Mayang berbicara dengan nada mengejek, memang begitulah dia selalu suka kalau melihat Riana menderita. Reynald datang mendekat saat semua makanan sudah siap, mereka duduk bersama di meja makan dengan Riana yang melayani. “Rey, sebagai bentuk pelajaran untuk Riana, bagaimana kalau dia tidak usah dikasih uang belanja lagi, biar Ibu saja yang membeli lauk makan seperti membeli semua kebutuhan rumah,” Mayang mengatakan keinginannya saat sudah selesai makan. Riana menatap kedua orang yang masih dudu
“Tidak apa, Tante, hanya sakit sedikit akibat jatuh dari kamar mandi,” Riana sengaja berbohong kepada Sinta karena takut wanita itu khawatir. “Seharusnya kamu lebih hati-hati kalau berjalan di kamar mandi, pasti sakit sekali, ya?” Terlihat jelas wajah Desi sangat khawatir seperti dugaan Riana. Riana hanya tersenyum saja menanggapi wanita yang berada di depannya, ia sangat bersyukur masih ada orang yang mengkhawatirkan dirinya saat ini. Padahal dia memiliki keluaraga tetapi, tidak ada yang mengkhawatirkannya, hanya orang lain saja yang peduli. “Sebenarnya aku ke sini mau kasih tahu kabar bahagia buat, Tante,” Riana menatap dengan tersenyum senang. “Kabar bahagia apa, Riana?” Desi sangat tidak sabar menunggu, “Aku sudah dapat pekerjaan,” “Wah, alhamdulillah, Riana. Tante turut senang mendengarnya. Pekerjaan apa yang kamu dapatkan?” “Tidak seperti yang Tante pikirkan, hanya menjadi cleaning servis saja,” jawab Riana senang. “Tidak apa, Sayang. Toh kamu sudah mencarinya dengan susa
“Masa sih Aku lupa menaruhnya di mana.” Riana mencari-cari tempat perkiraan di mana dia menaruh uangnya. Padahal dia ingat betul kalau menaruhnya di lemari tepat di bawah pakaiannya paling bawah, sengaja memang menaruh di situ supaya Reynald tidak melihat uang miliknya. “Hah, tidak ada!” Riana sangat kaget mengetahui kalau tidak menemukannya di mana pun, benar sih uangnya hanya dia tinggal 500ribu saja tetapi, itu pun menurutnya sangat banyak. Wanita tersebut menjadi bertanya-tanya siapakah gerangan yang mengambil uang miliknya, kalau menuduh Reynald sedangkan lelaki itu tidak masuk ke kamar mereka selama dua hari belakangan ini. Jadi tidak mungkin Reynald adalah pelakunya, Riana mulai berpikir keras untuk mengingat siapa lagi kemungkinan orang yang akan mencuri uangnya tersebut dan hanya satu orang yang selalu berada di rumah. Mayang, yah Mayang, ibu kandung Reynald selalu berada di rumah. Namun, dia mulai berpikir kalau menanyakan hal tersebut pasti akan membuat mertuanya itu ter
Riana tidak bergeming dengan pertanyaan dari lelaki yang berada di sampingya, membuat lelaki tersebut menjadi kesal dan menarik dia ke dalam ruangan. “Aku bilang ngapain kamu di sini?!” Yah, lelaki itu adalah Reynald, dia sangat kesal karena pertanyaan yang diberikan tetapi tidak dihiraukan oleh sang istri, membuatnya terpaksa menarik Riana ke dalam ruangan kerja miliknya sendiri. “Kerja,” Riana menjawab sangat santai sekali, ia tidak peduli dengan ekspresi lelaki yang berada di depan. “Kerja sebagai tukang bersih-bersih? Itu yang Kamu sebut bekerja? Dan juga ini di perusahaan di mana aku menjabat sebagai Manajer, bikin malu saja!” Reynald menyugar rambut secara kasar, sekarang dia sangat malu sekali mendapati kenyataan tentang Riana bekerja sebagai cleaning servis. “Yang penting aku kerja supaya tidak menjadi beban kamu, Mas,” “Tapi, tidak bekerja sebagai ... hah!” “Pekerjaan yang sedang aku lakukan adalah halal,” “Seharusnya kamu mencari pekerjaan di perusahaan yang lain saja
“Buat apa dia memanggil kamu, Riana?” Kiki bertanya dengan nada khawatir, lantaran baru saja dibicarakan sudah harus berurusan dengan salah satu orang yang menyebalkan. “Aku tidak tahu.” Riana segera beranjak untuk pergi menemui suaminya, yah hanya dia yang tahu kalau lelaki itu suami Riana sendiri. “Hati-hati,” gumam Kiki dengan berbisik takut didengar oleh orang lain. “Ada apa, Bapak memanggil saya?” Riana berbicara sopan kepada Reynald membuat lelaki tersebut terkejut tetapi berhasil ingat tentang yang dia katakan pagi tadi. “Tolong belikan makan siang untukku di bawah,” “Uangnya?” Riana menengadahkan tangan meminta uang. “Pakai uangmu saja dulu,” “Maaf, Pak, Saya tidak memiliki uang karena belum gajihan dan kebetulan uang yang ada malah dirampas oleh seseorang karena sebuah tuduhan tanpa bukti!” sindir Riana. Reynald mendelikkan mata, ingin sekali lelaki itu memaki istri yang berada di depannya ini tetapi, itu tidak mungkin karena pasti akan terdengar oleh orang di kantor a
Seorang lelaki tengah menatap selembar poto, ia terus menatap dengan sorot mata yang sulit dijelaskan dan menggumamkan nama Riana. “Tapi, kenapa Kamu terlihat sangat kurus dan muram? Padahal dulu tubuhmu berisi dan sangat ceria, makanya itulah aku tidak bisa melupakanmu sampai sekarang.” Wira mengelus poto yang berisi dirinya dan Riana tengah berrpose bersama. Yah, lelaki itu adalah Wira, lelaki culun yang pernah menjadi teman dekat Riana sewaktu kuliah, hanya saja kedekatan mereka menjadi terhalang akibat kedatangan lelaki yang bernama Reynald. Lelaki yang selalu terucap disetiap mulut sang wanita, tampan dan pekerja keras kata-kata tersebut selalu Riana katakan kepada Wira saat mereka tengah bersama. Sayangnya Wira tidak pernah mengetahui nama dan rupa lelaki tersebut, setiap ingin melihat selalu saja ada halangan. “Apa kamu sudah bercerai?” Pertanyaan tersebut selalu memenuhi pikiran Wira sejak bertemu dengan Riana pertama kali, sayang dia tidak berani dan memilih berpura-pura ti