Dua hari dari kepergian Husein membuat rasa kesepian yang luar biasa. Gak ada lagi ceramah-ceramah menjengkelkan yang menemani aku setiap harinya, yang tadinya aku selalu ilfeel, tapi lama kelamaan aku kangen ocehannya dia. Dan tahukah kalian apa yang lebih menyebalkan dari itu? Husein jarang sekali kasih kabar sama aku. Setelah satu teleponnya yang mengabari bahwa dia udah sampai di Jakarta, udah itu hening aja ke sananya.Kadang kalau aku nanya lagi apa, udah makan atau belum di pagi hari dia bisa balasnya sore, atau malem.So, kenapa slow respon seperti itu ke istrinya sendiri? Katanya nyuruh aku gak usah khawatir, tapi kalau begini siapa yang gak merengek terus coba. Bahkan telepon dari aku juga sering gak diangkat dan gak pernah ditelepon balik. Jengkel sih, tapi gengsi kalau mau jujur! Cuma ngobrol sama anak-anak aja yang bantu bikin waktu aku gak terasa lebih lama. Tapi, mereka juga ada jadwalnya tersendiri. Kalau waktunya mengaji atau ekstrakulikuler, aku harus pulang dan g
Ku perhatikan di sekitar kantin, dan aku menemukan Reza yang lagi duduk di sebuah meja di sudut ruangan. Ada rasa takut saat kaki ini melangkah mendekati dirinya."Hai, lama ya nunggunya?" ucapku basa-basi dan aku langsung duduk di depannya."Enggak sayang, aku justru excited banget nunggu kamu di sini, gak sabaran!"Aku mulai risih ketika dia manggil aku sayang. Bukannya apa, ini adalah tempat tinggalku dan wilayahnya Husein, banyak santri dan anak buahnya di sini yang mungkin bakal dengar pembicaraan kita. Berarti aku harus pertegas sesuatu nih sama Reza, supaya dia gak berkata macam-macam nantinya."Za, aku gak nyangka kamu bisa bertindak seceroboh ini, sampai-sampai buat ide yang di luar batas."Dia termenung sejenak sebelum melanjutkan ucapannya lagi."Maksud kamu Rey? Ini adalah usaha aku supaya kita bisa bertemu terus, kan kamu yang maunya begitu?""Iya sih, tapi gak begini juga Za. Ini terlalu beresiko! Iya sekarang pas Husein gak ada, nanti ketika dia udah datang, apa kamu
Aku terbangun dengan cepat karena tanpa sengaja mendengar suara-suara seperti benda kaca saling bertubrukan di atas meja. Aku kan sendiri, jadi siapa yang menimbulkan suara itu? Dan seketika aku sadar bahwa mungkin suamiku udah pulang."Husein udah datang kah?" tanyaku dalam hati.Untuk memastikan lebih jelasnya, aku segera keluar dari kamar dan menuju ke ruang makan tempat suara itu berasal.Nyata, Husein udah pulang. Aku benar-benar melihat wujudnya yang lagi menuangkan air ke dalam gelas lalu meminumnya. Aku sempat mengucek mata beberapa kali untuk memastikan hal itu, dan yang aku lihat pun tetap raga Husein."Mas, udah pulang? Kok sebelumnya gak ada kabari aku sih?" Dan hari ini pertama kalinya aku yang berinisiatif untuk memeluknya duluan."Uuch ada yang kangen nih?" Husein pun balik memeluk tubuh aku walaupun awalnya masih sempat untuk menggodaku terlebih dahulu."Mas gak bilang, tiba-tiba udah ada di sini.""Memangnya kalau saya bilang, kamu bakal ngapain hemm?" Dia melepaska
"Tidaaakk!! Tiidakkk!!!" Dengan sekejap, aku terbangun dan kembali dalam posisi masih di atas kasur."Mimpi! Syukurlah semua itu cuma mimpi. Gila mimpi apaan sih aku ya Tuhan, sampai semengerikan itu!" Aku mengatur nafas berkali-kali agar kembali normal dan aku juga mengambil air minum yang ada di meja dan ku teguk sampai habis. Mimpi paling sial yang pernah aku dapat selama hidupku, mana ketawanya lebar banget lagi si Aisyah, kurang ngajar mereka! Jadi parno sendiri kan sekarang? Aku juga lihat jam dinding masih pukul setengah enam pagi, dan karena masa palang merah ini aku jadi bangun setelah adzan subuh terus. Apa ini pertanda kalau aku suruh bangun lebih awal lagi ya? Memikirkan isi mimpi aku tadi bener-bener bikin muak! Awas aja kalau sampe bener Husein pulang bawa bini lagi, ku potong masa depannya sampe habis. Belum aja nyicip, udah dibagi-bagi sama yang lain, enak aja!Belum selesai aku mengomel, handphoneku sudah berdering, dan Husein lah yang menelpon aku sepagi itu. "Pa
"Ada apa? To the point aja Za, cepat!" kataku saat aku udah masuk ke dalam mobilnya dan duduk di bangku penumpang depan."Hai aku kangen kamu, kiss nya mana?"Aku reflek mendorong tubuhnya lebih jauh saat dia hampir aja mencium wajahku. "Enggak Za, tolong jangan buat aku merasa lebih bersalah lagi.""Memangnya aku kenapa Rey, aku cuma mau cium pacar aku sendiri kok gak boleh sih?" Somplak! Jelas gak boleh lah, emang lo siapa? Hubungan kita itu udah gak patut buat dipertahankan ya! Aku lupa, setelah aku merenung cukup lama tadi, sepertinya aku harus memutuskan hubungan ku dengan Reza saat ini juga. Sebelum semuanya makin terlambat dan aku hanya akan menumpuk dosa karena udah membohongi Husein dan keluargaku yang lainnya."Za, sebelum kamu yang ngomong izinkan aku untuk bicara duluan karena ada hal yang haru cepat aku bilang sama kamu," ucapku lagi. "Apa sayang? Kamu bilang aja" jawabnya."Za, aku rasa lebih baik kita akhiri hubungan kita sekarang juga ya, sebelum semuanya makin rumi
Asli, aku baru tahu sifat dia kek setan begini! Nyesel banget dulu bisa cinta dan pacaran sama pria brengsek ini! Aku nangis, aku menyesali semua yang udah aku lakukan."Sini itu!" Reza merampas handphone ku dan langsung mematikannya. "Lo gak bisa hubungi siapapun! Sekarang lo pergi izin ke bokap mertua lo kalau lo bakal pergi bareng gue!"Aku mengisap cairan di hidung yang menyumbat, "caranya? Gue harus alasan apa supaya bisa pergi!""Tenang, gue udah atur!"Pintu belakang tiba-tiba terbuka dan seorang wanita masuk di sana.Begitu aku menoleh ke belakang, aku benar-benar terkejut karena itu adalah Raya."Sumpah ya, akting jadi baik beberapa hari ini susah banget, untung target kita kelar hari ini!"Astaga, mereka ternyata... Ya ampun, makin bersalah aku sama Husein sekarang. Ternyata mereka jahat dan sekongkol dalam melayangkan aksi bejatnya. Ya Allah, maafkan aku. Maafkan aku Mas Husein, ini benar-benar hukuman buat aku."Kalian tega banget, kalian bejat tau gak!" umpat aku ke merek
Poin Of View dari Husein Alfarizi.Beberapa bab ke depan, cerita akan di lihat dari sudut pandang Husein sebagai tokoh utama laki-laki dalam cerita Dinikahi Ustadz Tampan ini.***Saya gak berhenti melihat jam yang melingkar di tangan, setiap detiknya terasa lama ketika saya menanti kehadiran wanita yang amat saya rindukan. Akhirnya saya jadi merasa menyesal di kemudian hari karena nekad menjalani hubungan jarak jauh di saat status masih pengantin baru. Asli, rasanya rindu itu menghantui terus sepanjang hari. Lain kali, kalau pun harus mengisi seminar dua atau tiga hari saya akan putuskan untuk membawa serta istri saya.MasyaAllah, karunia Allah yang mampu memberi rasa kasih sayang kepada seluruh mahluk nya, sehingga saya pun sudah merasa menyayangi perempuan itu. Saya akan jaga dirinya sesuai dengan lafadz ijab wa qobul yang pernah saya ucap di hadapan walinya langsung.Karena rasa rindu yang menggebu-gebu itulah, saya nekad untuk tak sering-sering menghubunginya. Karena jika menden
"Itu dia ustadz Husein datang," kata salah seorang ustadz yang turut hadir memeriahkan acara penutupan ini ketika melihat saya telah keluar dari lift dan berjalan di antara lalu lalang manusia lainnya."Assalamualaikum ustadz Haikal, apa kabar?" Saya meraih tangannya dan mencium tangan alim ulama itu untuk kebarokahan ilmunya."Alhamdulillah ana baik, mana bapak dan ibu? Belum sampai?" tanyanya lagi."Belum Ustadz, mungkin sedikit telat karena seperti yang kita tahu bahwa perjalanan dari bandung ke Jakarta selalu macet. Doakan saja beliau selamat sampai di sini ustadz." Kami bercengkrama, saling mengobrol dan berbagi ilmu yang belum saya dapatkan sama sekali. Rasanya senang jika berkumpul dengan para kiayi dan alim ulama, lisan yang mereka gunakan untuk berbicara selalu saja ada manfaat ilmunya. Saya simpan setiap ilmu yang mereka sisipkan dalam setiap kata-katanya."Oh ya ustadz, istrinya ikut? Kok belum kelihatan?" Salah seorang kiayi bertanya demikian pada saya."Ada ustadz, dia i