Tok. Tok. Tok.Suara ketukan pintu yang terdengar pelan dan intens justru membuat Luna merapatkan tubuhnya ke arah dinding. Tanpa melihat sosok yang berada di balik pintu kayu, Luna sudah dapat merasakan kengerian dan ketegangan yang menyertainya.“Luna! Luna, apa kamu bisa mendengar saya?” tanya Reno dengan suara lembut. Pertanyaan Luna mengingatkannya pada saat dia bicara dengan Aldi tempo hari, tetapi kali ini Luna tidak merasa lega ataupun senang mendengar suara Reno.Luna berulangkali menarik dan menghembuskan napas demi menenangkan diri. Tangan lentiknya yang kini dipenuhi luka lecet dan memar itu masih bergetar hebat. Luna hanya bisa bergumam pelan dan bergerak menjauhi pintu yang memisahkan dirinya dan Reno.“Kalau kamu belum siap bicara, setidaknya lihatlah foto ini dulu,” ucap Reno sembari menyodorkan sebuah foto melalui celah pintu di bawah kakinya. Aktor tampan itu juga bergerak pelan dan menyandarkan tubuhnya di belakang pintu.Manik hitam Luna menangkap sebuah gambar yan
Aldi mengetuk pintu kayu berwarna hitam di depannya sembari menarik napas dalam-dalam. Pria yang mengenakan kemeja berwarna maroon dan celana panjang hitam itu sudah dapat menebak alasannya mendapat panggilan mendadak dari pamannya. Ditambah lagi, Om Bayu meminta Aldi menemuinya di jam senggang antara kesibukan meetingnya, yang artinya sesuatu yang ingin dibahas merupakan masalah yang sangat penting. "Masuk saja." Suara berat Om Bayu membuat Aldi meyakinkan diri sekali lagi sebelum memutar kenop pintu di hadapannya. Sebuah senyum manis dari Om Bayu menyambut kedatangan Aldi. Tidak hanya itu, rupanya Om Bayu sudah mempersiapkan rujak buah kesukaannya di atas meja. "Duduk dulu sini, temani om makan," ucapnya sembari menyodorkan piring kecil yang di atasnya sudah terdapat garpu dan sendok. Aldi mengangguk pelan dan segera menuruti ucapan pamannya. Rasa lelah yang sejak tadi menghinggapinya mendadak hilang begitu potongan segar buah yang dibalut dengan sambal rujak yang lezat memasuki
“Halo, Pak Aldi.” Sebuah senyum lebar terlihat di wajah tampan Reno yang berada tepat di depan Aldi.Pria berambut ikal itu hanya melirik Reno sekilas sebelum melanjutkan langkahnya. Reno tertawa kecil begitu melihat sikap Aldi yang memilih untuk mengabaikannya.“Kamu tidak mau membalas sapaanku? Wah, bukankah jajaran direksi tidak boleh merasa arogan dan mengabaikan aktor paling berbakat mereka?” tanya Reno sembari mengikuti langkah Aldi.Lagi-lagi, pria berambut ikal itu berjalan melewati lorong dan memasuki lift di ujung ruangan tanpa mempedulikan keberadaan Reno.“Sudah berapa lama sebenarnya kamu menjabat sebagai presdir sampai bisa mengabaikanku begitu? Aku jadi penasaran apa selama ini kamu menghinaku di belakang karena tidak tahu siapa yang selama ini aku ancam,” ucap Reno sembari tertawa pelan. Ada rasa getir ketika mengakui kalau posisi Aldi memang berada di atasnya, padahal selama ini dia selalu menghina dan merendahkan pria itu.“Ada apa?” tanya Aldi sembari menatap layar
Ceklek. Luna menatap kosong pada ujung bawah tempat tidur. Foto hitam putih yang tadi diremasnya masih berada di sana. Dan sejak tadi, Luna hanya memandangi gumpalan foto itu tanpa berpindah dari tempat duduknya sama sekali. Langkah kaki Bi Imah yang membawa sebuah kresek besar sama sekali tidak membuat Luna menoleh. Wanita cantik yang sudah berhari-hari tidak merawat dirinya dengan benar itu seolah berada di dunianya sendiri. "Bu? Bu Luna!" panggil Bi Imah sembari menggerakkan tangan di depan wajah Luna. Asisten rumah tangga itu mengikuti arah pandang Luna dan menemukan seonggok kertas yang berada di ujung bawah tempat tidur dan bergerak untuk mengambilnya. "Ah, Bi Imah. Maaf, saya tadi melamun, sampai tidak sadar kalau bibi sudah ada di sini," ucap Luna sembari beranjak dari tempat duduknya. Tidak terasa, sudah berjam-jam dia berada di posisi yang sama setelah bicara dengan Reno pagi tadi. Luna menggerak-gerakkan tubuhnya demi menghilangkan rasa sakit dan kaku yang menyelimutiny
"Apa ibu yakin sudah benar-benar pulih?" tanya Bi Imah yang tengah membersihkan kasur yang biasa ditempati Luna. Sementara itu, Luna tersenyum lebar sembari meregangkan tubuhnya di sisi lemari. "Iya, Bi Imah. Yah, meskipun saya tetap harus menjalani beberapa terapi setelah keluar dari sini, tetapi sekarang saya sudah merasa jauh lebih baik," jawab Luna dengan percaya diri. Bi Imah menatap wanita yang sudah lima tahun menjadi majikannya itu. "Tapi apa ibu yakin buat ketemu sama Pak Reno lagi?" Pertanyaan Bi Imah kali ini terdengar lebih pelan dan hati-hati, tetapi tatapan matanya menunjukkan kekhawatiran yang sangat jelas. Luna menghentikan kegiatannya dan menatap Bi Imah balik. Dalam hati kecilnya, Luna juga merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang sama dengan Bi Imah, tetapi Luna sadar bahwa dia harus menyelesaikan apa yang sudah dimulainya. "Tenang saja, Bi. Kali ini keputusan saya sudah sangat bulat. Saya tidak akan terpengaruh pada apapun lagi," ucap Luna sembari terkekeh pel
Luna menatap pantulan dirinya di cermin besar yang berada di kamar dengan dominasi warna putih itu. Sudah dua hari sejak dirinya diperbolehkan keluar dari kamar, tetapi Luna memilih untuk tetap menempati kamar itu alih-alih kembali ke kamar utamanya dengan Reno.“Wah, Bu Luna sudah cantik saja. Ibu mau pergi ke mana hari ini?” Suara Bi Imah yang memasuki kamar dengan sebuah paketan membuat Luna menoleh dan tersenyum senang.“Saya mau jalan-jalan, bi. Sudah lama sekali saya tidak keluar rumah, kan. Karena sudah selesai terapi juga, jadi saya mau nyenengin diri sendiri. Bi Imah mau dibawakan apa?” tanya Luna sembari menguncir rambut panjangnya. Kali ini Luna memilih mengenakan pakaian yang simple dan nyaman, yaitu kemeja lengan pendek berwarna tosca dan celana panjang berwarna putih tulang.Bi Imah menggeleng pelan dan menatap Luna dengan ekspresi senang yang terpancar jelas di wajahnya. “Tidak usah repot-repot, bu. Saya sudah sangat senang melihat ibu bisa keluar dari kamar kurungan in
“Memang siapa lagi yang sangat peduli pada saya sampai mengikuti saya seperti ini selain mas?” tanya Luna sembari terkekeh pelan.Aldi tersenyum kecil mendengar pertanyaan Luna. Ternyata dirinya terlalu mudah ditebak jika itu berkaitan dengan wanita cantik di depannya. Sejujurnya, Aldi juga tidak menyangka dia akan berakhir di hadapan Luna seperti ini.Aldi memang sudah menunggu di depan rumah Luna sejak pagi tadi, tetapi pria itu masih belum yakin untuk masuk dan menemui Luna karena takut mengganggu Luna yang tengah menenangkan diri. Hingga akhirnya, Aldi memutuskan mengikuti taksi online yang membawa Luna untuk memastikan keamanannya.“Haha, maaf kalau saya membuat kamu tidak nyaman. Begini, saya hanya tidak mau terjadi sesuatu yang buruk—” Ucapan Aldi terhenti karena fokusnya beralih pada Luna yang tersenyum manis padanya.“Tidak perlu dijelaskan, mas. Saya paham betul maksud Mas Aldi. Saya justru berterima kasih karena Mas Aldi mau repot-repot menyusul saya ke sini,” kata Luna dib
Tok. Tok. Tok.Suara ketukan dari pintu kayu di dekatnya membuat Luna menoleh. Di sampingnya, Bi Imah menahan tangan Luna dan menatap wanita itu dengan penuh kekhawatiran.“Bu, apa ibu tidak mau membatalkan saja janji hari ini? Untuk apa sih bu menuruti keinginan Pak Reno? Bagaimana kalau nanti Pak Reno malah berniat jahat sama ibu?” tanya Bi Imah dengan suara pelan.“Pak Gunawan dan Pak Aldi juga pasti sangat menentang keputusan ibu ‘kan?” sambung Bi Imah dengan ekspresi khawatir.Luna menatap asisten rumah tangganya dan mengangguk pelan. “Tidak apa-apa, bi. Kali ini, saya ingin membuat kenangan baru dengan Mas Reno. Setidaknya, dua hari ini bisa menjadi dua hari yang paling berkesan dari lima tahun pernikahan kami. Lagipula, saya juga akan langsung lari atau mencari bantuan kalau Mas Reno mulai emosi lagi, jadi, Bi Imah tenang saja ya,” ujar Luna menenangkan wanita yang sudah dia anggap seperti ibunya itu.“Ibu dan ayah juga senang sekali mendengar rencana kami untuk menghabiskan wa