Selamat membaca❤️ °° “Nah, ini dia! Akhirnya bintang utama yang ditunggu datang juga. Sini-sini, ayo masuk. Kita langsung ke ruang makan ya, kebetulan sekali sudah masuk waktunya untuk makan siang dan semua makanannya juga sudah siap di meja. Mama itu sudah buat banyak makanan loh, dijamin enak-enak! Kalian berdua pasti suka, deh. Apa lagi Arka. Wah, dia bisa nambah berkali-kali.”Ya, sekiranya itu kalimat panjang yang Liana lontarkan saat Arka dan Dahayu sudah tiba di rumahnya. Sungguh, wanita paruh baya itu benar-benar merasa sangat bahagia ketika mendapati Sang anak datang ke kediamannya demi untuk memenuhi undangan makan siang darinya. Rindu ; satu kata itu yang bisa menggambarkan seperti apa perasaan Liana, mengingat kalau waktu terakhir kali mereka bertemu adalah di hari Rabu pagi, karena Arka harus segera pergi ke luar kota untuk melakukan perjalanan dinas.“Aduh, heboh sekali ya Ibu satu ini. Bahkan Arka dan Dahayu saja belum sempat untuk mengucapkan salam,” ledek Arka, seb
Selamat membaca❤️ °° “Tolong langsung bawa koper itu ke mobil ya, Mbok Su. Nanti berikan saja pada Pak Taufik agar dia yang memasukannya ke dalam bagasi, kebetulan Mas Arka juga sudah ada di sini. Terima kasih banyak ya, Mbok.” Di saat ketiganya baru saja ingin memulai sesi makan siang itu, tiba-tiba saja mereka — lebih tepatnya Arka dan Dahayu dikejutkan dengan kedatangan Mbok Su, wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu di rumah baru Liana.Dan saat itu pun Mbok Su tak hanya datang dengan tangan kosong, melainkan dengan membawa dua koper berukuran sedang, yang bahkan ia sendiri tak tahu apa isinya.“Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi ya.” Diakhiri dengan membungkukkan tubuhnya, Mbok Su yang mendapati perintah dari sang majikan pun langsung pergi untuk menuju ke halaman depan, tak lupa pula membawa dua koper yang sudah ia maksud sebelumnya.Lantas, bagaimana dengan Arka dan Dahayu?Keduanya masih diam tak bergeming — belum ada sepatah kata apa pun yang mereka katakan, mas
Selamat membaca❤️ °° “Aduh, dingin sekali ya malam ini? Sepi dan sunyi pula.” Malam pun akhirnya tiba, dan suasana dingin benar-benar berhasil untuk menyelimuti tubuh Dahayu, yang mana saat itu ia sedang berada di balkon kamarnya — duduk sembari memandang ke arah langit nan gelap. Sunyi, keadaan saat itu benar-benar terasa sepi — sama seperti hidupnya.Menyendiri, hanya sendiri.Sekiranya hal itu yang sedang Dahayu lakukan — tanpa ada orang lain di dekatnya, termasuk Sang suami. Memilih untuk menenangkan hatinya ; berharap agar rasa sakitnya segera pudar, atau bahkan menghilang.Walau sudah dapat dipastikan jika hal itu akan terasa sulit.“Mama itu sudah mempermudah hidup kamu, Arka. Paham tidak? Mama sudah mengurus semuanya, jadi kamu hanya tinggal duduk dengan manis. Mulai dari jadwal cuti kamu di kantor, lalu tiket pesawat untuk pergi dan juga pulang, yang bahkan Mama juga sudah pesan kamar resort untuk kalian! Lagi pula, ini hanya pergi ke Bali saja, loh. Tidak jauh-jauh.” Ah,
Selamat membaca❤️ °° “Akhirnya sampai juga.”Ya, tak terasa waktu selama hampir 30 menit sudah berlalu, yang mana saat itu mereka — Arka dan Damara sudah tiba di tempat tujuan. Selama berada dalam perjalanan, tak ada banyak percakapan yang terjadi antara keduanya — karena Arka memilih untuk memfokuskan diri pada jalanan sembari mendengarkan lagu dengan menggunakan earphone.“Rahayu tengahi, Bu, Pak. Om swastiastu. Selamat datang di Seminyak Kitchen. Ingin pesan meja untuk berapa orang, Bu, Pak?”Dengan begitu ramahnya pelayan restoran itu menyambut kedatangan Arka dan Damara dengan bahasa asal dimana mereka berada — Bali ; rahayu tengahi yang berarti selamat siang, dan om swastiastu merupakan sapaan salam seperti assalamualaikum di dalam agama islam.“Kami ingin pesan meja untuk dua orang, ya. Tolong pilihkan table yang—”“Tidak usah, Mas. Kemarin aku sudah melakukan reservasi di restoran ini melalui web, jadi coba tolong dicek ya, Mba. Atas nama Damara Zoya.” “Baik, Bu. Ditunggu se
Selamat membaca❤️ °° “Bu, mohon maaf ya karena Dahayu baru sempat datang ke sini lagi. Hidup Dahayu kini sudah berubah, Bu. Akhir-akhir ini rumah tangga Dahayu dan Mas Arka sedang tidak baik-baik saja. Dahayu sedih, Bu. Menjadi seorang istri itu memang tak mudah ya? Dahayu kira tidak akan sesakit ini.” Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah Dahayu. Wanita itu kini sedang berada di makam Sang Ibu untuk menengok, seperti apa yang sudah ia katakan dan janjikan tadi malam.“Ibu, ternyata jadi kuat itu sulit sekali ya? Ibu pernah berkata dan berpesan padaku kalau aku harus menjadi wanita yang kuat dan juga tegar. Dahayu ingat betul dengan nasihat Ibu. Tetapi, Dahayu belum mampu untuk menjadi seperti itu, Bu.” Bulir demi bulir air mata pun akhirnya jatuh membasahi pipi. Rasa takut, resah, gelisah, bahkan rindu akan sosok Sang Ibu benar-benar sudah bercampur menjadi satu dalam dirinya.Karena nyatanya, tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain menangis.“Ah, seharusnya aku tidak boleh
Selamat membaca❤️ °° “Ibu, Dahayu izin pulang ya? Maaf tidak bisa lama karena Bu Liana masuk rumah sakit, penyakitnya kambuh dan Dahayu harus menemaninya di sana sampai Mas Arka dan Damara pulang.”Dengan sangat telaten Dahayu menaburkan bunga-bunga yang sudah ia beli tadi di atas makam Sang Ibu tercinta, tak lupa pula menyiramnya dengan sebotol air mawar.Dan kini, rumah baru Sang Ibu sudah kembali wangi.“Nanti Dahayu main ke sini lagi ya, Bu. Assalamualaikum, Ibu sayang.”Diakhiri dengan mengecup nisan Sang Ibu, tanpa mau untuk banyak mengulur waktunya lagi Dahayu pun langsung pergi dari tempat itu menuju ke rumah sakit.Hingga kini, waktu sudah hampir menunjukkan tepat pukul 8 pagi. Setelah berhasil untuk menempuh perjalanan dan juga membelah kemacetan, Dahayu pun akhirnya tiba di tempat tujuannya, yang mana ia sendiri juga langsung berlari untuk menuju ke ruang UGD — sesuai arahan yang diberikan Mbok Su.“Mba Dahayu! Di sini, Mba.” Samar terdengar ada suara yang memanggil nama
Selamat membaca❤️ °° “Jangan berbohong, Damara! Aku tahu kalau ini adalah ulah kamu. Benar, kan? Kemarin kamu sengaja menyembunyikan ponselku agar aku tidak bisa menghubungi Dahayu. Gila ya? Benar-benar licik. Keterlaluan!” “Tolong jaga ucapanmu, Mas! Kamu yang keterlaluan. Aneh! Atas dasar apa kamu menuduhku begitu? Yang bahkan aku sendiri saja tidak tahu apa-apa.” Memang sangat aneh. Pasalnya, tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba saja Damara memberikan ponsel Arka yang dinyatakan menghilang sejak beberapa hari lalu, pun hal itu sendiri tentunya berhasil menimbulkan fikiran negatif dari dalam diri Arka ; berfikir jika itu semua merupakan ulah Damara — wanita itu sengaja ingin memutus kontak antara dirinya dan Dahayu.“Hebat ya? Sudah berani berbohong ternyata? Berlagak sok polos dan tidak tahu apa-apa. Aku ini tidak sebodoh itu, Ra! Bahkan sudah terlihat dengan jelas kalau kejanggalan yang kamu buat itu nyata!” Arka menyambung ucapannya“Hey, jangan asal menuduh seenakn
Selamat membaca❤️ °° “Bukankah sudah saya katakan berkali-kali ya? Saya itu bisa melakukannya sendiri, dan saya tak membutuhkan bantuan kamu. Apa itu kurang jelas?” Kalian bisa lihat sendiri, kan?Ya, Liana tidak berubah, dia masih sama seperti dulu. Dirinya masih membenci Dahayu, entah sampai kapan akan terjadi. Seperti saat itu, jarum jam sudah menunjukkan tepat pukul 2 siang, ada Dahayu dan Liana yang sudah siap untuk pulang ke rumah karena Liana sudah dinyatakan pulih oleh Dokter.“Aduh, jangan dekat-dekat begini. Paham tidak sih? Saya itu sudah terlalu muak dengan aroma tubuh kamu, tidak enak!” Liana kembali menghina Dahayu, “Aroma tubuhmu itu tidak enak, Dahayu. Kamu tidak sadar, kah? Bau, saya tidak suka.” Rasa-rasanya, Dahayu sudah mulai terbiasa dengan hal itu, yang mana ia hanya bisa terdiam dan menundukan kepala, tak lupa pula menjauhkan dirinya dari Liana — menciptakan jarak aman antara keduanya.“Ternyata, aku salah lagi. Ya Allah, padahal aku hanya ingin bantu Mama k