Selamat membaca❤️ °° “Sayang, sudah ya? Cukup, jangan dilanjutkan lagi. Lihat itu, ramai. Memangnya kamu tidak malu? Kalau ada orang lain yang lihat dan dengar bagaimana?”Arkatama Maheswara, dengan cepat lelaki itu pun langsung melerai — menghentikan pertengkaran yang sedang terjadi antara kedua istrinya karena merasa takut dan malu jikalau ada karyawan lain yang melihat serta mendengar keributan itu.Bayangkan, ingin diletakan dimana wajah dan harga dirinya nanti?“Sudah ya, jangan marah-marah begitu. Kamu—”“Loh, memangnya aku tidak boleh marah ya? Aku ini sudah terlanjur kesal, Mas! Aku benar-benar tak terima karena dia selalu merendahkanku, bahkan dia selalu menuduhku! Apa kamu ingin membelanya?” tutur Dahayu dengan emosinya yang menggebu-gebu“Tidak, bukan maksudku ingin membelanya. Tetapi—”“Hey, Damara! Apa kamu tidak sadar kalau kamu itu sedang membuka aib kamu sendiri? Karena kamu yang sebenarnya tidak tahu diri dan tidak tahu malu!”Ya, lagi. Dahayu kembali memotong ucapa
Selamat membaca❤️ °° “Semua pesanannya sudah saya catat ya, Pak, Bu. Apa ada yang ingin ditambahkan lagi?” “Sudah cukup, itu saja. Terima kasih banyak ya, Mba.” “Terima kasih kembali, Pak, Bu. Silakan ditunggu.” Semua makanan yang mereka pesan sudah dicatat dengan baik oleh pelayan restoran — tak banyak, karena dua wanita itu sedang menjaga makan mereka, lalu setelahnya barulah pelayan itu pergi untuk menyiapkan pesanannya.“Ah, senang sekali ya rasanya bisa makan di tempat ini lagi. Dengan kamu pula. Ya walaupun ada yang berbeda,” ucap Dahayu memulai obrolan“Iya, sayang. Aku juga senang,” timpal Arka sembari meraih tangan Dahayu dan mengelusnya, “Terima kasih ya karena kamu sudah mau datang menemuiku,” lanjutnyaNyaman sekali rasanya, walau nyatanya tak bertahan lama karena tiba-tiba saja Damara ikut meraih tangan Arka — tak mau kalah, ikut menggenggam dan mengelus tangan lelaki itu, yang bahkan sampai ia kecup.“Mas sayang, istrimu ada dua loh. Kenapa yang digenggam seperti it
Selamat membaca❤️ °° “Ya rasa takut itu tentu masih ada, Mas. Rasa itu jelas masih membekas di hatiku karena luka yang Mama berikan cukup dalam, dan aku belum sepenuhnya melupakan hal itu. Tapi, bukankah aku tidak boleh terus menerus seperti itu ya? Apa lagi Mama sudah mengundangku untuk makan bersama di rumahnya. Aku terharu. Ini bukan mimpi, kan?”Arka ikut menangis, hatinya tersentuh. Ternyata, sebesar itu ya rasa cinta serta kesabaran yang ada di dalam hati Sang istri? Benar-benar luar biasa. Dahayu cantik luar dan dalam.“Ini bukan mimpi, sayang. Mama benar-benar mengundang kamu untuk makan siang bersama di rumahnya,” ucap Arka lagi sembari membawa Dahayu ke dalam peluknya, “Sudah, jangan menangis lagi ya. Semoga saja ini bisa menjadi awal perjalanan rumah tangga kita yang sebenarnya.”Dahayu pun menganggukan kepalanya, menyetujui ucapan Sang suami dengan harap agar perkataan itu akan menjadi sesuatu hal yang nyata.“Jadi jadwal kita hari ini berubah ya, Mas?” Dahayu bertanya u
Selamat membaca❤️ °° “Nah, ini dia! Akhirnya bintang utama yang ditunggu datang juga. Sini-sini, ayo masuk. Kita langsung ke ruang makan ya, kebetulan sekali sudah masuk waktunya untuk makan siang dan semua makanannya juga sudah siap di meja. Mama itu sudah buat banyak makanan loh, dijamin enak-enak! Kalian berdua pasti suka, deh. Apa lagi Arka. Wah, dia bisa nambah berkali-kali.”Ya, sekiranya itu kalimat panjang yang Liana lontarkan saat Arka dan Dahayu sudah tiba di rumahnya. Sungguh, wanita paruh baya itu benar-benar merasa sangat bahagia ketika mendapati Sang anak datang ke kediamannya demi untuk memenuhi undangan makan siang darinya. Rindu ; satu kata itu yang bisa menggambarkan seperti apa perasaan Liana, mengingat kalau waktu terakhir kali mereka bertemu adalah di hari Rabu pagi, karena Arka harus segera pergi ke luar kota untuk melakukan perjalanan dinas.“Aduh, heboh sekali ya Ibu satu ini. Bahkan Arka dan Dahayu saja belum sempat untuk mengucapkan salam,” ledek Arka, seb
Selamat membaca❤️ °° “Tolong langsung bawa koper itu ke mobil ya, Mbok Su. Nanti berikan saja pada Pak Taufik agar dia yang memasukannya ke dalam bagasi, kebetulan Mas Arka juga sudah ada di sini. Terima kasih banyak ya, Mbok.” Di saat ketiganya baru saja ingin memulai sesi makan siang itu, tiba-tiba saja mereka — lebih tepatnya Arka dan Dahayu dikejutkan dengan kedatangan Mbok Su, wanita paruh baya yang bekerja sebagai pembantu di rumah baru Liana.Dan saat itu pun Mbok Su tak hanya datang dengan tangan kosong, melainkan dengan membawa dua koper berukuran sedang, yang bahkan ia sendiri tak tahu apa isinya.“Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi ya.” Diakhiri dengan membungkukkan tubuhnya, Mbok Su yang mendapati perintah dari sang majikan pun langsung pergi untuk menuju ke halaman depan, tak lupa pula membawa dua koper yang sudah ia maksud sebelumnya.Lantas, bagaimana dengan Arka dan Dahayu?Keduanya masih diam tak bergeming — belum ada sepatah kata apa pun yang mereka katakan, mas
Selamat membaca❤️ °° “Aduh, dingin sekali ya malam ini? Sepi dan sunyi pula.” Malam pun akhirnya tiba, dan suasana dingin benar-benar berhasil untuk menyelimuti tubuh Dahayu, yang mana saat itu ia sedang berada di balkon kamarnya — duduk sembari memandang ke arah langit nan gelap. Sunyi, keadaan saat itu benar-benar terasa sepi — sama seperti hidupnya.Menyendiri, hanya sendiri.Sekiranya hal itu yang sedang Dahayu lakukan — tanpa ada orang lain di dekatnya, termasuk Sang suami. Memilih untuk menenangkan hatinya ; berharap agar rasa sakitnya segera pudar, atau bahkan menghilang.Walau sudah dapat dipastikan jika hal itu akan terasa sulit.“Mama itu sudah mempermudah hidup kamu, Arka. Paham tidak? Mama sudah mengurus semuanya, jadi kamu hanya tinggal duduk dengan manis. Mulai dari jadwal cuti kamu di kantor, lalu tiket pesawat untuk pergi dan juga pulang, yang bahkan Mama juga sudah pesan kamar resort untuk kalian! Lagi pula, ini hanya pergi ke Bali saja, loh. Tidak jauh-jauh.” Ah,
Selamat membaca❤️ °° “Akhirnya sampai juga.”Ya, tak terasa waktu selama hampir 30 menit sudah berlalu, yang mana saat itu mereka — Arka dan Damara sudah tiba di tempat tujuan. Selama berada dalam perjalanan, tak ada banyak percakapan yang terjadi antara keduanya — karena Arka memilih untuk memfokuskan diri pada jalanan sembari mendengarkan lagu dengan menggunakan earphone.“Rahayu tengahi, Bu, Pak. Om swastiastu. Selamat datang di Seminyak Kitchen. Ingin pesan meja untuk berapa orang, Bu, Pak?”Dengan begitu ramahnya pelayan restoran itu menyambut kedatangan Arka dan Damara dengan bahasa asal dimana mereka berada — Bali ; rahayu tengahi yang berarti selamat siang, dan om swastiastu merupakan sapaan salam seperti assalamualaikum di dalam agama islam.“Kami ingin pesan meja untuk dua orang, ya. Tolong pilihkan table yang—”“Tidak usah, Mas. Kemarin aku sudah melakukan reservasi di restoran ini melalui web, jadi coba tolong dicek ya, Mba. Atas nama Damara Zoya.” “Baik, Bu. Ditunggu se
Selamat membaca❤️ °° “Bu, mohon maaf ya karena Dahayu baru sempat datang ke sini lagi. Hidup Dahayu kini sudah berubah, Bu. Akhir-akhir ini rumah tangga Dahayu dan Mas Arka sedang tidak baik-baik saja. Dahayu sedih, Bu. Menjadi seorang istri itu memang tak mudah ya? Dahayu kira tidak akan sesakit ini.” Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah Dahayu. Wanita itu kini sedang berada di makam Sang Ibu untuk menengok, seperti apa yang sudah ia katakan dan janjikan tadi malam.“Ibu, ternyata jadi kuat itu sulit sekali ya? Ibu pernah berkata dan berpesan padaku kalau aku harus menjadi wanita yang kuat dan juga tegar. Dahayu ingat betul dengan nasihat Ibu. Tetapi, Dahayu belum mampu untuk menjadi seperti itu, Bu.” Bulir demi bulir air mata pun akhirnya jatuh membasahi pipi. Rasa takut, resah, gelisah, bahkan rindu akan sosok Sang Ibu benar-benar sudah bercampur menjadi satu dalam dirinya.Karena nyatanya, tak ada hal lain yang bisa dilakukan selain menangis.“Ah, seharusnya aku tidak boleh