Pandangan Mas Dimas dan ibu langsung tertuju padaku, ketika aku sedang berjalan ke arah mereka. Mereka tetap berdiri di samping perahu, menungguku."Ris, Kamu abis dari mana aja?" tanya Mas Dimas ketika aku sudah menghampiri mereka."Aku abis dari atas sana, Mas." Ku arahkan telunjukku ke gazebo yang ada di lereng tebing itu. Masih kutangkap sosok pemuda yang tadi kutemui di sana. Dia sedang duduk di gazebo itu."Ris, tadi kita ketemu sama Reza, tuh orangnya lagi asyik berduaan sama wanita lain," ujar Mas Dimas geram."Iya Mas, tadi aku juga udah melihatnya. Ya udah yuk, kita pulang aja," pintaku. Di sini rasanya sudah nggak nyaman lagi dengan adanya lelaki yang menyebalkan itu."Iya, Mas ... kita pulang aja, bulek juga udah capek jalan-jalan," sela ibuku. Mas Dimas mengangguk dan kami pun berjalan beriringan menjauh dari pantai.Setelah berpamitan dengan Pak Darmo dan istrinya, kami segera berjalan menuju mobil yang tadi diparkir di pinggir jalan.Ternyata di dekat mobil Mas Dimas ad
(PoV Bagaskara)Asistenku yang bernama Reza itu, kerjanya lamban sekali. Cuma diberi tugas untuk mempertemukanku dengan wanita yang bernama Riris saja, sampai sekarang masih belum berhasil. Ada saja alasannya.Seandainya aku nggak terikat janji pada Seno adikku, aku tidak akan merasa seperti orang yang dikejar-kejar hutang seperti ini. Yah, semoga saja aku bisa segera dipertemukan dengan gadis itu, cinta sejatinya adik lelakiku yang amat kusayangi itu.Hari ini aku akan melihat lokasi tanah yang akan dibuat Villa dan Cottage di pantai yang masih terbilang baru, karena belum banyak diketahui orang. Ya, siapa tahu prospeknya bagus di sana. Dan yang pasti harga tanahnya masih jauh lebih murah.Reza sudah membuat janji dengan pemilik tanah itu siang selepas Dhuhur. Kami berangkat dari kantor pukul sepuluh siang, beriringan dengan mobil masing-masing. Mobil Reza berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Dia yang sudah tahu lokasi itu sebelumnya.Setelah menempuh waktu perjalanan sekitar du
Riris dan Bu Rohman dengan hati-hati masuk ke mobil mewah Bagas setelah dipersilahkan masuk olehnya.Sebetulnya Riris merasa malu dan sungkan untuk ikut menumpang mobil itu, tapi karena keadaanlah yang membuat dia akhirnya bersedia menerima tawaran Bagas. Wanita berwajah teduh itu juga tidak tega jika ibunya terlantar, berlama-lama di pinggir jalan sedang hari sudah mulai gelap dan mereka berada di tengah hutan jati."Nduk ... mobilnya buaagus banget yo, nyaman banget naik mobil ini, ndak terasa getarannya, Ris," bisik Bu Rohman ke telinga putrinya dengan mata berbinar, saat mereka sudah duduk di kursi belakang sopir. Riris tidak membalas bisikan ibunya, dia hanya tersenyum simpul menanggapinya. Riris malu jika percakapan mereka terdengar oleh Bagas.Bu Rohman nampak takjub sekali menaiki mobil Alphart itu, karena ini pengalaman pertama mereka menaiki kendaraan mewah itu. Sebetulnya Riris juga merasa takjub menaiki mobil mewah itu, namun dia berusaha menutupi perasaannya. Dia hanya du
Aku nggak habis pikir, kenapa Riris dan ibunya bisa bersama Bos Bagas di Restoran itu. Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku terus melayang."Mas Reza ... kayaknya aku nggak bakal balik lagi ke Jakarta deh." Ucapan Nelly membuyarkan lamunanku."Eh, kenapa memangnya, Nel? Kok nggak mau pulang ke Jakarta?" tanyaku penasaran hingga membuat mataku mengernyit."Hm ... ada deeh, Mas," jawab Nelly manja.Gadis ini kenapa kalau ngomong selalu dimanja-manjain suaranya, apa dia suka seperti itu sama siapa saja? Tadinya kukira dia hanya seperti itu padaku. Tapi ternyata sama Bos Bagas dia lebih manja lagi kalau bicara.Apa Nelly menyukai Bosku ya? Ah, semoga saja tidak. Ini tantangan buat aku, jika aku berjodoh dengan Nelly nanti, aku akan mendidiknya agar menjadi istri yang sholihah, terutama dia mau menutup auratnya dengan berhijab. Dengan begitu aku kan bisa dapat pahala, karena bisa membuat Nelly hijrah menjadi wanita yang sholihah."Mas ... aku boleh minta tolong yaaahh!" tanya Nelly denga
Pagi yang cerah, Riris dan ibunya sedang sarapan di ruang tamu kontrakannya, yang hanya beralaskan karpet plastik."Nduk, semalam itu nggak nyangka yo, kita bisa berkenalan sama nak Bagas yang ganteng, baik, dan kaya lagi," Suara Bu Rohman memecah keheningan saat sarapan."Iya, Bu. Semua itu terjadi karena mobil Mas Dimas mogok," sahut Riris, sesuap nasi goreng kemudian masuk ke mulutnya."Iya ya, Nduk. Di setiap musibah ternyata ada hikmah di baliknya. Ibu juga nggak pernah tuh, mbayangin bisa naik mobil mewah yang alus mulus itu, sama makan enak di restoran mewah," jawab Bu Rohman kembali, senyumnya nampak sumringah, diteguknya teh manis hangat dalam gelas belimbing yang ada di depannya.Riris hanya mengangguk dan tersenyum menanggapinya. Dia merasa terharu melihat ibunya nampak bahagia setelah melewati duka, kehilangan orang yang paling mereka sayangi dan cintai."Nduk, nak Bagas itu baik banget ya, masak semalem sampai mau nganter kita di depan pintu kontrakan. Padahal cukup kita
Kejutan di Kolam Renang ApartemenSorenya, tepat jam pulang kerja, Nelly dan mamanya berkunjung ke North Apartemen. Mereka janjian dengan Reza untuk melihat-lihat unit apartemen yang akan disewakan itu."Ayo, Nel, Tante ... ikut saya," ajak Reza. Mereka berjalan ke sisi gedung sebelah kiri. Sebelum tiba di lift, terdapat sekat kaca yang terkunci. Reza menempelkan sebuah kartu di alat yang menempel pada dinding di samping pintu. Setelah alat itu menyala berwarna hijau, Reza mendorong handle pintu kaca hingga bisa terbuka. Mereka kemudian berjalan masuk ke dalam, menuju lift."Unit nya ada di lantai enam," kata Reza setelah mereka memasuki lift. Nelly dan mamanya tersenyum dan mengangguk.Tak berapa lama mereka sudah tiba di lantai enam, setelah keluar dari lift mereka harus melewati pintu kaca yang menyekat jalan menuju koridor. Lagi-lagi Reza harus menempelkan kartunya di alat yang menyatu dengan dinding untuk bisa membuka pintu kaca tersebut.Ya, sistem pengamanan di apartemen ini sa
Sesuai janji Reza, sore ini dia mengantarkan wanita yang bernama Riris ke ruanganku.Kini wanita itu telah berdiri di hadapanku. Kupandangi dia dari ujung kaki sampai kepala. Penampilannya mengingatkanku kepada seseorang. Dia juga suka memakai baju gamis dan jilbab lebar seperti ini. Wajahnya manis, wajah wanita jawa. Hm, tapi apakah dia betul Riris seperti yang Seno ceritakan padaku? Seno terakhir bertemu Riris juga masih SD, mungkin Seno kalau bertemu lagi dengan Riris juga sudah pangling dengan wajahnya."Silahkan duduk." Kusuruh wanita itu untuk duduk di kursi yang ada di depan meja kerjaku, setelah Reza keluar dari ruanganku."Betulkah Kamu yang bernama Riris?" tanyaku yang masih merasa ragu apakah dia betul Riris sahabat kecil adikku."Betul, Pak," jawabnya mantab."Perkenalkan, nama saya Bagas. Kamu pasti bertanya-tanya, kenapa diminta untuk menemui saya." Wanita yang bernama Riris hanya mengangguk pelan."Ada yang mau saya sampaikan padamu, tapi sebelumnya saya ingin bertanya
Setelah sepuluh menit aku menunggu di ruang tamu Bu Kardi, akhirnya Bu Kardi datang juga. Tapi kok dia datang sendirian? Di mana Budenya Riris?"Maaf ya, Nak Bagas ... rumah budenya Riris kosong, kata tetangga mereka lagi pergi ke rumah kerabatnya di kota Solo," ucap Bu Kardi dengan wajah kecewa.Mendengar ini aku jadi ikutan kecewa. Padahal tinggal sedikit lagi aku akan mendapatkan info tentang Riris. Kenapa ada saja halangannya. Rasanya berat sekali. Kuhela napas panjang, yah, mungkin memang aku harus lebih banyak bersabar lagi."Nak Bagas, kalau boleh saya tau, sebetulnya Nak Bagas ada keperluan apa ya, mencari Riris? Maaf loh, saya tanya seperti ini, soalnya sepertinya Nak Bagas keliatan ingin sekali ketemu dengan Riris, juga ingin tahu tentang Riris." Bu Kardi yang melihat kekecewaan di wajahku, berusaha untuk mengajakku mengobrol."Saya dapat amanah dari adek saya, Seno. Untuk menyampaikan sesuatu kepada Riris," jawabku datar."Loh memang Senonya kemana? Kok nggak dia sendiri ya