Pagi yang cerah, Riris dan ibunya sedang sarapan di ruang tamu kontrakannya, yang hanya beralaskan karpet plastik."Nduk, semalam itu nggak nyangka yo, kita bisa berkenalan sama nak Bagas yang ganteng, baik, dan kaya lagi," Suara Bu Rohman memecah keheningan saat sarapan."Iya, Bu. Semua itu terjadi karena mobil Mas Dimas mogok," sahut Riris, sesuap nasi goreng kemudian masuk ke mulutnya."Iya ya, Nduk. Di setiap musibah ternyata ada hikmah di baliknya. Ibu juga nggak pernah tuh, mbayangin bisa naik mobil mewah yang alus mulus itu, sama makan enak di restoran mewah," jawab Bu Rohman kembali, senyumnya nampak sumringah, diteguknya teh manis hangat dalam gelas belimbing yang ada di depannya.Riris hanya mengangguk dan tersenyum menanggapinya. Dia merasa terharu melihat ibunya nampak bahagia setelah melewati duka, kehilangan orang yang paling mereka sayangi dan cintai."Nduk, nak Bagas itu baik banget ya, masak semalem sampai mau nganter kita di depan pintu kontrakan. Padahal cukup kita
Kejutan di Kolam Renang ApartemenSorenya, tepat jam pulang kerja, Nelly dan mamanya berkunjung ke North Apartemen. Mereka janjian dengan Reza untuk melihat-lihat unit apartemen yang akan disewakan itu."Ayo, Nel, Tante ... ikut saya," ajak Reza. Mereka berjalan ke sisi gedung sebelah kiri. Sebelum tiba di lift, terdapat sekat kaca yang terkunci. Reza menempelkan sebuah kartu di alat yang menempel pada dinding di samping pintu. Setelah alat itu menyala berwarna hijau, Reza mendorong handle pintu kaca hingga bisa terbuka. Mereka kemudian berjalan masuk ke dalam, menuju lift."Unit nya ada di lantai enam," kata Reza setelah mereka memasuki lift. Nelly dan mamanya tersenyum dan mengangguk.Tak berapa lama mereka sudah tiba di lantai enam, setelah keluar dari lift mereka harus melewati pintu kaca yang menyekat jalan menuju koridor. Lagi-lagi Reza harus menempelkan kartunya di alat yang menyatu dengan dinding untuk bisa membuka pintu kaca tersebut.Ya, sistem pengamanan di apartemen ini sa
Sesuai janji Reza, sore ini dia mengantarkan wanita yang bernama Riris ke ruanganku.Kini wanita itu telah berdiri di hadapanku. Kupandangi dia dari ujung kaki sampai kepala. Penampilannya mengingatkanku kepada seseorang. Dia juga suka memakai baju gamis dan jilbab lebar seperti ini. Wajahnya manis, wajah wanita jawa. Hm, tapi apakah dia betul Riris seperti yang Seno ceritakan padaku? Seno terakhir bertemu Riris juga masih SD, mungkin Seno kalau bertemu lagi dengan Riris juga sudah pangling dengan wajahnya."Silahkan duduk." Kusuruh wanita itu untuk duduk di kursi yang ada di depan meja kerjaku, setelah Reza keluar dari ruanganku."Betulkah Kamu yang bernama Riris?" tanyaku yang masih merasa ragu apakah dia betul Riris sahabat kecil adikku."Betul, Pak," jawabnya mantab."Perkenalkan, nama saya Bagas. Kamu pasti bertanya-tanya, kenapa diminta untuk menemui saya." Wanita yang bernama Riris hanya mengangguk pelan."Ada yang mau saya sampaikan padamu, tapi sebelumnya saya ingin bertanya
Setelah sepuluh menit aku menunggu di ruang tamu Bu Kardi, akhirnya Bu Kardi datang juga. Tapi kok dia datang sendirian? Di mana Budenya Riris?"Maaf ya, Nak Bagas ... rumah budenya Riris kosong, kata tetangga mereka lagi pergi ke rumah kerabatnya di kota Solo," ucap Bu Kardi dengan wajah kecewa.Mendengar ini aku jadi ikutan kecewa. Padahal tinggal sedikit lagi aku akan mendapatkan info tentang Riris. Kenapa ada saja halangannya. Rasanya berat sekali. Kuhela napas panjang, yah, mungkin memang aku harus lebih banyak bersabar lagi."Nak Bagas, kalau boleh saya tau, sebetulnya Nak Bagas ada keperluan apa ya, mencari Riris? Maaf loh, saya tanya seperti ini, soalnya sepertinya Nak Bagas keliatan ingin sekali ketemu dengan Riris, juga ingin tahu tentang Riris." Bu Kardi yang melihat kekecewaan di wajahku, berusaha untuk mengajakku mengobrol."Saya dapat amanah dari adek saya, Seno. Untuk menyampaikan sesuatu kepada Riris," jawabku datar."Loh memang Senonya kemana? Kok nggak dia sendiri ya
Aku kini dihadapkan pada pilihan yang sulit. Antara dipecat, atau memilih tetap bekerja namun hanya sebagai sekuriti atau satpam di North Apartemen, ditambah lagi harus mencari Riris dan meminta maaf dengan bersujud di hadapan Pak Bagas."Saya minta tolong, Pak Bagas, beri saya waktu untuk berpikir," pintaku kepadanya dengan wajah memelas."Baiklah, Kamu saya beri waktu sampai besok untuk memilih. Sekarang Kamu boleh pergi dari ruangan ini!" usir Pak Bagas sambil mengibaskan tangannya ke arahku, sakit sekali rasanya diperlakukan seperti itu."Terima kasih, Pak ... permisi."Aku meninggalkan ruangan Bosku dengan langkah gontai. Rasanya seluruh tulangku mau rontok, lemas tak berdaya. Bagaimana dengan masa depanku? Kenapa aku bernasib sial seperti ini. Aku berniat mentalak Riris karena aku ingin bebas dan bisa pergi jauh darinya. Tapi kenapa takdir selalu membawaku untuk berurusan dengan wanita itu.Pilihan dari Pak Bagas semuanya buruk, aku betul-betul bingung sekarang harus memilih yan
Bu Rohman dan Riris sudah memulai usaha ayam goreng bacemnya. Awalnya yang memesan masih sedikit, hanya teman-teman dekat Dimas di kantor dan kosnya. Namun setelah mereka merasakan ayam goreng bacem buatan Bu Rohman yang sangat lezat itu, mereka sangat menyukainya dan memesan kembali, bahkan ikut mempromosikan kepada teman-teman mereka yang lainnya."Bu, alhamdulillah ya, ayam goreng bacem kita sekarang banyak yang pesen. Mas Dimas baik banget ya, Bu ... udah banyak bantuin mempromosikan jualan kita," kata Riris sembari mengupas bawang putih."Iya Nduk, dari dulu kan Masmu itu memang baik, apalagi sama Kamu. Coba aja dia bukan sepupumu, pasti ibu mau punya menantu dia," timpal Bu Rohman, tangannya nampak sibuk mencuci ayam-ayam potong di wastafel."Ih, Ibu kok bilang gitu sih?" Riris sampai menghentikan kegiatannya mengupas bawang, bibirnya mengulas senyum namun dahinya berkerut. Ucapan Bu Rohman terdengar aneh baginya."Lah, iya toh, coba kalau Dimas itu orang lain. Sikapnya yang bai
(PoV Bagas)Aku terkejut bukan kepalang melihat Reza memasuki ruanganku bersama Risma. Seketika aku berdiri dari posisi dudukku.Iya betul, itu Risma ... jadi selama ini gadis yang kucari itu adalah Risma alias Riris? Rismawati nama lengkap yang disebutkan Bu Rohman waktu itu. Ternyata gadis itu biasa dipanggil Riris.Padahal Allah sudah mempertemukanku dengannya tiga kali. Tapi aku masih berusaha mencarinya. Kuhela napasku pelan. Mataku masih terpaku melihat sosok gadis di hadapanku ini. Rasanya seperti mimpi. Tapi saat ini nyata, dia sedang berdiri di ruangan ini. Wajahnya yang teduh itu nampak tersipu malu, dia terus menunduk menjaga pandangannya."Assalaamu'alaikum," sapanya pelan."Wa'alaikumussalam," jawabku."Silahkan duduk Ris-Risma ...." Kupersilahkan dia duduk di kursi sofa yang ada di sudut ruangan. Aku ingin pertemuan ini terkesan santai tidak kaku dan tegang.Riris berjalan menuju sofa paling ujung dan aku mengikutinya duduk di sofa lain yang menghadap ke samping, sehingg
Riris melangkah keluar ruangan kerja Bagas di iringi oleh Bagas."Ris, tadi ke sini sama siapa?" tanya Bagas saat mereka sedang berjalan di koridor menuju lobby."Saya dianter sama Mas Dimas, dia menunggu di lobby," jawab Riris dengan sedikit menunduk. Gadis itu merasakikuk dan malu berada di dekat Bagas."Oh sama Dimas, baiklah saya anter ke lobby ya, sekalian mau ketemu juga sama Dimas," ucap Bagas sembari tersenyum tipis.Mereka terus berjalan hingga tiba di lobby yang bernuansa etnik itu. Dimas yang sudah melihat Riris dan Bagas yang sedang menuju lobby bergegas berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri mereka."Assalaamu'alaikum, Pak Bagas," sapa Dimas sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak Bagas bersalaman."Wa'alaikumussalam," sahut Bagas, tangannya menjabat tangan Dimas dengan erat."Wah, maaf nih pasti sudah menunggu lama," ucap Bagas kembali."Oh, enggak papa, Pak Bagas, kebetulan ini pas jam istirahat siang saya," jawab Dimas dengan tersenyum ramah. Riris hanya b