Riris melangkah keluar ruangan kerja Bagas di iringi oleh Bagas."Ris, tadi ke sini sama siapa?" tanya Bagas saat mereka sedang berjalan di koridor menuju lobby."Saya dianter sama Mas Dimas, dia menunggu di lobby," jawab Riris dengan sedikit menunduk. Gadis itu merasakikuk dan malu berada di dekat Bagas."Oh sama Dimas, baiklah saya anter ke lobby ya, sekalian mau ketemu juga sama Dimas," ucap Bagas sembari tersenyum tipis.Mereka terus berjalan hingga tiba di lobby yang bernuansa etnik itu. Dimas yang sudah melihat Riris dan Bagas yang sedang menuju lobby bergegas berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri mereka."Assalaamu'alaikum, Pak Bagas," sapa Dimas sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak Bagas bersalaman."Wa'alaikumussalam," sahut Bagas, tangannya menjabat tangan Dimas dengan erat."Wah, maaf nih pasti sudah menunggu lama," ucap Bagas kembali."Oh, enggak papa, Pak Bagas, kebetulan ini pas jam istirahat siang saya," jawab Dimas dengan tersenyum ramah. Riris hanya b
Sepulang dari kantor Bagas, Riris hanya mengurung diri di kamar. Bu Rohman yang melihat perubahan pada diri Riris merasa khawatir. Riris baru saja bangkit dari keterpurukan, jangan sampai putrinya itu terjatuh lagi bahkan semakin terpuruk.Bu Rohman sudah berusaha menanyakan ada apa gerangan yang terjadi pada putrinya. Namun Riris masih enggan untuk bercerita. Dia hanya ingin waktu untuk menyendiri sejenak.Malamnya, Riris akhirnya mau keluar dari kamarnya. Bu Rohman tersenyum lega."Nduk, ayok kita makan malam," ajak Bu Rohman dengan suara lembut. Riris hanya mengangguk dan menyunggingkan senyum tipisnya.Di atas karpet sudah tersaji makanan yang sudah disiapkan oleh Bu Rohman. Mereka duduk lesehan menikmati makan malam yang sederhana itu. Mereka makan dalam hening.Bu Rohman tidak berani bertanya apapun pada Riris, hanya menunggu saja, saat Riris hatinya sudah tenang dan siap menceritakan semuanya kepadanya."Bu, tadi Pak Bagas nitip salam kembali buat Ibu, trus bilang terima kasih
"Assalaamu'alaikum, Ris," sapa Bagas. Saat Riris masih terbengong di hadapannya."Wa-alaikumus-sa-lam," jawab Riris terbata. Dia nampak kikuk dan malu menerima tamu yang tak terduga ini. Mana dia cuma pakai daster rumahan dan jilbab kaos yang warnanya enggak nyambung. Belum lagi wajahnya yang keringatan sehabis menyiapkan pesenan 50 kotak ayam goreng bacem."A-ada apa ya, Mas?" Pertanyaan Riris meluncur begitu saja. Merasa aneh dengan kedatangan Bagas karena baru saja kemarin mereka bertemu di kantornya Bagas. Sekarang tiba-tiba Bagas sudah berada di depan pintu rumahnya.Belum sempat Bagas menjawab pertanyaan Riris, Bu Rohman sudah memasuki ruang tamu dengan setengah berteriak."Ris! Ayo buruan dimasukin kotakannya ke mobil masmu, kok malah ditahan di depan pintu toh," perintah Bu Rohman yang menduga yang datang adalah Dimas."Ya Allah! Nak Bagas toh yang datang?!" pekik Bu Rohman kaget hingga mulutnya ditutupi oleh telapak tangannya yang masih basah itu. Bagas hanya tersenyum simpul
Nelly berjalan menuju bagian kasir salon, saat tiba di depan meja kasir, netranya menangkap sosok lelaki yang selama ini diidamkannya. Bagas, yang tengah duduk di sudut ruangan, sibuk membuka-buka majalah.'Itukan Pak Bagas, ngapain ya, dia di sini? Apa mau treatment juga? Duh kesempatan untuk pedekate nih. Tapi aku harus pakai cara apa ya? Dia terlalu dingin dan cuek. Susah sekali melelehkan si gunung es ini, huft ... ahaa ... aku punya ide!' pekik Nelly dalam hati."Mbak, kalau boleh tahu, pria yang duduk di sudut ruangan itu, ambil treatment apa ya?" tanya Nelly dengan suara yang sangat pelan kepada karyawati salon."Oh, Pak Bagas? beliau ambil treatment massage kaki Mbak," jelas mbaknya. Nelly langsung membisikkan sesuatu kepada wanita itu. Mbak karyawati salon itu mengangguk-angguk mendengarkan bisikan Nelly. Kemudian mbak karyawati salon bagian depan itu memanggil salah satu terapis untuk mendekat. Nelly dan terapis itu kemudian berjalan ke belakang beriringan."Pak Bagas, ruang
Hari ini hari Sabtu, pelatihan satpam cuma diadakan setengah hari saja. Jam satu siang para peserta latihan sudah boleh pulang. Reza bergegas ke laundry untuk mencucikan seragam kaos latihannya, kemudian dari sana langsung pulang ke rumah.Sudah sepekan Reza mengikuti pelatihan satpam. Warna kulitnya yang putih bersih itu kini menjadi sawo matang tapi belang, karena bagian tubuhnya yang tertutupi kaos seragam dan celana panjang tetap putih. Sedangkan tangan, leher dan wajahnya sudah berubah menjadi lebih gelap dan kusam karena terbakar sinar matahari.Setiba di rumah, Reza tidak menyia-nyiakan waktu siangnya yang kosong itu untuk tidur. Rencana nanti malam dia akan bertemu dengan Nelly, menghabiskan malam minggu bersamanya. Nelly akan mentraktir Reza makan malam untuk merayakan diterimanya dia bekerja di Rumah Sakit Internasional.Sore hari Reza sudah bangun dan bersiap membersihkan badannya dan berpakaian serapih mungkin. Tak lupa dia memakai parfum beraroma maskulin untuk menambah r
Nelly tidak menyangka, di hadapan kedua orang tua Reza, dia diberi pertanyaan seperti itu. Ditelannya saliva sembari berpikir keras jawaban apa yang akan dia berikan kepada Reza."Mhh, kok cepet sekali ya? Sebulan ... menikah kan butuh persiapan, iya kan, Tante?" Nelly beralih bertanya ke bundanya Reza. Dia memang tidak yakin akan bisa menikah secepat itu. Dia baru saja mulai membuka hatinya untuk Reza. Setelah dia patah hati oleh sikap dingin dan super cueknya Bagas kepadanya."Begini, Nel, menurut tante sih kalau Reza sudah punya niat baik untuk menyempurnakan agamanya, kenapa musti menunggu lama-lama? Niat baik itu enggak baik ditunda-tunda. Soal persiapan pernikahan, itu bisa diatur Nel. Yang penting menikah aja dulu. Resepsinya kan bisa menyusul," saran Bu Santi panjang lebar."Tapi menurut Ayah sih ada baiknya kalian tidak terburu-buru. Cobalah untuk saling mengenal pribadi masing-masing dan memantabkan hati dulu. Agar pernikahan kalian nantinya bisa langgeng." Ayah Reza menimpa
Matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat, setelah puas melihat sekumpulan burung kuntul yang pulang ke sarangnya, Riris dan Dimas akhirnya memutuskan untuk kembali pulang.Sepanjang perjalanan pulang, Riris tak hentinya menyunggingkan senyum manisnya, dia nampak bahagia sekali. Gadis manis itu mengatakan kepada Dimas bahwa pengalaman tadi adalah pengalaman yang terindah dalam hidupnya, selamanya akan selalu terkenang di hatinya. Dimas sungguh merasa terharu mendengarnya, hanya bisa menanggapinya dengan seulas senyum penuh rasa puas.'Sama, Ris. Aku juga tidak akan pernah melupakan kenangan kebersamaan kita tadi. Walaupun aku tidak bisa memilikimu, cukuplah aku memiliki kepingan puzle kenangan bersamamu.' Dimas membatin, netranya yang mulai mengembun itu, terus menatap jalanan yang ada di depannya."Ris, mohon doanya ya, mulai besok mas akan bekerja di perusahaan Pak Bagas, semoga selalu dimudahkan dan dilancarkan di tempat kerja mas yang baru ini," ucap Dimas masih sembari melaju
Hari pertama Dimas bekerja sebagai Asisten CEO-nya Bagas berjalan dengan lancar. Dimas yang supel dan cerdas, bisa cepat belajar mengenai tugas-tugasnya sebagai asisten. Dia juga cepat akrab dengan semua jajaran dan staff yang ada di sana."Terima kasih ya, Sinta ... udah banyak membantuku hari ini," ucap Dimas kepada Sinta sang sekretaris. Seulas senyum mengembang manis di bibir Dimas. Sinta membalasnya dengan senyuman yang merekah, Sinta sepertinya senang dengan kepribadian Dimas yang ramah dan rendah hati itu."Santai aja, Mas Dimas. Enggak perlu berterima kasih. Ini sudah jadi tugas saya juga kok. Pokoknya kalau ada yang mau ditanyain ke saya, jangan sungkan ya!" jawab Sinta sembari menyusun map dan file yang ada di atas mejanya."Oke, siap!" sahut Dimas dengan suara mantab.Tak lama gawai Dimas berdering, ternyata Bagas yang menelepon dan memintanya untuk masuk ke ruangannya."Ada yang bisa saya bantu, Pak," sapa Dimas ketika sudah berada di dalam ruangan Bagas."Saya panggil Dim