"Apa itu Elzien? Atau hanya sebuah kebetulan mirip?" gumamnya menatap kepergian sang Dokter yang berbelok di lorong."Mungkin pasien di Rumah Sakit lain yang memang mirip. Mustahil Elzien selamat dan ini sudah dua tahun dari kecelakaan. Kalau pun ditemukan mungkin sudah tak bernyawa lagi," lanjutnya lagi kembali menerima kenyataan bahwa kakaknya memang sudah tiada.*******Javaz kembali fokus memandangi Shifra yang terlelap dari balik kaca. Perempuan itu bahkan tak lagi berhijab, tak lagi ingat apalagi mengerjakan kewajiban pada Tuhannya. Melihat kenyataan seperti ini, hatinya kembali dirundung rasa bersalah. Andai tak terhasut oleh Haribawa, andai tak melakukan perbuatan bia dab itu.Waktu tak bisa diputar kembali."Apakah ada ampunan untukku, Ya Allah?" gumamnya diteruskan dengan ucapan istighfar berkali-kali. Di sudut matanya sudah bertumpuk cairan bening yang siap menetes. Javaz segera mengusapnya. Menetralkan kembali pernapasannya. Lalu mundur dan menjalankan kurji roda elektrik
"KAKAAAK!?" pekik Zora menatap Javaz yang membuka pintu kamar mandi dengan bath robe menutub tubuhnya.Satu tangannya terbalut perban dan yang lain mengacak rambut dengan handuk kecil."Apa yang kalian lakukan di kamarku?" ulangnya memincingkan mata pada dua pria yang kembali berdiri dari lantai setelah terjengkang saat dia membuka pintu."Ma-af, Pak! Mbak Zo-""Sudah sudah! Maaf jadi merepotkan Pak Edi dan Mang Ujang! Kak Javaz kenapa tadi berteriak? Dan apa yang terjadi?" serobot Zora mengibaskan tangan pada dua sekuriti lalu menyipitkan mata pada sang kakak.Javaz menggedikkan bahu dan tersenyum tipis."Bikin jantungan aja, deh!" omel Zora memukul punggung kakaknya."Kami permisi, Pak, Mbak Zora!" Pak Edi dan Mang Ujang mengangguk pamitan pada Javaz lalu Zora bergantian."Kenapa tangannya?!" ketus perempuan yang menggendong Ezra itu menatap tangan Javaz."Nggak kenapa-napa! Dah kuobati sendiri." balasnya datar dan melanjutkan menyisir rambutnya."Keluar dulu sana! Mau ganti, nih!""
"Apa artinya Kak Jav harus pergi juga? Gimana nasib Ezra?" tanya Zora membuat Javaz menggeleng dan menunduk."Bukan itu maksudku, Ra! Yang kutakutkan adalah Elzien kembali, dia masih hidup di tolong seseorang lalu hilang ingatan atau koma atau disekap dan sengaja disembunyikan, entahlah," Pria yang baru saja kembali dari masjid itu melepaskan peci dan mengacak rambutnya frustasi."Kita sewa detektif? Kalo orang biasa kemungkinan terlacak, sangat kecil. Kamu taulah, Kak?"Javaz mengangguk dan tampak berpikir keras. Jemarinya mengetuk meja dengan gusar. Andai benar masih hidup, dan Shifra masih dalam keadaan tak sehat akalnya. Maka apa yang akan terjadi tak bisa dibayangkannya.Pun sama andai sudah meninggal, akankah Shifra masih bisa menerima keadaan statusnya dengan Javaz dan juga Ezra?*******"Keenan! Bantu Kakak?!" teriak seorang pria sekitar 40 tahunan menggendong tubuh penuh darah di kepala dan luka hampir merata."Ya Tuhan! Apa yang terjadi, Kak?" Perempuan yang sedang santai d
"Apa kamu masih ada hubungannya dengan keluarga pasienku di Rumah Sakit Jiwa itu? Kalian mirip sekali?" gumam Keenan saat meneliti semua alat yang terpasang di tubuh pria yang telah dua tahun dirawatnya secara pribadi di rumah.Selama dua tahun Keenan pulang pergi seminggu sekali ke Kota untuk bertugas sebagai dokter di salah satu Rumah Sakit Jiwa. Lalu mengambil cuti dua atau tiga hari untuk merawat pria yang diselamatkan kakaknya, tanpa sepengetahuan siapa pun.Ken dikabarkan ikut ke Kota bersama Keenan, sedangkan Keenan sendiri pulang pergi ke kampung saat malam sudah larut. Tetangga dan warga kampungnya menganggap kediaman Ken dan Keenan kosong tak berpenghuni. Semua lampu dibiarkan menyala siang dan malam. Rerumputan dan semak belukar dibiarkan tumbuh liar di sekitar rumah. Kedua kakak beradik itu benar-benar rapi menyembunyikan pria yang diberitakan dimangsa binatang buas itu."Kak, kita harus kembalikan dia pada keluarganya. Dia-dia Elzien Kagendra
-- Jangan takut kehilangan cinta seorang makhluk. Tapi takutlah jika kehilangan cinta dari-Nya. Pemilik Cinta Agung, Allah-Tuhan Yang Maha Pemberi Cinta --Pemeriksaan terhadap Javaz, Zora dan Shifra dilakukan bertahap dan bergantian. Ketiganya menjalaninya secara terpisah dan ditangani beberapa dokter ahli lainnya, tak hanya dokter Keenan. Ezra sendiri tetap dirawat Zora ditambah pengasuh yang sudah profesional dari Pusat Penyedia Pelayanan Pengasuhan Tumbuh Kembang Ibu dan Anak.Sementara itu, Elzien yang sudah berangsur pulih kondisi fisiknya, diajarkan duduk. Bertahap, menyentuh dan memegang peralatan makannya sendiri. Ken sangat telaten membimbing dan menuntun El layaknya seorang kakak pada adiknya. Seorang ayah oada anaknya sendiri."Terima kasih, Kak! Tanpa Kak Ken mungkin aku sudah benar-benar akan berpisah dengan Shifra, istriku. Padahal baru saja aku merasa menjadi seorang suami seutuhnya kemarin. Lalu aku harus pergi meninggalkannya. Semoga dia masih menungguku dengan setia.
"Ada apa dengan istriku? Kamu dokter Kejiwaan 'kan?" Seorang pria dengan kalimat terbata sedikit berteriak bertanya dari balik pintu kamar rawat yang tak tertutup sempurna. Dia mendengar semua yang dikatakan sepasang saudara yang menolongnya itu.Seketika keduanya menoleh dan Keenan memejamkan mata bersamaan dengan Ken yang menggeleng pelan."Apa Shifra gila karena kehilanganku?" ulang Elzien meminta jawaban.Dua bersaudara itu saling pandang lalu sang Kakak mengangguk meyakinkan Keenan. Dengan mengatakan kejujuran berharap Elzien tidak akan kecewa di kemudian hari."Ya, dia kemungkinan dalam keadaan hamil saat Kak El kecelakaan-""Bagaimana bisa hamil sedangkan aku baru se-" sahut Elzien buru-buru memotong kalimat Keenan.Pria yang sudah duduk bersandar di atas brangkar itu menggeleng dan menghentikan ucapannya. Gerakan dan ucapannya sudah semakin lancar dari sebelumnya. Hanya berdiri dan berjalan yang masih kaku dan masih butuh bantuan."Jadi ... aku berhasil meninggalkan benih di r
'Jav ... semoga bukan kamu yang merusak Shifraku! Aku lebih mencurigai Baron dalam hal ini.' batin Elzien sambil memutar ingatannya kembali."Ron! Aku harus menemui Ayahmu siang ini secara pribadi sebaiknya kamu tak ikut. Aku akan mengajak Shifra." kata Elzien buru-buru memasukkan dokumen ke dalam map saat melihat jam tangannya."Baik Pak!" balas Baron dengan keformalannya."Ayolaaah Ron! Kenapa sih harus segitunya? Kita temenan sejak bayi, kamu masih saja sungkan padaku. Padahal aku nggak minta kamu bersikap seperti bawahan ke atasan atau sebaliknya. Berapa kali aku harus mengatakan ini?" protes pria berpakaian casual itu terkekeh.Dimulai dari sana seperti gelagat aneh tampak pada Baron sampai detik terakhir Elzien mengalami kecelakaan."Biar saya bawakan tasnya, Pak! Anda bisa fokus mengendarai ATV-nya!" Saat hendak menaiki kendaraan beroda empat kala itu, sang asisten menawarkan pelayanannya."Kenapa wajah kami pucet gitu, Ron? Kamu sakit?" tanya Elzien mulai curiga ada yang aneh
"Terbaik untuk apa? Kak El? Maksudmu Elzien? Dia masih hidup?" Suara dari balik gorden kamar membuat Keenan berbalik dengan cepat dan seketika terbelalak."P-Paak Ba-Baa-Rron?" desis Keenan mundur sambil gemetaran.Pria yang sekarang di hadapannya itu tanpa kaca mata, memakai penutup kepala dan pakaian serba hitam. Melangkah mendekat dengan tatapan yang menghunus tajam. Suara sepatunya semakin menambah detak jantung Keenan seperti meloncat keluar."Di mana kamu sembunyikan Elzien? KATAKAN!" sentak Baron menghimpit tubuh Keenan di kaca lemari.Jari perempuan dengan kutek merah itu mengepal kuat di belakang tubuhnya hingga menyembulkan urat di pergelangan tangan.Baron menangkup pipi Keenan dengan satu tangannya hingga bibir berlipstik senada gaun peach yang dikenakannya itu mengerucut, membentuk huruf O."Di mana Elzien kamu sembunyikan?!" bisiknya penuh penekanan dengan gigi yang saling gemeletuk."Aaarrrgh!"Keenan mengangkat lututnya, menghantam bagian tengah kaki Baron cukup keras.