Share

13.Perih

Mas Baja dan Ibu mertua terus berjalan ke arah ruang inap Ibu. Menyadari hal itu, aku segera menyusul mereka. Takut hal buruk akan terjadi pada Ibu.

“Jangan buru-buru, Mir. Kamu belum jadi makan.” Tangan Mas Arhab menghentikan langkahku. “Duduk dulu barang sejenak. Ini rotinya.”

Apa daya aku memang sangat lapar. Sebuah pikiran positif berusaha kukuatkan. Tidak mungkin Mas Baja dan Ibu mertua berbuat macam-macam. Kuputuskan untuk menerima tawaran Mas Arhab. Sebuah bangku panjang di sisi kiri koridor rumah sakit kupilih. Aku duduk tenang di sana. Melahap roti berisi coklat dengan gambar kartun favorit Akila. Satu suap aku masih bisa menikmati. Suapan berikutnya pun sama. Namun, aku kembali menangis. Kali ini bukan hanya karena hatiku yang perih, tetapi rasa malu terhadap orang di sampingku. Aku sungguh tidak bisa menerka apa yang ada dalam pikirannya. Apakah ia akan menganggapku sebagai manusia rendah seperti ucapan ibu mertua tadi? Ataukah ia tak peduli? Aku tak sanggup membayangkanny
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status