Share

DYHTAL-5

~Bagaimana aku bisa bahagia, sedangkan ada banyak hati yang harus aku jaga~

Di sepertiga malam ini, aku bersimpuh di hadapan Rabb-ku. Meminta petunjuk, meminta ketenangan hati, dan meminta yang terbaik untuk kehidupan dunia dan akhiratku. Karena aku sadar, tak ada yang bisa memberi petunjuk selain Allah.

Jujur, setelah perceraianku dua tahun kemarin. Aku menjadi memiliki keinginan untuk berhijrah. Terutama memakai hijab disetiap saat. Dan alhamdulillah atas kemudahan dari Allah dan dorongan dari orang-orang terdekatku, terutama sahabatku Irene yang lebih dulu berhijab syar'i, aku kini memantapkan hati memakai hijab. Awalnya aku ragu, tapi karena hati yang selalu saja gelisah akhirnya aku nekat berhijrah. Bermodal niat ingin memperbaiki diri karena Allah. Bahkan kalau bisa aku ingin langsung memakai cadar. Ah, mungkin itu akan aku pikirkan lagi kelak ketika aku sudah memiliki imam dalam rumah tanggaku.

Aku sadar sekarang bahwa segala sesuatu itu harus atas kehendak Allah. Maka kini aku pasrahkan segala sesuatunya kepada Allah.Tak ada daya dan upaya manusia yang bisa menjadi kenyataan kecuali atas kehendak Allah. Dan disini aku sedang berusaha untuk meminta petunjuk pada Allah dengan shalat malamku.

Anehnya, dua raka'at pertama aku masih merasa belum tenang. Aku tambah lagi dan lagi dua raka'at berikutnya sampai aku merasakan hati yang lebih ringan dan lapang.

Di setiap selesai salam, aku menangis, aku memohon dan meminta petunjuk padaNya.

"Ya Allah ... Ya Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Mengetahui sedangkan hamba tak mengetahui ... Aku bersimpuh, aku memohon kebaikan untuk urusanku di dunia yang fana ini hanya padaMu, Ya Rabb. Tak ada lagi yang bisa hamba mintai petunjuk dan pertolongan selain Engkau Sang Pemilik Diri ini."

"Ya Allah ... Ya Rabb. Betapa urusan ini sangat membuatku bimbang. Jika ini adalah ujian untuk hamba, maka berilah hamba petunjuk Mu, Ya Allah. Jika Izandra memang Engkau kirimkan sebagai orang yang pantas menjadi Imam hamba, maka hamba memohon kepadaMu untuk meyakinkan hati ini bahwa segala sesuatunya sudah sesuai dengan RidhoMu. Bukan karena hawa nafsu diri ini saja. Hamba sesungguhnya takut akan murkaMu, Ya Allah. Berilah hamba petunjuk. Dan jika Izandra bukanlah jodoh hamba, maka lapangkanlah hati hamba untuk menerima setiap qodo dan qodar dariMu. Sesungguhnya tak ada daya dan upaya melainkan semua atas petunjuk dan ridho dariMu Ya Allah.. padaMu-lah hamba memohon dan padaMu pula hamba meminta. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aamiin Yaa Allah Yaa Robbal'aalamiin."

Kuakhiri doaku dengan deraian air mata. Sungguh benarlah jika orang-orang Shaleh bilang jika obat segala masalah adalah sabar dam shalat, karena aku merasakan ketenangan setelah berkeluh kesah pada Sang Pencipta.

Selesai shalat, aku sama sekali tak bisa tidur kembali. Aku malah teringat kata-kata Izandra kemarin. "Istriku sudah memberikan izinnya. Dan bahkan tahun lalu pernah akan memilihkan calonnya. Tapi aku menolaknya. Dia memilih adik tingkatnya saat dulu sekolah disini. Tapi anehnya aku malah terus kepikiran sama kamu, De. Apalagi aku tau kamu masih belum menikah lagi. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk bicara denganmu dan dengan istriku tentang pilihanku," ucapnya kemarin.

Dia bilang, dia hanya ingin berpoligami jika itu hanya denganku. Jika tidak, dia bilang takkan pernah berpoligami sampai kapanpun. Itulah yang membuatku dilema.

Betapa jika apa yang dia katakan itu benar, sungguh hati istrinya itu begitu sangat luar biasa luas hatinya. Aku gak bisa bayangkan jika ada di posisinya. Mungkin aku gak akan bisa sesabar dan seikhlas itu. Dan betapa kini aku merasa menjadi wanita yang jahat yang sudah merusak rumah tangganya.

Aku tahu, di posisinya sekarang pasti sangat lah sulit. Dikala suami kita dengan sadar meminta ijin ingin berpoligami. Pasti sedikitnya ada rasa sakit di hatinya dan tanda tanya, apakah di hati suaminya kini sudah tak ada lagi dirinya? Dan pilihan yang lebih sulit mungkin bagi dia untuk menolak, karena mungkin dia lebih hafal hukum bolehnya seorang suami memiliki istri lebih dari satu.

Izandra bilang, istrinya itu masih meminta waktu untuk istikharah dan menyiapkan fisik dan hatinya untuk menerima takdir dalam rumah tangga nya. Karena sungguh, aku pun pasti takkan cukup untuk berpikir dan memantapkan hati sehari dua hari jika andai kelak Izandra menjadi suamiku dan dia justru meminta ijin untuk menikah lagi. Entah aku sanggup atau aku malah akan mundur.

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Indria Azkadina dengan mas kawin yang tersebut, tunai!" ucap Izandra dengan satu tarikan nafas.

Seketika para saksi mengatakan "Sah!" dengan lantangnya.

Seketika air mata mengalir dengan derasnya. Kini aku Sah menjadi istri kedua Izandra. Sungguh perasaan ini membuncah sebegitu hebatnya. Apa yang dulu pernah menjadi angan-anganku kini akhirnya jadi kenyataan.

Aku menyambut uluran tangan Izandra dan menciumnya dengan begitu takzim. Seketika satu tangannya yang lain terulur memegang ubun-ubunku dan ku dengar ia melafadzkan doa "Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi.”

Dia juga membacakan artinya, “Ya Allah, aku memohon dariMu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepadaMu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya." Air mataku semakin menetes dengan begitu derasnya.

Tapi anehnya, setelah semua prosesi berlangsung, aku tak melihat adanya Annisa, istri pertama Izandra yang sekarang resmi menjadi suamiku juga.

Berulang kali aku mengedarkan pandangan ke segala arah. Mencari keberadaan Annisa. Tapi sampai semua prosesi selesai, aku tetap tak menemukannya. Apakah wanita yang menjadi kakak madu ku sekarang itu belum memberikan restunya kepadaku? Aku sangat berharap bisa bertemu dengannya dan meminta maaf sekaligus meminta keridhoan hatinya untuk berbagi Izandra denganku.

Pernikahan hari ini di lakukan dengan sangat sederhana, akad dan resepsi di hari yang sama. Dan tidak ada yang bercampur baur antara lelaki maupun perempuan seperti yang aku dan Izandra inginkan.

Saat hari sudah menjelang senja dan para tamu sudah mulai meninggalkan tempat resepsi, saat aku sedang duduk sendiri di ruang tamu. Tiba-tiba ada sesosok wanita dengan memakai baju syar'i berwarna hitam pekat, dengan cadar yaman nya yang manis, dia mendekat lalu langsung memelukku dengan erat seraya berbisik di telingaku, "selamat datang di keluarga kami, Indri. Semoga kita bisa bersama-sama membahagiakan Aa Izz dan saling mengasihi satu sama lain. Jangan segan untuk menegur jika aku salah, dan jangan segan untuk meminta tolong padaku, bila aku mampu, maka aku akan membantu sebisaku. Semoga Aa Izz selalu berlaku adil di antara kita, dan semoga kita bisa menjadi bidadari-bidadari surga untuk Aa Izz kelak. Aamiin." Ternyata dia adalah Annisa. Suara yang dia keluarkan terdengar sangat berat dan sendu. Ku lepas pelukannya dan ku lihat di sorot matanya ada kepedihan yang amat mendalam, tapi meski begitu dia berusaha untuk tetap memberikan senyum terbaik di balik cadarnya padaku.

"Syukurlah kalian sudah bertemu." Aku dan Annisa sama-sama menoleh mendengar suara bariton yang menyapa kami. Izandra sudah berdiri di samping kami berdua. Kemudian kami bergiliran meraih tangan Izandra dan menciumnya.

Tapi kemudian semua tiba-tiba menjadi gelap ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status