Share

Bab 2 - Kembali Bertemu

“Ya ampun Ta, kamu nggak kenal sama pria tampan dan gagah tadi?” tanya Nina tidak percaya.

“Nggak, lagian siapa dia? presiden juga bukan,” jawab Jelita sambil melihat data pasiennya.

“Ck, gini nih kalau tau nya cuma kerja kerja terus,” ucap Nina dan kini menarik kursinya agar duduknya bisa semakin dekat dengan Jelita.

“Nih aku kasih tau ya sama kamu Ta, pria tampan tadi itu tuan Bagaskara Bumi Atmaja, dia itu pengusaha sukses di kota ini, bukan hanya di kota ini, tapi kota-kota besar lainnya, dan juga sampai ke luar negeri,” Nina memberitahu.

“Terus aku harus bilang waw gitu karena dia pengusaha kaya raya, aku nggak peduli kali Nin,” ucap Jelita.

“Ck, bukan itu aja Ta, tuan Bumi itu juga ketua Mafia yang terkenal sangat kejam, bahkan nggak akan segan-segan membuat lawan-lawannya masuk ke lobang kubur,” kembali Nina memberitahu.

Jelita sempat melihat Nina sebentar, namun kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya, “Aku nggak peduli,” ucap Jelita.

“Jangan takabur kalau bicara Ta, tuan Bumi itu bukan orang sembarangan, makanya saat kamu tadi ngelawan tuan Bumi, aku udah takut terjadi sesuatu sama kamu,” sahut Nina.

“Ngapain takut sama dia Nina, dia sama-sama manusia,” Ucap Jelita yang kini langsung membereskan data-data pasiennya, karena sudah waktunya Jelita pulang ke rumahnya dan ingin mengistirahatkan tubuhnya yang memang terasa lelah setelah bertempur di meja operasi.

“Mau bareng nggak?” tawa Jelita pada Nina.

“Boleh deh, sekalian aku kayaknya nginap di kontrakan kamu ya, malas pulang aku,” ucap Nina yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Jelita.

Bulan sudah berganti dengan matahari pagi, waktu memang begitu sangat cepat berlalu, pagi ini Jelita sedang bersantai di kontrakan yang sudah hampir tiga tahun di tempatinya, sambil menikmati teh hangat, Jelita memandang tanaman bunga miliknya.

“Hari ini kamu mau ada rencana kemana Ta?” tanya Nina yang baru saja datang sambil membawa jagung susu keju yang baru saja dibuatnya.

“Nggak tau, kalau suntuk di rumah, palingan ke mall, mau ke toko buku, ada yang mau aku cari,” jawab Jelita sambil menarik jagung susu keju buatan Nina.

“Aku kayaknya pulang aja deh, pengen rebahan satu harian soalnya, tapi kamu antar ya, sekalian ke mall,” ucap Nina yang dijawab anggukan kepala saja oleh Jelita, karena saat ini mulutnya penuh.

Siang hari, mobil Jelita sudah membelah jalanan menuju rumah Nina, keduanya sama-sama diam, sampai Nina membuka suara lebih dulu.

“Ta, kamu nggak pengen beli rumah? gaji kamu gede loh, masa iya kamu ngontrak terus, ya walaupun rumah kontrakan kamu terbilang nyaman,” tanya Nina.

“Nanti-nanti aja lah, lagian kredit mobil ku belum lunas juga, kamu kan tau kalau aku itu jadi tulang punggung keluarga, ibu sama bapak di kampung juga sekarang sering sakit-sakitan, adik ku juga saat ini sedang banyak-banyaknya butuh biaya, sebentar lagi dia mau tamat SMA kan, dan Rangga mau coba masuk militer Nin,” jawab Jelita.

“Benar-benar anak yang baik, makanya rezeki kamu ngalir terus, kamu perhatian sekali dengan keluargamu,” 

“Lagian yah…kalau aku pikir-pikir, ngapain juga aku sibuk-sibuk beli rumah, nanti kalau nikah pasti tinggal sama suami kan, walau pun bisa dikatakan investasi, tapi aku mikirnya sayang aja, karena pasti nanti aku tinggal sama suami juga kan, terus rumahnya dikontrakkan, sayang banget,” ucap Jelita.

“Benar juga,” sahut Nina.

“Loh kok berhenti?” tanya Nina saat Jelita menghentikan mobilnya.

“Aku pengen beli es dawet, seger banget kayaknya diminum siang-siang begini,” Jelita memberitahu.

“Ck, udah jadi dokter bedah terkenal, masih aja suka jajan pinggir jalan kamu Ta,” ucap Nina saat melihat Jelita yang sudah keluar dari mobil dan menyebrang jalan untuk membeli es dawet.

Kini es dawet dua cup sudah berada di tangan Jelita, yang satu untuk dirinya, dan yang satu lagi untuk Nina, namun saat mau menyebrang, mata Jelita melihat ibu-ibu yang hendak menyebrang tidak jauh dari dirinya berdiri, namun mata Jelita juga melihat mobil mewah yang melaju dengan kecepatan tinggi dari arah kejauhan.

“Ibu awaaas bu,” teriak Jelita kemudian langsung berlari menarik tubuh ibu kembali ke pinggir jalan.

Brruuuuuuk

Ciiiiiiiiit

“Awwwww,” terdengar suara Jelita dan ibu yang ditolongnya. Dengan cepat Jelita membantu ibu-ibu tersebut untuk segera duduk.

“Ibu nggak apa-apa?” tanya Jelita begitu keduanya sudah duduk bersama di pinggir jalan.

“Tidak nak, alhamdulillah ibu baik-baik saja, terima kasih ya sudah menolong ibu, kalau tidak mungkin ibu sudah tertabrak sama mobil itu,” 

“Lain kali hati-hati ya bu, kalau mau nyebrang lihat kanan dan kiri dulu,” ucap Jelita dan dijawab dengan anggukan kepala oleh ibu yang ditolong Jelita.

“Mari saya bantu nyebrang bu,” ajak Jelita dan membantu ibu-ibu yang tidak terlalu tua itu untuk menyebrang Jalan.

Baru saja Jelita akan melangkah, seorang pemilik mobil langsung turun dari mobil dan menghampiri Jelita dan ibu yang ditolong Jelita.

“Dia bukannya dokter yang semalam?” batin Dirga.

“Maaf…anda dan ibunya tidak kenapa-napa kan?” tanya Dirga yang membuat Jelita langsung menghentikan langkahnya dan menatap Dirga.

“Anda yang punya mobil itu?” tanya Jelita yang sama sekali tidak mengingat wajah Dirga.

“Bu–,”

“Lain kali kalau nyetir itu hati-hati dong pak, hampir saja ibu ini tertabrak mobil anda,” 

“Tapi tadi jalanan kosong, jadi wajarkan kalau saya–.”

“Ya tetap saja harus hati-hati, punya mata it–,”

“Kenapa lama sekali mengurus masalah sepele saja Ga, kita sudah tidak banyak waktu,” ucap Bumi yang ikutan turun dari mobil karena Dirga begitu lama berada diluar.

“Ohh…jadi kamu bosnya, bagus deh kalau kamu ikut turun, Nih ya…bilang sam supir kamu, kalau bawa mobil itu hati-hati, jangan ngebut, banyak orang nyebrang jalan, syukurnya ibu ini tidak kenapa-napa,” ucap Jelita menatap Bumi.

Bumi sendiri hanya diam, matanya terus menatap wajah cantik Jelita yang mengomeli dirinya.

“Dirga, kasih saja dispensasi untuk mereka,kita harus segera berangkat,” ucap Bumi yang langsung dijawab dengan anggukan kepala oleh Dirga.

“Maaf nona, tapi saya rasa saya juga tidak salah, karena saat saya melaju, tidak ada orang sama sekali, ibu ini saja yang tiba-tiba nongol, tapi walaupun begitu, saya dan bos saya tetap akan bertanggung jawab, ini uang buat nona dan ibu nona berobat,” ucap Dirga sambil memberikan uang beberapa lembar pada Jelita.

Merasa dirinya terhina, Jelita pun langsung mengambil uang yang diberikan Dirga, Bumi yang melihat langsung tersenyum sinis, “ternyata semua wanita sama saja, tidak jauh-jauh dari yang namanya uang,” batin Bumi yang kini memilih untuk masuk ke dalam mobilnya, tapi suara Jelita membuatnya urung.

“Tunggu,” 

Bumi pun kembali membalikkan tubuhnya menatap Jelita yang kini sudah melangkah mendekati dirinya.

Dengan cepat Jelita melemparkan kembali uang yang tadi diberikan Dirga padanya.

“Saya nggak butuh uang anda, dan saya nggak kekurangan uang, nggak semua yang ada didunia ini bisa anda bayar dengan uang, dasar sombong,” setelah mengatakan itu, Jelita langsung pergi dari hadapan Bumi, tak lupa Jelita kembali membantu ibu yang ditolongnya tadi untuk menyebrang jalan.

Bumi yang diperlakukan seperti itu pada Jelita jelas menahan emosi, tangannya sudah terkepal kuat.

“Tuan–,”

“Segera cari tau wanita itu Dirga, dia sudah buat aku emosi dua kali,” ucap Bumi kemudian langsung masuk ke dalam mobil dengan wajah penuh emosi.

Dirga sendiri hanya bisa menghembuskan napasnya dengan kasar, “Anda salah mencari lawan nona, sepertinya hidup anda setelah ini tidak baik-baik saja,” ucap Dirga yang langsung menyusul Bumi masuk ke dalam mobil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status