"Mas, aku hamil!" ucap Queenza pada sang suami, dengan tangan yang bergetar ia menyodorkan sebuah testpack pada suaminya.
Ervan yang tengah asik bermain game mendongakkan kepalanya. Ia menatap Queenza dan juga testpack itu secara bergantian. Ia lalu berdiri dan mendekati Queenza.PLAAKK!Ervan menampar keras pipi Queenza sampai Queenza terhuyung dan jatuh ke atas lantai.Queenza terduduk di lantai sambil memegangi pipinya yang berdenyut. Ia sekuat tenaga menahan tangisnya. Hati Queenza sakit teramat sakit. Karena bukan senyuman bahagia dan pelukan hangat yang ia dapatkan dari sang suami, akan tetapi tamparan keraslah yang ia terima."Sial! Kenapa kamu bisa hamil? Kamu itu bodoh atau bagaimana sih! Aku kan sudah beberapa kali bilang, pakai alat kontrasepsi! Kenapa kamu gak nurut? Atau ini memang rencana kamu? Kamu pikir dengan kamu hamil, aku akan mencintai kamu? Jangan mimpi! Sampai kapanpun aku gak akan pernah mencintai kamu. Ngerti!" ucapnya dengan sinis. Ia lalu pergi begitu saja dari kamar itu.Saat Ervan melewati Queenza yang masih terduduk, bukannya membantu Queenza untuk berdiri ia malah menendang tubuh Queenza agar tak menghalangi jalannya."Mas! Kamu mau ke mana? Ini sudah malam!" seru Queenza saat ia melihat suaminya yang hendak membuka pintu.Ervan menoleh dan tersenyum menyeringai, "Bukan urusanmu aku mau pergi ke mana. Yang perlu kamu urus sekarang adalah janin yang ada di dalam perut sialanmu itu! Lebih baik kau musnahkan bayi itu! Aku gak sudi memiliki keturunan darimu!" ujarnya sarkas sambil pergi melangkah dan membanting pintu dengan keras.Queenza menangis tersedu-sedu. Ia tidak menyangka kehidupannya akan berubah drastis seperti ini. Ia pikir ia akan hidup bahagia bersama Ervan, walaupun mereka menikah karena terpaksa dan tak saling mencintai, ia pikir mungkin dengan kehadiran bayi ini, Ervan akan berubah. Namun, nyatanya tidak. Ervan masih tak peduli padanya dan menganggap dia hanya hewan peliharaan. Bahkan hewan peliharaan saja masih lebih mulia dibanding dia.Queenza memegangi perutnya. Ia berjanji tak akan menggugurkan bayi yang kini tengah tumbuh di dalam rahimnya. Ia akan mempertahankan bayi itu bagaimanapun caranya. Apapun yang terjadi, ia akan melindungi bayinya.Keesokan harinya.Queenza yang merasa tak enak badan tidak langsung bangun dan masih meringkuk dibalik selimut. Karena pusing dan mual yang ia rasakan membuat ia menjadi lemas dan tak bertenaga.Beruntungnya Ervan semalam tak pulang jadi Queenza bisa beristirahat sejenak sebelum melakukan aktivitasnya seperti biasa. Namun, ketenangan yang Queenza baru rasakan sejenak, harus sirna kala ia mendengar suara pintu yang dibuka dengan kasar. Ia tau siapa itu, tapi ia enggan untuk bangun karena tubuhnya yang terasa lemas.Queenza terkejut saat Ervan menarik tangannya dengan kasar dan menyeretnya ke dalam kamar mandi.Setelah sampai di kamar mandi, Ervan mengisi bathtub dengan air dingin. Saat bathtub itu sudah terisi penuh Ervan menjambak rambut Queenza dan melelepkan kepala Queenza ke dalam bathtub itu. "Bangun sialan! Dasar pemalas.""A-ampun Mas! Ampun!" Dengan napas yang memburu ia berucap saat Ervan melepaskan kepalanya dari air. Ia meraup oksigen sedalam-dalamnya.Ervan tak berucap apa-apa lagi dan pergi keluar dari kamar mandi begitu saja.Queenza bergegas mandi dan berganti pakaian, ia tak ingin membuat kesalahan lagi dengan membuat Ervan menunggunya untuk sarapan.**Queenza yang tengah asyik memasak dikejutkan dengan suara seseorang dari arah belakangnya."Tumben kamu baru masak jam segini?" tanya orang itu sambil membuka pintu kulkas. Ia lantas membawa sebotol air mineral dari dalam kulkas itu."Ah ... i-iya, ta-tadi saya bangunnya kesiangan," ucap Queenza dengan terbata. Ia merasakan gugup dan juga canggung dengan kakak iparnya ini."Kenapa kamu selalu gugup seperti ini? Bukannya kita sudah sepakat untuk melupakan kejadian itu," bisiknya tepat di telinga Queenza.Queenza tersentak dan jantungnya berdetak dengan cepat kala ia mengigat kembali kejadian beberapa minggu yang lalu.Queenza yang hendak tertidur namun urung saat seseorang masuk ke dalam kamarnya. Ia pikir itu Ervan sang suami dan ia pun membiarkannya saja.Queenza memutuskan untuk menutup kembali matanya. Tapi ia terkejut saat sebuah tangan kekar melingkar di perutnya dan dengan nakalnya tangan itu bergeliara di dadanya.Queenza yang tengah membelakangi orang itu pun berpikir, jika itu adalah suaminya dan membiarkannya saja. Ia dengan cepat mematikan lampu tidurnya karena tak ingin sampai sang suami mengamuk karena tak dimatikan lampunya saat mereka akan bercinta.Ervan memang sering kali marah jika mereka akan melakukan hubungan suami istri dengan lampu yang terang. Dan selalu menginginkan kamar gelap gulita. Karena Ervan selalu berucap tak ingin melihat wajah Queenza yang menjijikan menurut Ervan.Tangan yang semula hanya bergeliara di dada Queenza kini turun ke bawah.Kecupan-kecupan nakal Queenza rasakan di lehernya. Ia merasa senang dan menikmatinya."Mas, Kamu abis minum ya?" tanya Queenza saat orang itu sudah melepaskan pagutan bibir mereka."Hmm!"Tak lama kemudian lelaki itu segera melepaskan baju Quenza dengan perlahan. Ia menciumi seluruh tubuh Queenza.Queenza yang terlena dengan cumbuan itu hanya menggeram nikmat. Ia merasakan keanehan dengan suaminya ini. Namun ia tak ingin memikirkannya, karena ia sudah terlena dengan cumbuan-cumbuan yang memabukan dari lelaki yang kini tengah berada di atas tubuhnya.Saat kejantanan sang lelaki itu menghujam milik Queenza. Queenza sempat mengerang kesakitan karena merasakan sesak di bawah sana."Mas ... Ahh sa-kit!" ucap Queenza saat senjata lelaki itu terus menghujam milik Queenza.Lelaki itu memelankan temponya dan dengan segera melumat kembali bibir Queenza yang sedari tadi tak bisa diam.Queenza mengernyitkan keningnya. lagi-lagi ia merasa aneh dengan lelaki yang kini ada di atasnya ini. Tak biasanya suaminya ini mendengarkan rintihannya. Dan membuat ia rileks serta membuat ia menikmati permainan mereka.Biasanya Ervan selalu mementingkan kepuasannya sendiri, tapi kali ini suaminya itu mendengarkannya.Tapi lagi-lagi Queenza mengenyahkan pikiran itu karena saking nikmatnya permainan mereka.Tiba puncaknya mereka berdua pun mencapai klimaks bersama.Setelahnya lelaki itupun turun dari atas tubuh Queenza dan berbaring di sisi Queenza.Queenza hendak menyalakan lampu tidur. Namun tangannya segera ditarik oleh lelaki itu dan membawa Queenza dalam dekapannya yang hangat.Queenza yang baru pertama kali merasakan dekapan hangat sang suami pun urung untuk menyalakan lampu dan memilih menikmati malam yang indah ini.Pagi harinya.Queenza yang masih merasa nyaman dengan dekapan sang suami enggan untuk bangun. Ia pun semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang itu. Akan tetapi indra penciumannya yang tajam mengedus bau parfum yang berbeda dari tubuh yang kini tengah ia peluk itu."Apa Mas Ervan ganti parfum? Wangi banget deh, meskipun semalam sudah berkeringat," gumam Queenza sambil terkekeh pelan. Ia terus mendusel-duselkan hidungnya di dada bidang itu.Lelaki yang dipeluk Queenza merasa terusik, ia pun mengerjapkan-ngerjapkan matanya. Perlahan ia melihat sekelilingnya. Keningnya mengernyit kala ia melihat ruangan yang asing baginya. Dan saat ia hendak bangun. Ia terkejut melihat seorang wanita yang tengah memeluknya dan ia pun memeluk wanita itu."Kamu siapa?" tanya lelaki yang tengah Queenza peluk itu."Queenza yang tengah menikmati aroma tubuh lelaki itu pun mendongakan kepalanya. dan Ia sangat terkejut saat melihat siapa yang tengah ia peluk saat ini."Queenza,""Mas Dimas,"Ucap mereka berdua bersamaan. Mereka sama-sama terkejut dengan apa yang sudah terjadi.Queenza tak pernah menyangka jika yang semalam ia kira suaminya itu, ternyata kakak iparnya.Lamunan Queenza buyar saat ia mendengar bisikan seseorang di telinganya."Jangan kebanyakan ngelamun! Nanti masakannya gosong," bisik Dimas tepat di telinga Queenza. Ia pun pergi begitu saja meninggalkan dapur.Queenza menatap punggung Dimas yang mulai menjauh. Ia pun memegangi perutnya dan bergumam, "Apa jangan-jangan ....?""Gak ... gak mungkin, ini sudah pasti anaknya mas Ervan! Aku yakin itu," ucap Queenza. Ia mencoba mengenyahkan pikiran yang sempat terlintas dibenaknya. Ia tak ingin menduga-duga dan akan menyakini hatinya, jika anak yang tengah ia kandung adalah anak dari suaminya.Queenza pun kembali fokus pada masakannya. Ia tak ingin memikirkan sesuatu yang akan membuat kepalanya semakin pusing. Setelah selesai dengan masakannya. Ia pun bergegas pergi ke kamar untuk memanggil sang suami.Namun, saat Queenza akan ke kamar. Ia tanpa sengaja berpapasan kembali dengan kakak iparnya itu di tangga. Queenza dengan cepat menundukan kepalanya. Ia tak ingin melihat sorot mata Dimas yang tajam itu."Udah selesai masaknya?" tanya Dimas saat Queenza akan melewatinya.Queenza hanya menganggukan kepalanya dan segera pergi dari hadapan Dimas.Quuenza pergi dengan jantung yang berdebar kencang. Entah apa yang tengah ia rasakan saat ini. Apa mungkin ia tengah merasakan perasaan berdosa pada sang suami sehingga jika
Queenza terdiam membeku kala mendengar ucapan Dimas yang ambigu. Dimas lalu menjauhan wajahnya dari wajah Queenza dan tersenyum tipis saat melihat Queenza yang kini hanya diam menatapnya."Pake ini, jangan biarkan luka di tangan dan pipimu itu merusak tubuh cantikmu." Dimas lalu membawa tangan Queenza dan menyimpan sesuatu di telapak tangannya. Dan setelahnya ia pergi begitu saja dari hadapan Queenza.Queenza yang masih terkejut hanya diam saja. Ia lalu menatap salep yang kini ada di tangannya. Tanpa Queenza sadari sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman. Walaupun tipis dan nyaris tak terlihat."Queen," teriakan Ervan membuyarkan lamunan Queenza.Queenza pun dengan cepat menghampiri Ervan yang sedari tadi terus memanggilnya."Ada apa Mas?" tanya Queenza saat ia sudah tiba di kamar."Kamu dari mana aja?" tanya Ervan dengan nada yang dingin."Abis beresin dapur Mas," ucap Queenza bohong. Ia tak mungkin memberitahukan jika ia baru saja berbicang dengan kakak iparnya."Pijitin aku, b
Tiba di depan klinik, Queenza tak langsung turun ia masih diam sambil melamun."Queen ... Queen." Dimas menepuk pelan kaki Queenza, ia heran mengapa Queenza tak segera turun dan malah diam."Ah ... iya Mas," sahut Queenza yang masih belum menyadari jika ia sudah tiba di klinik."Udah nyampe. Kamu gak mau turun?" tanya Dimas sambil menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan jika Queenza baik-baik saja."Oh udah sampe ya Mas. Maaf," ucapnya sambil turun dari motornya Dimas. "Makasih ya Mas!" sambungnya sambil pergi berjalan meninggalkan Dimas."Queen!" tariak Dimas.Queenza menoleh dan mengerutkan keningnya saat ia melihat Dimas yang kini turun dari motornya."Mas mau ke mana? Saya bisa sendiri kok! Gak perlu ditemani ke dalam," ucap Queenza.Dimas tersenyum tipis lalu mengulurkan tangannya ke arah kepala Queenza."Siapa yang mau menemani kamu ke dalam. Orang aku mau buka ini," ucap Dimas sambil melepaskan helm di atas kepala Queenza.Pipi Queenza memerah karena malu. Ia pikir Dimas akan m
"Bangun sialan." Ervan menampar pipi Queenza dengan cukup keras. Tanpa rasa belas kasihan, ia kembali menjambak rambut Queenza dan menyeretnya ke luar dari kamar mandi itu. Ia lalu melemparkan tubuh Queenza ke atas ranjang."Pergi!" teriak Ervan pada wanita yang tadi sudah ia gagahi itu.Wanita itu pun dengan cepat pergi dari sana meninggalkan Ervan yang tengah mengamuk bak kesetanan.Ervan menatap tubuh Queenza yang tengah terkapar tak berdaya di atas kasur."Bangun!" Ervan menyiramkan air yang ada di gelas dekat nakas ke tubuh Queenza. Namun, Queenza tak juga bangun."Ck, menyusahkan saja!" umpatnya sambil memungut kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia pun lalu duduk di sofa yang ada di kamar itu sambi terus menatap Queenza dengan tatapan yang sangat tajam.Tak lama kemudian Queenza pun sadar.Ervan yang melihat ada pergerakam di atas kasur segera bangkit dari duduknya."Akhirnya bangun juga." Ervan dengan cepat menarik tangan Queenza dan menyeretnya turun dari ranjang.P
Dimas yang baru saja sampai rumah. Heran dan mengernyitkan dahinya saat ia melihat Queenza yang berjalan dengan tertatih. Ia pun terus memperhatikan Queenza sampai matanya tanpa sengaja melihat tali yang sedang Queenza genggam."Kenapa dia jalannya kayak gitu? Ngapin juga dia bawa tambang itu? Buat apa?" gumam Dimas sambil terus memperhatikan Queenza, Dimas menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis saat ia memperhatikan Queenza yang sedang berjalan menaiki tangga. "Aneh-aneh aja tuh perempuan. Dia gak mungkin kan bikin jemuran di dalam kamarnya?" Sambungnya lagi saat melihat Queenza yang masuk ke dalam kamar.Dimas pun tak memedulikan Queenza lagi dan segera pergi ke dalam kamarnya. Namun, baru saja ia akan membuka bajunya. Terlintas satu pikiran yang membuat ia cemas dan tak tenang. "Gak ... gak mungkin lah. Gak mungkin kan dia mau gantung diri? Ah ... lo terlalu berlebihan," ucapnya pada dirinya sendiri. Ia pun melanjutkan kembali membuka kancing kemejanya. Namun, p
Dimas duduk sambil menatap intens Queenza yang masih memejamkan matanya. Ia tak sedikitpun mengalihkan pandangannya ke arah lain dan terus menatap Queenza yang tengah berbaring. Sudah lama Dimas berada di sana menemani Queenza."Apa benar hubungan kalian itu gak baik-baik aja? Kenapa suamimu belum juga menghubungiku? Padahal aku sudah kasih tau kondisi kamu lewat chat," gumam Dimas. Ia lalu beralih menatap apa yang tengah ia genggam saat ini dan kembali menatap Queenza lagi."Apa mungkin ...?" ucap Dimas sambil melihat lagi benda yang sedang ia pegang."Ugh!" Dimas segera membenarkan duduknya kala ia melihat ada pergerakan di ranjang. Ia pun dengan cepat menyimpan benda yang tengah ia pegang itu ke dalam sakunya. Dimas lalu menghampiri Queenza yang kini tengah mengerjap-ngerjapkan matanya."Kamu udah sadar?" tanya Dimas saat ia sudah mendekati ranjang Queenza.Queenza yang masih bingung hanya menyipitkan matanya dan perlahan ia menajamkan penglihatnanya."Mas Dimas?" ucap Queenza deng
Queenza menerima benda yang diberikan Dimas padanya. Queenza terkejut bukan main, tangannya bergetar dan jantungnya bedetak dengan cepat. Ia pun tak tau jika anak yang ia kandung itu anak dari Ervan suaminya atau dari Dimas. Matanya terbelalak saat melihat usia janin di dalam foto USG itu. Ia lalu menatap Dimas."Queen! Apa benar itu anakku?" tanya Dimas lagi sambil menatap Dalam Queenza."Bu-bukan ... ini bukan anak kamu Mas. Ini jelas-jelas anaknya mas Ervan. Lagian juga gak mungkin ini anak kamu. Kita itu melakukannya hanya sekali." Queenza memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak ingin menatap Dimas yang seakan berharap mendengar menjawab iya dari mulut Queenza. Dia sendiri tak tau anak siapa yang tengah iya kandung. Tapi, ia akan menyakinkan dirinya jika itu anak Ervan bukan Dimas.Dimas menghela napas. Ia sebenarnya sangat yakin jika anak yang ada di dalam rahim Queenza itu anakknya. Tapi, jika Queenza menyangkalnya. Ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Yang jelas mulai sekarang ia
Queenza hendak menjawab pertanyaan dari Dimas. Ia sudah berniat akan menceritakan semuanya pada Dimas dan berharap Dimas bisa membantunya lepas dari Ervan yang kejam. Namun saat yang bersamaan terdengar suara ketukan di pintu yang mengurungkan niat Queenza untuk bercerita.Queenza berniat bangun dari duduknya yang. Namun, Dimas menahannya. "Mau ke mana?" tanya Dimas."Itu ada yang ketuk pintu, gak mungkin kan kita terus duduk dengan posisi seperti ini." Queenza memberontak. Tapi Dimas malah melingkarkan tangannya di perut Queenza."Masuk," seru Dimas."Mas!" Queenza menoleh ke arah Dimas dan memukul lengan Dimas yang melingkar di perutnya.Namun Dimas tak bergeming. Dan malah menempelkan dagunya di bahu Queenza.Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang lelaki tampan berpakaian rapi. Terlihat mimik wajahnya yang terkejut, namun, beberapa detik kemudaian wajah yang terkejut itu berubahtersenyum ke arah Dimas dan Queenza, lalu dia membungkukan tubuhnya sed