Happy Reading Semuanya!
Helaan napas terdengar begitu kasar sekarang ini. Pandangannya berdalih pada jam tangan yang dikenakannya saat ini, sudah menunjukkan pukul 13.00 siang dan sebentar lagi jam makan siang akan selesai. Bahkan ia harus rapat fakultas dengan Dosen lain. Zaidan terlalu bodoh mempercayai perkataan dari Eva yang tidak menempati janjinya.
“Pak Zaidan, Anda menunggu siapa? Bukankah sekarang ada rapat fakultas?”
Zaidan mengangguk mengiyakan perkataan dari lelaki yang ada di depannya, ia tidak bisa pergi. Bagaimana kalau ia pergi Eva menghampiri dan menunggu seperti dirinya sekarang ini. Mungkin saja Eva masih ada kelas dan akan berakhir sebentar lagi, tapi kalau dipikir lagi mana mungkin. Ini adalah dunia Kampus bukan anak sekolah.
“Iya, Pak. Saya hanya sedang menunggu seseorang,” Lelaki di depannya hanya mengangguk dan berpamitan pada lelaki yang kini sibuk dengan ponselnya. Memang sepertinya sibuk sekali lelaki yang ada di depannya itu, sama dengan gosip yang beredar.
“Eva, awas saja! Kamu enggak akan bisa lepas dari saya. Kamu melakukan ini maka saya akan melakukan juga,” gumam Zaidan sembari menghela napas pelan.
Eva tidak menempati janjinya akan menghabiskan waktu makan siang dengannya. Sumpah demi apapun Zaidan tidak akan mengampuni Eva.
Langkahnya berjalan menuju ruang kelas milik calon istrinya itu, berharap calon istrinya alias Eva sedang berkonsultasi tentang masalah skripsi ataupun yang lain. Ia berharap jika nanti bisa makan bersama atau mungkin bisa menghabiskan waktu malam bersama Eva nantinya.
“Permisi, apakah ada Eva?”
Mahasiswi yang ada di dalam ruangan tampak menggeleng, menandakan kalau mereka tidak tahu menahu tentang kehadiran Eva.
“Sepertinya Eva sudah pergi dengan temannya 25 menit yang lalu, kenapa ya Pak? Apakah Eva sudah ada janji dengan Bapak lalu dia lupa? Kebetulan kost temannya enggak jauh dari sini. Kalau mau nanti saya bantu susul Eva,”tawar perempuan dengan hijab bewarna hitam di sebelahnya itu.
“Enggak perlu, dia hanya lupa menaruh laporan jurnal rencana penelitian. Kalau begitu saya permisi,” pamit Zaidan.
Tangannya mengepal erat, bagaimana bisa ia dipermainkan oleh anak kecil seperti Eva. Awas saja! Eva tidak akan pernah bisa lepas dari jeratannya. Gagal sudah rencananya untuk makan siang bersama.
***
Perempuan yang sedang memakan makanan ringan sembari menonton drama Korea yang ada di depannya hanya menghela napas pelan. Perasaannya mendadak tidak enak, ia jadi memikirkan sesuatu. Apakah dosennya benar menunggu kehadiran dirinya di tempat yang seharusnya? Atau...
Tangannya mengintip jam tangan yang dikenakannya, ini sudah lewat dari jam makan siang. Mana mungkin Zaidan akan menunggunya. Benar, kan? Dugannya tidak pernah salah.
“Kenapa? Kenapa malah melamun?” tanya Caca.
“Mungkin enggak sih laki-laki bakalan tunggu?”tanya Eva.
“Siapa? Logan?” tanya Vivi.
Kepala Eva hanya menggeleng sembari mengedikkan bahunya, kalau dipikirpun sekali lagi. Mana mungkin orang sejenius Zaidan akan menunggu dirinya, itu benar. Ini sudah pasti, orang sejenius Zaidan mana mungkin akan menunggunya seperti orang bodoh. Toh, sekarang jam sudah lewat. Ia sudah seharusnya tidak memikirkannya.
“Ayo lanjut nonton,”ajak Eva.
Pandangannya berdalih pada ponselnya yang menampilkan nomor sang ayah disana, entah apalagi sekarang. Tidak bisakah ia bermain dengan tenang? Semenjak perjodohan konyol itu ia sama sekali tidak memiliki kehidupan yang tenang. Kata orang semester akhir sudah waktunya kita gila dan itu benar adanya. FAKTA.
"Kenapa? Ayah lo telfon enggak lo angkat?" tanya Vivi
Eva tersenyum, "Enggak perlu, paling ayah gue telfon gue... itu suruh kasih makan Bisnis," sahut Eva membuat Caca dan Vivi beradu tatapan.
"Bisnis?" bingung Caca
Bibir Eva hanya tersenyum canggung, "Ana kemana? Kok tiba-tiba hilang?" tanya Eva mencoba untuk mengalihkan perhatian dari rekan-rekannya itu.
"Dia? Ada janji temu sama kekasihnya. Sudah jangan dipikirkan lagi," Eva mengangguk dan berjalan menuju toilet kost milik rekannya itu.
Alis matanya menaik sebelah saat membaca pesan yang dikirimkan oleh ayahnya, ini bukan ketikan sang ayah. Entah ketika ayahnya marah atau tidak, ini ketikan orang lain yang sama sekali Eva tidak kenal.
"Wait... siapa yang kirim pesan ini?"
Tangannya sibuk menscroll pesan yang ada di atasnya untuk membandingkan, sumpah ini bukan ayahnya yang kirim pesan. Mulutnya terbuka lebar membaca setiap inci pesan yang dikirimkan oleh lelaki yang membuatnya hidup tidak tenang. Sial.
"Saya... akan... menunggu... kamu... pulang... dirumah... ARGH!!"
Eva menjerit, ia membenci membaca kelanjutan dari pesan yang dikirimkan oleh orang lain melalui ayahnya. Bagaimana bisa? Zaidan sekongkol dengan ayahnya untuk membuat dirinya tunduk? Zaidan sialan. Beraninya mengadu dengan ayahnya dan membuat dirinya sekarang harus pulang.
"Eva... lo kenapa?" tanya Vivi.
"Ada kecoa! Iya... ada kecoa!" teriak Eva mencoba meredamkan kekesalannya ini.
"Gue pikir lo kenapa! Cepat keluar biar gue semprot sama pembasmi serangga!"
Tangannya membuka pintu toilet dengan wajah lesu bahkan murung, andai pembasmi serangga ini bisa digunakan untuk mengusir Zaidan yang menyebalkan dimatanya. Pasti sudah dari kemarin ia mengusirnya.
"Lo kenapa huh?" tanya Caca.
"Gue mau nikah," ungkap Eva.
"Memang ada yang mau sama lo? Logan saja menggantungkan hubungan lo," sahut Vivi membuat Eva mendelik menatap tajam perempuan yang ada di sebelahnya itu. Memang sembarangan sekali rekannya itu berbicara. Memang dengan siapa perempuan itu bicara.
Dirinya mempunyai pesona yang enggak bisa ditolak, dan memiliki banyak incaran. Mustahil jika tidak ada yang ingin dengan dirinya. Hanya Logan saja yang gila dan tidak bersyukur karena sudah memiliki dirinya, makanya mencapakkan dirinya.
"Malah melamun! Lo kenapa? Kaya habis dikejar setan tahu enggak!" omel Caca.
"Gue harus balik sekarang, sepertinya ayah gue mau menghakimi gue. "
Rekannya hanya menatap sedih dirinya, memang sangat sulit sekali menjadi Eva yang memiliki banyak aturan di dalam rumahnya bahkan diusianya yang sudah menginjak 20 sekalipun.
Bibir Eva cemberut saat langkahnya yang bersiap menuju halte untuk ia pulang terhadang oleh lelaki yang amat sangat menghindarinya. Zaidan memang pembohong kelas kakap, tadinya bilang sudah ada dirumahnya dan menunggu kehadiran dirinya bersama dengan sang ayah, lalu sekarang malah ada di depannya menatapnya lembut.
"Ayo masuk dan saya antar pulang ke rumah."
"Bisa enggak sih Pak..."
Eva mendadak ciut, ia tidak berani melanjutkan perkataannya saat tatapan Zaidan seakan mengintimidasi dirinya.
"Kamu tahu apa kesalahan kamu? Kenapa kamu enggak tepatin janji kamu? Janji adalah hutang," ungkap Zaidan seakan mengintimidasi Eva.
"Saya lupa," ungkap Eva.
Zaidan tersenyum dan memajukan wajahnya menghadap perempuan yang kini memundurkan tubuhnya menghindari dirinya. Eva benar-benar berusaha untuk tidak dekat dengan Zaidan.
Aroma maskulin yang keluar dari tubuh lelaki di depannya membuat Eva tidak bisa bernapas.
"Kamu harus tepati janji kamu malam ini, jika kamu enggak bisa makan siang dengan saya maka kamu harus makan malam dengan saya. Meskipun kamu enggak bernapas sekalipun," bisik Zaidan membuat Eva membulatkan matanya.
Dasar Zaidan Psikopat!
To be continued...
Happy Reading Semuanya!Perempuan muda dengan dress bewarna hitam serta style yang menampilkan bahunya. Terlihat sangat cantik, Eva hanya bisa mempoutkan bibirnya memperhatikan Zaidan tampak sibuk dengan buku menu yang ada di depannya. Ia terjebak dan selamanya akan terjebak dalam kehidupan Zaidan.“Saya tahu kamu alergi dengan udang, dan kepiting. Jadi, akan saya pesankan kamu makanan yang menurut saya bagus. Like a Steak medium rare or...”Zaidan memperhatikan perempuan yang ada di depannya tampak melipat wajahnya.“Eva....”“Bisa enggak sih Pak, kita makan di warung Bu Mirjo saja? Saya berani menjamin makanannya lebih enak ketimbang makanan di sini. Saya enggak pandai pakai pisau buat makan steak,” aku Eva membuat Zaidan tersenyum tipis.Tangannya mengusap kepala perempuan muda di depannya walaupun saat ini Eva tampak menepis tangannya. “Bapak jangan mengacau! Saya sudah mengatur rambut ini sejak setengah jam yang lalu! Kalau sampai Bapak merusak akan saya buat Bapak menyesal!” Anca
Happy Reading Semuanya! “Kak Livy,” Perempuan yang dipanggil sama sekali tidak menjawab, perasaan enggan untuk bertemu dengan sang adik masih terlihat sangat jelas. Jujur saja ia masih kecewa karena sang adik menerima pernikahan dengan orang yang ia sukai. Memang adik adalah perusak sesungguhnya. Ia dengan Zaidan dulu adalah teman sekelas. Livy menyukai Zaidan dari dulu dan Zaidan sama sekali tidak pernah melihat kehadirannya bahkan sampai sekarang. Zaidan hanya melihat Eva dan itu tidak pernah berubah meskipun Zaidan berada di luar negeri. “Kak Livy,” panggil Eva sekali lagi. “Apakah kamu enggak bisa kasih Zaidan buat kakak?” tanya Livy to the point. Eva yang ditodong pertanyaan seperti itu hanya memutar matanya malas, kakaknya bisa melakukan itu tanpa harus bertanya pada dirinya. Toh, seumur hidup Eva tidak ingin mempunyai suami seorang dosen. Eva ingin memiliki suami seorang pengusaha seperti dalam cerita novel yang sering ia konsumtif, bukan cita-citanya mempunyai suami seja
Happy Reading Semuanya! Janji harus ditepati dan di sinilah ia berada. Tempat yang amat sangat tidak ingin dirinya datangi, apalagi foto itu nantinya akan di pajang di acara pernikahan. Membayangkannya saja tubuhnya sudah merinding, Eva tidak pernah membayangkan akan seperti ini. “Kamu ganti dress yang sudah saya siapkan,” pinta Zaidan. “Bapak enggak belikan saya pakaian yang terbuka, kan?” Zaidan menatapnya aneh, “Memang kenapa kalau saya menyiapkan dress terbuka? Enggak akan ada yang lihat kamu kecuali saya,” sahut Zaidan membuat Eva ingin sekali menendang bokong dari dosen kampus nya itu. Langkahnya berjalan menuju ruang ganti dan menatap pakaian yang sudah disiapkan oleh calon suaminya itu, Zaidan memang orang gila. Ia tidak menyangka akan menikah dengan Zaidan, seharusnya ia kabur saja agar tidak menikah atau mungkin menyuruh kakaknya saja. “Argh! Ini belum dimulai ambil gambar tapi kenapa gue sudah emosi sendiri! Menyebalkan sekali!” geram Eva sembari menatap cermin di de
Happy Reading Semuanya! “Kenapa kamu kasih saya cokelat?” Eva yang ditanya hanya memamerkan senyum tiga jari pada lelaki yang dalam jangka waktu 2 hari menjadi suaminya. Ia masih harus beraktivitas karena kebutuhan lainnya dan begitu pula dengan Zaidan, tidak ada drama pingit atau yang lainnya. Sangat flat sekali rencana pernikahan mereka, tidak ada embel-embel dengan kedatangan pelakor atau yang lainnya. “Saya lagi baik soalnya,” sahut Eva pelan. Tatapan Zaidan memasang wajah datar disana, “Katakan tujuan kamu apa, kalau kamu enggak memiliki tujuan saya harus menghadiri rapat dengan rektor kampus dulu untuk meneliti sejauh apa.” Tangan Eva menggaruk kepalanya, ia tidak tahu Zaidan bodoh atau memang menyebalkan lahir batin. Memang apalagi tujuannya datang menemui lelaki itu? Berharap ia akan memberikan kotak bekal atau memberikan hadiah kecupan. Haha... jika itu sebaiknya mimpi saja. “Itu... Anu... saya mau bimbingan hehe...” Terdengar helaan napas pelan, “Lalu kamu mau nyogok
Happy Reading Semuanya!Mata Eva melotot, tatapan matanya mengarah pada tangan yang akan menjadi suaminya itu tampak melingkar di pinggangnya tanpa ada persetujuan dari dirinya. Ia tidak akan pernah lelah untuk mengatakan jika Zaidan bisa membuat emosi dan jantungan mendadak. “Jangan dilepas atau saya akan melakukan lebih dengan kamu,”bisik Zaidan.Eva hanya mempoutkan bibirnya dan menuruti keinginan dari lelaki yang ada di sebelahnya itu. Tatapan matanya mengarah pada gaun yang terpajang rapih di manekin ataupun pada gantungan di sepanjang dinding.Dalam harapannya ia melakukan ini dengan seseorang yang dicintainya, memilih gaun pernikahan dengan senyuman lebar. Tapi kenyataannya sekarang berbanding terbalik, ia memilih gaun dengan dosennya sendiri dan tidak ada senyuman yang bisa ia tampilkan karena tidak ada cinta disana.“Gaun pesanan atas nama Eva Zaidan.” Pandangan Eva berdalih pada lelaki di sebelahnya, Eva Zaidan? Nama siapa? Dirinya? Sejak kapan Eva memiliki nama ada kata Z
Happy Reading Semuanya!"Perfect! Ini sangat cantik!"Perempuan cantik yang tengah dipuji itu tampak tersenyum, ia juga menyukai gaun pernikahan yang sedang dikenakannya saat ini. Meskipun berbanding terbalik dengan calon suaminya tampak memasang wajah kusut seakan tidak menyetujui gaun ini."Gimana? Pilihan gue enggak salah, kan?"Zaidan memasang wajah murka disana, bagaimana bisa pilihannya dianggap benar. Ini bukan selera Zaidan."Stupid! Apa kamu ingin istriku memamerkan punggung pada orang lain? Ini terlalu terbuka dan punggung istriku bukan bahan tontonan," ungkap Zaidan membuat Eva menatap geli lelaki yang ada di sebelahnya itu.Clara yang mendengar penuturan dari sepupunya kini menoyor kepala Zaidan, ia geram. Bagaimana bisa ia mempunyai sepupu yang begitu bucin dan menyebalkan. Siapa juga yang akan berfokus pada punggung calon istrinya, tidak ada yang bisa dilihat kecuali kulit putihnya. Orang gila dan itu Zaidan. "Ini sudah cantik, itu hanya punggung! Apakah orang lain bern
Happy Reading Semuanya!Aroma hidangan sederhana yang disiapkan oleh Eva membuat lelaki yang usianya berjarak 5 tahun dari Eva tampak tidak bisa menyembunyikan wajah bahagianya. Kebahagiaan Zaidan begitu konyol, hanya karena sebuah mie instan rasa kari ayam yang sebenarnya bisa di buat langsung oleh Zaidan.Rasanya berbeda karena Eva yang membuatnya."Ini adalah makanan yang paling lezat yang pernah saya cicipi," ungkap Zaidan.Eva memasang wajah aneh, ini hanya mie instan dan rasanya tetap pada mie umumnya. Kenapa Zaidan ini semakin aneh dan membuatnya bertanya-tanya. Kepalanya menggeleng mendengar penuturan dari calon suaminya itu."Bapak berlebihan, mie instan ya hanya mie instan. Maksud Bapak lezat karena pakai telur?" Eva menggaruk kepalanya yang terasa gatal. "Karena buatan tangan kamu, semua masakan menjadi lezat meskipun terlalu lembek ataupun asin sekalipun," Bibir perempuan yang ada di depannya hanya mempout. Ia tidak menyangka akan menjadi sedekat ini dengan dosen pembimbi
Happy Reading Semuanya! Helaaan napas terdengar. Benar-benar terasa berat sekali, jujur saja ia merasa berdebar sekali karena ini hari pernikahannya. Walaupun ia menikah dengan Zaidan belum dengan menggunakan cinta dan ia tidak bisa menyusun rencana kabur serta sebagainya karena lelaki yang menjadi calon suami tampak mengikutinya tanpa memberikan celah untuk dirinya sendiri. Bahkan dalam perawatan diri. “Apakah kamu senang menikah dengan Zaidan?” Tatapan matanya mengarah pada cermin yang ada di depannya itu, ia sudah menggunakan gaun pernikahan hasil desain Clara yang amat sangat ia sukai. Perempuan yang menjadi sepupu Zaidan itu sangat tahu tentang apa kesukannya dan sekarang ia menunggu orang tuanya untuk menyaksikan Zaidan mengucapkan akad pernikahan mereka. “Apakah raut wajah aku menampilkan senyum bahagia?” tanya Eva Livy menghampiri sang adik dan hanya memasang wajah datarnya. Jika ia tidak bisa membatalkan pernikahan, maka ia bisa menjadi perusak hubungan rumah tangga adik