Ayu membuka kedua matanya, tubuhnya sangat lelah, kepalanya terasa pusing dan rasanya berat sekali untuk membawa tubuhnya turun dari ranjang dipan. Siska masuk ke ruangan Ayu, ia bergerak cepat mendekati Ayu saat Ayu ingin melepas alat infusnya. Ayu terkejut melihat Siska datang, kedua matanya berkedip melihat Siska datang menghampirinya. "Sudah baikkan Mommy?" tanya Siska dengan ramah, membuat Ayu merasa bingung. "Mommy? Apa aku Mommymu?" tanya Ayu heran. "Ah, iya, aku anak sambung Mommy, sini biar aku bantu!" pinta Siska. Ayu dibantu Siska untuk kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ayu melihat ke arah cermin dan memandang wajahnya. "Umurku berapa? Apa aku masih muda?" tanya Ayu lagi, membuat Siska bingung untuk menjawab pertanyaan Ayu. "Tanyanya nanti saja ya, sebentar lagi Daddy akan datang menemui Mommy!" sahut Siska. Ayu memejamkan matanya, ia mengeluh jika kepalanya pusing dengan isi perut yang memberontak karena lapar. Ardian masuk dengan membawa buah-buahan unt
Siska mendekati oma Mora yang sibuk membawa koper besar milik Ayu, semua barang-barang Ayu terlempar di depan teras dimana Ayu melihat itu yang sedang duduk di atas kursi roda. "Oma jangan Oma, itu semua milik Mommyku, Siska mohon Oma!" pinta Siska. "Kamu memanggilnya Mommy? Dia itu sepantaran kamu, seharusnya ia menjadi anak Ardian, bukan istri!"Ardian yang mendengar ada suara kegaduhan segera membawa Ayu untuk menyingkir dari Oma Mora sebelum semuanya semakin kacau balau. "Siska, bawa Ayu pergi, biar ini menjadi urusan Daddy!" Siska mengangguk, ia membawa Ayu pergi keluar rumah dan masuk kembali ke dalam mobil. Ayu merasa bingung, ia bertanya kepada Siska, siapa wanita tua yang ingin memgusirnya dari rumah Ardian. Siska mengatakan jika ia adalah ibu dari Ardian, yakni nenek Siska yang tinggal di rumah Ardian. "Apa sebenarnya pernikahanku tidak direstui oleh keluarga Daddy kamu?" tanya Ayu menyelidik. Siska tidak bisa menjawab pertanyaan Ayu, baginya menjaga Ayu adalah hal ya
Siska berjalan menuju kelasnya, seketika tangannya seperti ditarik oleh seseorang, hampir saja ia ingin memberontak, tetapi seseorang menutup mulutnya dengan paksa, sehingga ia merasa sesak untuk bernapas. "Dewaaaa!" teriak Siska yang merasa kesal dengan sikap Dewa. "Iya, sayang,""Lepasin! Aku mau masuk!""Nanti dulu dong, aku masih rindu nih, kemarin kita dirumah sakit ketemu sebentar, nah sekarang di sekolah aku harus punya waktu dekat-dekat sama calon bidadariku!"Siska benar-benar merasa gondok, kaki kanannya menginjak kaki kiri Dewa yang saat ini mengukungnya dengan kedua tangannya. "Aw, Siska, sakit tahu!""Hem, bagus, cari mangsa lain sana, lagipula kamu bukan tipeku!" ucap Siska yang pergi meninggalkan Dewa. Dewangga hanya tersenyum, bukan seorang Dewa jika ia tidak bisa mendapatkan perhatian dan cinta dari setiap wanita yang menyukainya.Siska masuk ke kelasnya, di dalam kelas terlihat banyak teman-temannya yang melirik tajam ke arahnya. Mata Siska membola saat melihat fo
Ardian memilih untuk tidak membangunkan Ayu, ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi dan membersihkan diri dahulu sebelum mendekati Ayu. Ayu yang mendengar suara Ardian sedang mandi, dengan cepat ia menghapus semua panggilan keluar di ponselnya, karena ia takut jika Ardian mencurigai dirinya. "Maafkan aku, aku harus bisa bersandiwara sampai seseorang mengaku kesalahannya sendiri!" ucapnya yang merebahkan tubuhnya kembali. Setelah selesai, Ardian mendekati Ayu dan membangunkan Ayu. "Sayang bangun, jangan tidur terus dong!" panggil Ardian lembut. Ayu terbangun, perlahan ia mengangkat tubuhnya dan menyandarkannya ke bantal sebagai penopang tubuhnya."Sudah pulang Mas, eh Om?" tanya Ayu dengan gugup. "Sudah, bagaimana kabar kamu hari ini? Sudah membaik? Apa masih terasa mual?" tanya Ardian."Aku masih mual, sampai kapan ya mualnya hilang?""Hem, biasanya usia kandungan lima atau enam bulan Sayang, jangan cemberut begitu dong!" timpal Satria yang masih merasa sedikit curiga dengan istr
Siska mencari Dewangga yang memintanya datang ke sebuah cafe ysng yang masih ramai dikunjungi oleh pengunjung di malam hari. Dewangga melambaikan tangannya, dan tersenyum melihat Siska yang datang menemuinya. "Datang juga si Ayang," ucapnya menyengir. "Kamu mau kasih tahu apa tentang tadi di telepon?""Hem, sabar dong Ayang, duduk dulu disini, mau pesan apa?""Dewa, ini itu sudah malam banget, cepat katakan rencana apa yang ingin kamu katakan?""Sebelumnya aku minta maaf ya, kalau ikut campur urusan pribadi keluarga kamu, tapi sebagai pria yang memiliki hati nurani, jujur aku enggak tega sama Ayu yang terus-terus jadi bulan-bulanan Runia.""Kamu tahu dari mana? Kalau Runia yang ...""Begini Siska, sebelum kamu menjadi teman Runia, aku sudah mengenal Runia dengan Ayu, mereka teman-temanku saat SMP, dan selama dua tahun Ayu harus mengikuti sekolah pergantian pelajar di Amerika, yang seharusnya Runia lah yang harus pergi, kenapa Ayu? Karena saat itu kedua orang tua Runia meninggal duni
Ayu merasakan pilu di hatinya melihat kondisi Dika yang kedua tangan, kedua kaki, dan wajahnya terbalut perban, dadanya terasa sesak mengingat ia tidak bisa menghentikan kepergian Dika saat Dika bertemu dengannya dan pamit untuk pergi menuju luar negeri.Hati Ayu bergetar, saat menyentuh tangan Dika, ia tidak bisa menahan tangisnya, ia sendiri termasuk manusia yang bersalah atas kondisi Dika saat ini. "Maafkan aku Kak, andai saja waktu itu, aku mencegah kakak untuk pergi!" ucapnya terisak. Tangisan Ayu membuat kekesalan ada pada hati Runia, adik angkat Dika, Runia benar-benar muak, selama ini ia sudah melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan Ayu, agar Dika tidak bisa mengharapkan kehadiran Ayu juga cinta Ayu. 'Semua ini karena kamu Ayu, orang yang aku sayangi harus menderita, dan itu akibat ulahmu!'Runia mencoba melangkahkan kakinya untuk menyergap Ayu yang terlihat sedih keadaan Dika, sayangnya suara kedua orang tua angkatnya datang bersama dokter yang menangani Dika.Ayu terk
Ayu merebahkan tubuhnya, rasa sakit di kepalanya perlahan menghilang, ada rasa bersalah yang singgap dihatinya, ia membohongi Ardian, sementara ia sudah berjanji pada dirinya akan selalu membuka hatinya, namun saat ininia kembali bimbang, melihat Dika, cinta pertamanya berada dalam kondisi antara hidup dan mati. Ayu mendengar suara langkah seseorang yang ia kenal, Ardian masuk dengan menghela napasnya. Kekhawatirannya memang berlebihan, namun Ardian merasa takut untuk melihat Ayu kembali berjuang menghadapi masalah yang ia hadapi. Ayu memalingkan wajahnya, ia tidak sanggup melihat tatapan bola mata Ardian yang seperti memiliki makna tentang sikapnya. "Ayu, bisakah kamu melihat aku? Tatap aku Ayu!" pintanya saat berlutut dihadapan Ayu. Ayu memberanikan diri, ia benar-benar merasa sudah menghianati cinta Ardian, jika ia kembali menaruh hati kepada Dika. "Ayu, kamu itu siapa aku?"Pertanyaan Ardian, seketika membuat Ayu merasa heran, kenapa ia bertanya hal yang sudah ia tahu jawaban
Ardian berjalan mundur, ia meletakkan piring yangbia bawa, ucapan Ayu membuatnya tidak percaya. Wanita yang berada di depannya ini tengah ragu dengan perasaan cintanya untuk Dika atau dirinya. "Apa maksudmu, Ayu? Kamu bicara apa?" tanya Ardian. "Aku minta maaf, aku keluar dari rumah, awalnya aku ingin menemui Ibu, tapi ada kedua orang tua Kak Dika yang datang memintaku untuk melihat keadaannya yang kritis di rumah sakit!"Ardian menegang, hatinya terasa kesal, selalu di bohongi oleh istrinya. "Jadi kamu bohong, kamu tidak lupa ingatan? Kamu mempermainkan aku Ayu!" "Bukan seperti itu ..., aku tidak bermaksud untuk ..." "Sudah Ayu, aku muak, aku lelah menanti kamu mau menerima hatiku, dan ternyata kamu senang kan menyakiti perasaanku, salahku apa Yu?""Mas, jangan marah, aku mohon, dengarkan penjelasan aku Mas!""Cukup Yu, aku menyerah, aku mencoba menerima kamu, aku tidak tahu harus menceraikan kamu atau tidak, aku ingin sendiri ...,"Ardian berjalan keluar dengan perasaan sakit di