Tanpa berpikir panjang, Ardian segera mengejar Ayu, mengejarnya sampai ia bisa menggapai tangan Ayu dan menjelaskan semuanya. Ayu tidak bisa membendung tangisnya, kali kedua ia melihat Ardian tengah bersama Sekar, Ardian selalu menebar senyum kepada Sekar, sang mantan istri. Bukankah sama saja jika ia masih berharap pada Sekar. Ardian berhasil menarik lengan Ayu dan membawa Ayu ke dalam pelukannya. Entah harus merasa senang atau sedih Ardian tidak ingin melepaskan Ayu. "Kamu bohong, kamu pasti menyerah karena wanita itu kan? Kamu masih memcintai dia kan?" tanya Ayu kesal. Ardian tersenyum senang, sang istri menaruh rasa cemburu untuknya. "Ayu, sudah aku katakan hanya kamu wanita yang aku cintai, aku senang kalau kamu cemburu, benar kan?""Tidak, aku tidak cemburu, aku kesal karena kamu terlihat bahagia dengan dia!""Lalu apa tujuanmu menemuiku? Dari mana kamu tahu aku disini?""Aku merindukan kamu, Mas! Aku minta maaf, melihatmu marah, dan pergi meninggalkanku membuat aku sadar j
"Mas hentikan, malam ini kita harus kembali pulang, Siska sedang ulang tahun Mas!" tutur Ayu, yang baru saja teringat ada acara pesta ulang tahun dirumah Ardian. "Memang malam ini?" tanya Ardian. Ayu mengangguk, dengan sangat terpaksa Ardian menyudahi kegiatan mereka. Wajah Ardian berubah menjadi datar, padahal sedang merasa nikmat. "Nanti bisa kita lanjut lagi di rumah Mas!" balas Ayu, sehingga Ardian menghujani wajah Ayu dengan ciuman. Ardian dan Ayu tengah bersiap, mereka akan kembali ke rumah, karena Siska sudah menghubungi Ayu sejak tadi siang. Ayu beringsut manja kepada Ardian, ia terus merangkul lengan Ardian, sampai masuk ke mobil. Cuaca mendung, masih menghiasi walaupun langit terasa gelap, ada kegelisahan di dalam hati Ayu. "Kenapa Sayang?""Hem, aku tidak tahu, kok perasaanku tidak enak seperti ini ya?""Hem, mungkin bawaan Ibu hamil Sayang, jangan terlalu banyak pikiran, kamu dan bayi kita harus sehat!""Iya Mas!"Entah mengapa, Ayu benar-benar merasa gelisah, namun
Sebuah benda kecil keluar dengan kecepatan kilat, menembus hati seseorang pria yang merelakan diri untuk sang perempuan. Warna merah segar keluar dari tubuh Ardian, kebahagiaan berubah menjadi kesedihan, suara teriakan Ayu menggelegar seisi ruangan, kedua matanya fokus meraba tubuh Ardian yang terluka, sementara Siska bergetar melihat pria kesayangannya jatuh tidak berdaya. Kedua tangan Runia bergetar, wajahnya pucat pasi, bisikan jahat menghilang meninggalkan penyesalan. 'Aku membunuhnya!' bisiknya, tidak percaya. Para tamu undangan berseliweran mencari jalan keluar, mereka takut, mereka berlari mengatur napas yang membuat mereka sesak melihat penembakkan terjadi secara langsung. Dewa pun segera mencari keberadaan Runia yang sudah meninggalkan jejak, namun langkahnya terhenti mengingat kondisi Ardian yang parah dan harus mendapatkan pertolongan pertama. Ayu histeris, kejadian itu bagaikan momen yang tidak bisa ia lupakan, Siska menangis mengikuti kemana sang ayah akan dibawa oleh
Runia berlari menuju ke kamarnya, semua barang-barang dan pakaian miliknya ia kemas dan ia masukkan ke dalam koper besar, rasa gugup tengah hadir di hatinya saat ini, ia merasa takut dengan keadaan yang menjadikan dirinya sebagai seorang buronan di kota itu. "Arghhh ...," pekiknya. Runia menangis dengan kesal, ia tidak pernah menyangka jika hidupnya akan sesulit ini, cinta dan kebahagiaan yang ia inginkan semua tidak bisa ia dapatkan. Ia hanya bisa menjerumuskan dirinya dalam masalahnya sendiri karena sebuah dendam, yang sebenarnya hanya sebuah titik kebencian yang timbul di hatinya. Air matanya mengalir deras, dengan dadanya yang terasa sesak, ia ingin sekali menemui Dika, kaka angkat yang selama ini ia cintai dan ia sayangi, pistol yang masih tersimpan di saku jaket miliknya ia lempar ke arah jendela, demi menghilangkan jejak. Tanpa berpikir panjang Runia segera membawa kopernya dan pergi jauh dari kota ini. ***Berita penembakan pun menjadi viral, Ayu dan keluarga tetap harus b
Ayu berlari kecil sambil memegangi perutnya, ia benar-benar tidak sabar untuk melihat keadaan Ardian saat ini. Napasnya tersengal-sengal, begitu pula Saka yang lebih khawatir dengan sikap Ayu saat ini. "Ay, jangan berlari, kasihan bayimu nanti!" tegur Saka. Ayu tidak memperdulikan ucapan Kakaknya, tangannya bergerak membuka pintu kamar Ardian. Kedua matanya mengerjap tidak percaya. "Kemana Mas Ardian? Di mana suamiku?" teriak Ayu, sehingga membuat beberapa tenaga medis mendekatinya."Ada apa? Tolong jangan berteriak Nyonya!" seru seorang perawat tua yang mendekati Ayu. "Bu, katakan di mana suamiku? Pria yang terbaring di tempat ini? Di mana saat ini?" tanya Ayu histeris.Perawat tersebut memeluk Ayu, ia mengerti dengan perasaan Ayu, ia juga sering melihat Ayu datang menjenguk pasien di kamar itu. "Tenanglah, akan kuberitahu jika kamu tenang dan tidak berteriak lagi!" jawab si Perawat. "Di mana suamiku, Bu?" tanya Ayu yang menangis terisak, sementara Saka tidak ingin mendekati Ayu
Tiga bulan kemudian masih sangat sulit untuk dihadapi Ayu, pasalnya sebentar lagi waktunya Ayu melahirkan anaknya bersama Ardian. Sosok yang dirindukannya itu tetap belum muncul untuk menemuinya. Sebisa mungkin ia meminta bantuan kepada teman-temannya yang mengetahui keberadaan Siska dan Daddynya. Saka terus memperhatikan kesehatan sang adik, yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. "Kapan Kakak akan menikah?" tanya Ayu disela-sela saat Saka menyuapinya. "Aku tidak tahu, sebagai Kakak yang baik aku ingin memastikan kamu bahagia lebih dulu, daripada harus memikirkan nasibku yang masih menjomblo!""Oh ya? Mau tidak aku kenalkan Kakak dengan seorang wanita, dia temanku pasti Kakak langsung suka dan jatuh cinta pada pandangan pertama!""Memangnya kamu punya teman?""Punya, dia temanku dari Amerika, bagaimana?""Heh, Ayu, pikirkan saja dirimu, lima hari lagi kamu akan melahirkan, itu kata Ibu bidan!" sergah Saka, yang tidak ingin membahas keinginannya untuk menikah. "Kak, kalau ana
"Aku tidak ingin memaksamu Ayu, tetapi jika aku di izinkan untuk membahagiakanmu, aku siap untuk itu!" tutur Dika tulus. Ayu hanya tersenyum simpul, melupakan seseorang sangat berat untuknya, dahulu ia berusaha melupakan Dika, karena dirinya sudah menjadi milik Ardian seutuhnya. Namun situasi saat ini berbeda, entah mengapa hatinya terus mengatakan jika Ardian selalu merindukannya. "Bagaimana kalau aku ajak kamu jalan-jalan? Mumpung cuaca masih cerah!" ajak Dika. Ayu memang sudah sangat bosan selama ia dirumah, terkadang Saka dan Dewi melarangnya untuk pergi jauh dari rumah, walau hanya sekedar mencari angin ke taman. Dika yang datang menawarkan Ayu untuk pergi bersamanya. "Baiklah, aku siap-siap, Kak Dika mau menunggu kan?" tanya Ayu. Dika tersenyum mengangguk, ia pun berkeliling melihat seisi tanaman yang sangat asri dan indah. "Yuk, aku sudah siap!" tutur Ayu. Ayu hanya mengganti pakaiannya, dan memoles kembali wajahnya. Lagi Dika merasa terpukau dengan Ayu, sampai Ayu melam
Ardian menggendong Ayu masuk ke rumah sakit, dengan sigap beberapa tenaga medis datang membantu. Ayu tersadar, rasa sakit untuk melahirkan membuatnya terus merintih, Ardian mengenggam tangan Ayu, mencoba memberi kekuatan agar Ayu dapat bertahan. Senyum Ayu merekah melihat jelas jika Ardian berada disisinya. Kekhawatiran nampak di wajah Ardian, ia pun berusaha menenangkan dirinya karena ini kelahiran anak pertamanya bersama Ayu. Dokter dan perawat segera mengambil tindakan, suara jeritan Ayu terdengar, tanpa ragu Ardian masuk ke dalam menemani Ayu yang tengah berjuang melahirkan. "Bapak suaminya?" tanya si perawat. "Iya, saya suaminya!" jawab Ardian cepat. Tidak lama suara bayi menangis menggugah hati Ardian, bayi laki-laki, wajahnya mirip dengan dirinya. Ayu dihujani ciuman oleh Ardian, hatinya merasa senang menyambut kehadiran putra pertama mereka.Ayu mengenggam tangan Ardian. "Jangan tinggalkan aku lagi!" pinta Ayu. Ardian mengangguk tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju