Ayu berlari kecil sambil memegangi perutnya, ia benar-benar tidak sabar untuk melihat keadaan Ardian saat ini. Napasnya tersengal-sengal, begitu pula Saka yang lebih khawatir dengan sikap Ayu saat ini. "Ay, jangan berlari, kasihan bayimu nanti!" tegur Saka. Ayu tidak memperdulikan ucapan Kakaknya, tangannya bergerak membuka pintu kamar Ardian. Kedua matanya mengerjap tidak percaya. "Kemana Mas Ardian? Di mana suamiku?" teriak Ayu, sehingga membuat beberapa tenaga medis mendekatinya."Ada apa? Tolong jangan berteriak Nyonya!" seru seorang perawat tua yang mendekati Ayu. "Bu, katakan di mana suamiku? Pria yang terbaring di tempat ini? Di mana saat ini?" tanya Ayu histeris.Perawat tersebut memeluk Ayu, ia mengerti dengan perasaan Ayu, ia juga sering melihat Ayu datang menjenguk pasien di kamar itu. "Tenanglah, akan kuberitahu jika kamu tenang dan tidak berteriak lagi!" jawab si Perawat. "Di mana suamiku, Bu?" tanya Ayu yang menangis terisak, sementara Saka tidak ingin mendekati Ayu
Tiga bulan kemudian masih sangat sulit untuk dihadapi Ayu, pasalnya sebentar lagi waktunya Ayu melahirkan anaknya bersama Ardian. Sosok yang dirindukannya itu tetap belum muncul untuk menemuinya. Sebisa mungkin ia meminta bantuan kepada teman-temannya yang mengetahui keberadaan Siska dan Daddynya. Saka terus memperhatikan kesehatan sang adik, yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. "Kapan Kakak akan menikah?" tanya Ayu disela-sela saat Saka menyuapinya. "Aku tidak tahu, sebagai Kakak yang baik aku ingin memastikan kamu bahagia lebih dulu, daripada harus memikirkan nasibku yang masih menjomblo!""Oh ya? Mau tidak aku kenalkan Kakak dengan seorang wanita, dia temanku pasti Kakak langsung suka dan jatuh cinta pada pandangan pertama!""Memangnya kamu punya teman?""Punya, dia temanku dari Amerika, bagaimana?""Heh, Ayu, pikirkan saja dirimu, lima hari lagi kamu akan melahirkan, itu kata Ibu bidan!" sergah Saka, yang tidak ingin membahas keinginannya untuk menikah. "Kak, kalau ana
"Aku tidak ingin memaksamu Ayu, tetapi jika aku di izinkan untuk membahagiakanmu, aku siap untuk itu!" tutur Dika tulus. Ayu hanya tersenyum simpul, melupakan seseorang sangat berat untuknya, dahulu ia berusaha melupakan Dika, karena dirinya sudah menjadi milik Ardian seutuhnya. Namun situasi saat ini berbeda, entah mengapa hatinya terus mengatakan jika Ardian selalu merindukannya. "Bagaimana kalau aku ajak kamu jalan-jalan? Mumpung cuaca masih cerah!" ajak Dika. Ayu memang sudah sangat bosan selama ia dirumah, terkadang Saka dan Dewi melarangnya untuk pergi jauh dari rumah, walau hanya sekedar mencari angin ke taman. Dika yang datang menawarkan Ayu untuk pergi bersamanya. "Baiklah, aku siap-siap, Kak Dika mau menunggu kan?" tanya Ayu. Dika tersenyum mengangguk, ia pun berkeliling melihat seisi tanaman yang sangat asri dan indah. "Yuk, aku sudah siap!" tutur Ayu. Ayu hanya mengganti pakaiannya, dan memoles kembali wajahnya. Lagi Dika merasa terpukau dengan Ayu, sampai Ayu melam
Ardian menggendong Ayu masuk ke rumah sakit, dengan sigap beberapa tenaga medis datang membantu. Ayu tersadar, rasa sakit untuk melahirkan membuatnya terus merintih, Ardian mengenggam tangan Ayu, mencoba memberi kekuatan agar Ayu dapat bertahan. Senyum Ayu merekah melihat jelas jika Ardian berada disisinya. Kekhawatiran nampak di wajah Ardian, ia pun berusaha menenangkan dirinya karena ini kelahiran anak pertamanya bersama Ayu. Dokter dan perawat segera mengambil tindakan, suara jeritan Ayu terdengar, tanpa ragu Ardian masuk ke dalam menemani Ayu yang tengah berjuang melahirkan. "Bapak suaminya?" tanya si perawat. "Iya, saya suaminya!" jawab Ardian cepat. Tidak lama suara bayi menangis menggugah hati Ardian, bayi laki-laki, wajahnya mirip dengan dirinya. Ayu dihujani ciuman oleh Ardian, hatinya merasa senang menyambut kehadiran putra pertama mereka.Ayu mengenggam tangan Ardian. "Jangan tinggalkan aku lagi!" pinta Ayu. Ardian mengangguk tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju
Malam itu, Dika menjebak Runia yang datang mengendap-ngendap ke kamarnya, setelah Runia didakwa menjadi buronan oleh polisi. Runia sama sekali tidak mengetahui jika pistol yang dibawanya adalah pistol mainan, Dika mengetahui rencana Runia, sehingga dirinya harus melepas perbannya dengan wajahnya yang masih cacat dan terluka. Runia menembakkan arah pistolnya pada Ayu, sayangnya ia tidak berani menarik pegas pistolnya, namun suara benda itu berbunyi dan mengenai Ardian, Dika, Dika menembak Ardian dan dengan cepat ia melarikan diri. Runia tidak pernah tahu jika Dika, adalah tersangka utamanya. Runia mengunjungi Dika di rumah sakit, hatinya teriris melihat Dika yang tengah berbaring di atas dipan. "Maafkan aku Kak, aku hanya bisa mencintaimu lebih dari segalanya, aku pun tidak ingin kehilanganmu, aku sudah membunuh orang lain yang tidak bersalah, dan hari ini aku tersadar dendamku membawaku menuju masalah, Aku akan pergi, jaga diri Kakak, sampai kapanpun aku tetap mencintai Kakak!" uca
Ardian dan Ayu kembali ke rumah lama mereka. Ayu sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah membaik. Dewi dan Sandi merasa senang, sebab mereka sangat antusias sekali memiliki cucu jagoan dari Ayu dan Ardian. Tidak lama, Saka datang membawa beberapa buah tangan untuk keponakan barunya. Saka terpaksa menyalami Ardian, tatapannya masih seperti dulu selalu sinis jika melihat Ardian. "Kau, kemana saja? Menghilang sesuka hati!" tanya Saka gemas. "Kenapa Abang merindukan aku?" goda Ardian. "Jangan panggil aku Abang, aku tidak sudi memiliki adik sepertimu!" pungkasnya. Ardian hanya bisa tersenyum, ia pun tidak tahu apa yang membuat Saka bisa tidak menyukainya. Saka berjalan menghampiri kedua orang tuanya yang terlihat asik bermain dengan Arkana. "Hai, siapa namanya Bu?" tanya Saka. "Arkana Paramayoga!""Siapa yang memberi nama?" tanya Saka lagi."Ya Ardian, kamu mau memberikan dia nama? Makannya nikah!" ucap Sandi. "Bagaimana mau menikah, kalau dia sibuk bekerja terus, cepat
Dika berjalan masuk dan melangkah cepat menuju ke kamarnya, ia merasa kesal melihat rona wajah Ayu yang begitu bahagia bersama Ardian. Impiannya dulu melamar Ayu kini menjadi sirna, sudah sangat lama ia menyukai Ayu, saat Ayu menjadi murid dan belajar dengannya. Semuanya telah ia lakukan untuk Ayu, membantu Ayu, mengikuti kemana Ayu pergi, tanpa sepengetahuan Ayu. Dika berniat untuk melamar Ayu sebagai istrinya, setelah lulus sekokah, namun semua itu gagal karena Ardian sudah menodainya dan memilih untuk menikah dengan Ardian, bukan dengannya. Hatinya hancur, cinta yang semula untuknya kini sudah sirna. Tidak mudah melupakan Ayu, Dika berjuang semuanya hanya untuk membahagiakan Ayu. Hatinya tidak bisa menerima, ia masih menginginkan Ayu, karena ia merasa yakin jika masih ada perasaan cinta di hati Ayu untuknya. "Maaf Ayu, siapapun suamimu, aku harus merebut kamu kembali, aku tidak bisa hidup tanpa kamu!" tuturnya. Dika merebahkan tubuhnya, ia memejamkan matanya berharap masih ada
Ayu membaca isi pesan dari Dika, ia sudah tidak ingin menyembunyikan semuanya dari Ardian, sehingga ia meminta izin kepada Ardian. "Mas, bagaimana boleh aku bertemu dengan Kak Dika?" tanya Ayu. Ayu hanya akan menuruti perkataan Ardian, jika Ardian mengatakan tidak, maka ia tidak akan menemui Dika. "Temui saja!" jawab Ardian cepat, Ayu menoleh ke arah Ardian, pria disampingnya itu memang tidak menyuakai Dika, namun jawaban Ardian barusan membuat Ayu bertanya-tanya di dalam hati. "Tumben, biasanya Mas akan marah, jika aku bertemu dengan dia!""Kali ini aku mencoba menjaga egoku, tapi kamu tetap dalam pengawasanku!" ucapnya dengan tegas. Ayu mengangguk, ia terus memandangi suaminya yang terlihat tampan di pagi hari ini. "Setelah ini Mas akan apa?" tanya Ayu. "Aku harus pergi Sayang, ada sesuatu yang harus kuselesaikan!""Apa itu?" tanya Ayu heran, karena melihat Ardian seperti buru-buru. "Nanti aku ceritakan, saat ini waktunya sudah mendesak, aku harus pergi, kalau kau ingin pergi