Aisha pergi belanja ke supermarket setelah diperintahkan oleh Devan membeli banyak sekali keperluan untuk di rumah. Juga keperluan untuk dirinya sendiri diperbolehkan oleh Devan.
Ketika dia ada di kasir. Satu keranjang penuh diletakkan di sebelahnya. “Bayarin Ayah!” Dia menoleh ke sebelahnya ketika dilihatnya sang ayah berdiri di sebelahnya. Pria itu santai sekali saat barangnya mulai di scan. “Ayah ngapain?” “Ya belanja. Kamu nggak pernah pulang. Kamu nggak pernah kasih Ayah uang. Nggak pernah pulang ke rumah nengokin Ayah sehat atau nggaknya.” Geram dengan jawaban sialan dari pria itu sampai membuat Aisha ingin mengumpat. Jujur saja dia benci sekali dengan ayahnya yang sekarang ini berada di dekatnya. Kalau saja bukan karena keramaian ini dan lihat begitu banyak orang yang memandangi mereka berdebat. Jujur ia tidak akan mau. Tapi begitu semua belanja dari pria itu sudah berhasil dijadikan satu setruk oleh kasir. Aisha hanya bisa diam. Keluar dari supermarket. Semua barang juga dibawa oleh sopir kendaraan umum itu. Karena dia batal meminta bantuan kepada sopir di rumah Devan. “Ayah butuh uang, Aisha.”Dia ingin menghindar tapi di sana sangat ramai sekali. Untuk kedua kalinya dia harus mengalah kepada orangtuanya. Jadi, dia keluarkan dua ratus ribu dari dompetnya. Tapi direbut oleh Juan—ayahnya. Benar-benar menjengkelkan. Semua uang sisa di dompetnya. Satu juta setengah diembat oleh pria itu. “Kamu jangan pelit sama Ayah.” Hampir dia berteriak kepada orangtuanya karena dia harus mencari uang lagi karena semua uangnya dihabiskan oleh Juan. Pria itu mana mau mengerti soal keuangannya Aisha. “Ayah, aku butuh ongkos. Aku nggak ada uang lagi.” “Kamu belanja begitu banyak.” “Ini semua belanja bulanan majikanku.” “Oh berhentilah jadi pembantu anakku. Kamu sudah S1, cari pekerjaan. Jangan jadi babu, kamu berhak jadi anak sukses.” Juan memberikan uang 150 ribu untuk ongkosnya Aisha. Lalu kemudian berkata. “Ayah pulang dulu. Ayah jenguk Ibu kamu hari ini. Aisha pulang ke rumah Devan. Tapi sepanjang perjalanan Aisha memikirkan ucapan Juan soal dia berhak untuk sukses. Sedangkan dia harus tetap ada di rumah itu. Benar juga kata Juan kalau dia berhak untuk sukses. Tidak melulu jadi pembantu di rumah itu. Apalagi dengan pendidikannya. Tapi dia bisa meraih gelar juga atas bantuannya Devan. Semua sudah dibereskan oleh Aisha dan juga dia membersihkan semua penjuru rumah. Gajinya juga banyak di sini. Jadi dia bisa sekolahkan Hendra. Tapi beberapa waktu belakangan dia harus menunggak bayar SPP. Mungkin juga dengan adanya sisa uang dia bisa belikan Hendra motor atau sepeda untuk ke sekolah. Tidak mungkin adiknya jalan kaki dengan jarak yang terlalu jauh. Tapi tidak pernah mengeluh juga. Meskipun begitu dia pikirkan nasib adiknya. Sembari dia hitung semua belanjaannya Juan di kartu tadi yang dia gunakan semua itu adalah miliknya Devan. Enam ratus ribu. Dia mengernyit melihat nominal itu pada semua belanjaan yang dia sendiri tandai belanjaan untuk Devan. Ketika dia malam hari dia sudah selesai makan. Juga hendak mengembalikan mengembalikan kartunya Devan. Dia mengetuk pintu kamar pria itu dan seketika keluar. “Merindukanku?” Aisha melihat gelagat pria itu yang mengatakan kalau dia sama sekali tidak rindu. Bahwa dia menyodorkan belanjaan. “Ayah saya belanja 600 ribu. Potong gaji Mas. Dia datang ke supermarket.” Devan mengambil kartu itu. “Tidur denganku.” Tapi Aisha ingin pergi dari kamar itu. “Aisha, masuklah!” tangannya dicegat oleh pria itu. “Tidak. Jangan lakukan itu lagi.” “Kamu mau kalau aku sebarkan bahwa kamu tidur denganku pada Ibumu? Aku membutuhkan kamu malam ini saja.” “Hey, saya tidak akan mau lagi, Mas.” Tapi Devan menghela napasnya. “Aisha, ini perintah! Aku akan bicara dengan Ibumu. Ingat Ibumu sedang sakit.” Dia menggeleng ketika Devan memegang tangannya. “Mas Devan kenapa jadi begini?” “Kamu keterlaluan, Aisha.” “Kenapa?” “Karena kamu buat aku seperti orang bingung. Ditinggalkan saat pagi hari, kamu jahat.” Tangannya tidak dilepaskan oleh Devan. Justru diseret masuk ke dalam kamar. Pria itu mengunci pintu kamarnya. “Mas, jangan!” dia mencoba untuk menahan diri. Akan tetapi justru ditahan lagi oleh Devan untuk keluar. Pria itu mendorongnya ke ranjang hingga tubuhnya terlempar dan masih berusaha untuk melawan. Kedua tangannya ada di atas kepala. Dengan tatapan Devan yang teduh. Pria itu memajukan wajahnya. “Aisha.” Pria itu perlahan mengusap bibirnya Aisha dan mulai mencium bibir ranumnya. Ciuman itu berubah jadi lumatan juga tangan kanannya Devan meremas dadanya Aisha. Aisha melihat betapa lihainya pria itu dalam menyentuhnya. “Ini rahasia kita.” Tapi Aisha tidak bisa bergerak karena kuncian tubuhnya Devan yang keras. Kalau dia menendang pria itu juga sudah tidak bisa. Dia ditindih sepenuhnya sampai tidak bisa melakukan perlawanan. Aisha diam ketika Devan sudah selesai dengan pelepasannya. Pria itu mencium keningnya. “Mas Devan tahu ini salah, kan?” “Jangan protes, Aisha. Enam ratus ribu itu lunas, oke! Jangan anggap hutang.” Aisha memukul dadanya Devan. “Sialan.” Devan tertawa setelah menggauli Aisha lagi. “Ingat aku melakukannya di dalam. Aku hanya denganmu. Artinya ... kamu milikku.” Tidak ada klaim kepemilikan. Aisha tidak mau jika ini hanya menjadi objek pemuas nafsu semata. Tapi begitu dia ingin bangun dari tempat tidur. Justru Devan menariknya dan memeluknya. “Tidur di sini. Aku tidak tahu nanti aku ingin melakukannya lagi.” “Mas Devan jangan keterlaluan.” “Aku sudah bilang kamu milikku, Aisha.” “Tidak ada over klaim, ya.” “Terserah. Kalau aku sudah bilang kamu adalah milikku. Mana peduli sama yang kamu lakukan. Ingat kita sudah lakukan itu lima kali. Tiga kali gagal karena kamu sempit, keempat kamu udah nggak perawan. Lalu sekarang kamu adalah milikku.” Aisha tidak bisa berkutik ketika Devan memaksa untuk dia bertahan di kamar. Tapi dia ingat kalau ucapan Juan sekarang jadi beban pikirannya. “Saya mau resign, Pak.” “Kenapa?” “Butuh pekerjaan di luar sana.” “Kamu di sini saja. Jangan kerja di luar, apalagi kerja kantoran. Uang kamu akan habis beli untuk fashion, makan kamu, gaya hidup kamu juga di sana akan saingan dengan teman kerja. Belum lagi kamu dapat teman yang dua muka. Kamu di sini, gajimu aku naikkan. Ayahmu meminta uang lagi?” “Uangku sudah habis dikuras dia tadi ketika di supermarket.” “Karena Ayahmu adalah simbol pria brengsek, Aisha.” “Bukan hanya itu. Dia juga bajingan.” Aisha mengangguk dengan ucapan Devan. Jujur saja dia juga sangat sakit hati dengan apa yang sudah dilakukan oleh orangtuanya. Ibunya berapa kali dimadu oleh ayahnya juga punya anak.“Aku tahu Ibumu dulu sering dipukuli. Kenapa tidak cerai?” “Ibuku mencintai Ayahku.” “Bukan, aku melihat kalau Ibumu bertahan hanya karena anak-anaknya.” Aisha yang bicara kaku tadi sekarang mendengar ucapan dari Devan soal definisi seorang Juan.Aisha bangun terlambat pagi ini karena harus melayani pria itu semalam beberapa kali. Akan tetapi dia ingat ucapan soal ibunya bertahan hanya demi anak-anak. Itu menyakitkan bagi Aisha. Tapi mengenai pekerjaan dia masih lebih tertarik bekerja di luar. Masih ada di dalam kamar. Devan yang sudah beranjak terlebih dahulu. Waktu Aisha memasang kembali pakaiannya. Devan keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut yang masih basah. “Mengenai ucapanku semalam soal pekerjaan. Pikirkan baik-baik. Aku punya perusahaan. Kalau kamu ingin mencoba, juga ingin memakai gelar kamu. Masuklah!” Aisha mengangkat kepalanya mendengar perkataan itu. “Tapi aku nggak mau cari asisten, kalau kamu mau di sana. Masuk saja. Kamu bisa ambil posisi sesuai jurusan kamu. Sesuai apa yang kamu bisa. Tapi urusan rumah tetap jadi urusan kamu juga. Jangan seperti orang yang saling kenal.” “Apakah Mas Devan perbolehkan aku bekerja?” “Kamu benar, kamu butuh karier dan juga pengalaman kerja untuk bisa cari pekerjaan
Devan menepati janjinya untuk membawa Aisha ke perusahaan. Dia tidak mau kalau sampai wanita itu melakukan kesalahan apa pun nantinya. Jadi, segala upaya telah dilakukan oleh Devan memenuhi kebutuhan Aisha.Di perusahaan Aisha ada di bagian data entry.Tidak mungkin juga dia biarkan Aisha bekerja pada perusahaan lain kalau masih bisa dibantu.Berkas di atas meja kerjanya telah selesai. Tapi Devan sedang menunggu orangtuanya yang katanya siang ini akan datang. Sedangkan Aisha pasti akan masuk ke dalam ruangan untuk membawakan makan siang itu. Berangkat bareng, makan siang bareng, pulang bareng dilakukan oleh Devan dan juga Aisha.Terdengar suara pintu diketuk kemudian Devan mengalihkan pandangannya dan melihat kalau orangtuanya datang juga. Beranjak dari kursi kerjanya menyambut kedua orang itu lalu meminta untuk duduk.Begitu orangtuanya duduk. Devan meminta untuk dibuatkan minuman pada anak buahnya. “Mama ke rumah kamu tadinya. Tapi kok sepi, ya?”“Aisha kan kerja, Ma.”“Dia berhenti
Devan baru saja pulang dari kantornya yang agak sedikit terlambat dari Aisha, sampai rumah bukannya istirahat. Tapi menyaksikan Aisha bertengkar dengan Juan.Pemandangan ini sudah biasa.Devan hafal sekali kedatangan pria itu hanya untuk uang. Sementara Aisha sampai berteriak mengatakan tidak ada uang. Devan malas berurusan dengan pria ini. Begitu turun dari mobil, ia langsung melangkah menuju pintu.“Jangan kalung itu, Ayah!!”Devan menoleh ketika Juan pergi. Sedangkan Aisha berusaha mengejar. Karena kalung itu merupakan hadiah dari mamanya Devan untuk Aisha beberapa tahun lalu.Aisha pulang lebih dulu untuk hari ini karena harus siapkan makanan untuk Devan.Tapi Devan berusaha tidak peduli ketika Aisha menangis. Kalung itu berharga, bagi Devan juga. Karena apa pun pemberian mamanya selalu dia hargai. Justru direbut oleh Juan.Aisha masuk ke dalam rumah waktu Devan membuka sepatunya.Waktu itu Aisha berusaha menyeka air matanya. “Mau sampai kapan dia ngerusuh seperti ini?”Aisha buru
“Kamu bisa kerja nggak?” teriak Devan ketika melihat laporan keuangan yang berantakan. Data yang diserahkan oleh Andi tidak sesuai dengan yang dia terima di komputernya. Emosinya memuncak saat Andi terlihat begitu santai sekali menanggapi apa yang dikatakan oleh Devan barusan. Kemungkinan besar dia juga akan memecat pria ini karena terlalu abai soal laporan keuangan yang harusnya dia dapatkan dengan hasil yang sangat teliti, tapi berbeda dari apa yang dia terima di komputernya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh tim audit. “Keluar sekarang juga, Andi!” teriak Devan karena tidak terima karena tidak adanya kejujuran di sini. Sementara data yang dia terima memang berbanding terbalik dari laporan yang membuat Devan emosi sangat tinggi kepada Andi. Pria itu keluar dari ruangannya lalu masuklah Aisha ke dalam ruangan membawakan makan siang untuknya. “Dia kenapa?” “Laporan keuangan dipermainkan. Dana banyak yang nggak ada. Aku sendiri sudah cek laporan beberapa kali,” jawabnya pada A
Semua terlintas dalam benaknya Devan. Ucapan Aisha yang masih dia pikirkan beberapa hari lalu. Di dalam kepalanya, tidak ada yang lain untuk sekarang ini setelah bicara dengan Aisha. Menyebutkan kalau Devan akan menikah suatu hari nanti. Tapi tidak dengan Aisha yang mengatakan kalau dia tidak akan pernah menikah. Lantaran sudah terlanjur rusak oleh ulahnya Devan yang mengajak Aisha tidur. Ditambah juga dengan uang yang sebagai bayaran sebagai tanda terima kasih telah ditemani tidur. Sekarang telah disesali Devan. Aisha memang perawan untuk pertama kalinya juga Devan melakukan itu dengan orang terdekatnya. Selama pacaran, dia hanya mengajak kekasihnya untuk jalan, tapi tidak untuk melakukan suatu hal yang tidak baik. Hanya Aisha yang terjebak di dalam hubungan tidak baiknya Devan. Aisha telah dipekerjakan lama di rumahnya. Ketika Aisha kecil pun ikut bersama Ibu Nita untuk bermain dengan Devan. Ketika dewasa, yang merusak wanita itu bahkan Devan sendiri. Dalam benaknya juga ada pen
Linda tidak mengatur segala rencana yang diinginkan Devan. Semua dibebaskan asalkan Devan bersedia menikah. Ketika anak mereka menyebut kalau menginginkan bersama dengan Aisha. Maka pilihannya adalah menyetujui, sebab Aisha juga sudah lama sekali tinggal di rumah mereka berdua. Tentu pilihan Devan juga tidak sembarangan untuk menikah. Usai patah hati dan mengatakan kalau dia tidak akan pernah menikah. Tapi berbeda sekarang, justru meminta izin menikahi Aisha. Jadi, Linda pun mengiyakan permintaan sang anak yang tidak buruk. Karena Aisha juga berpendidikan, baik, juga sangat lembut sekali. Mengurus Devan sudah sangat lama. Mereka tinggal berdua usai Devan membeli rumah dan membawa Aisha. Sedangkan sebentar lagi ibunya Aisha akan kembali lagi menjadi asisten di rumahnya Linda. Sambil menunggu suaminya yang sedang bersiap-siap. Mereka akan pergi melamar Aisha kepada Nita hari ini. Dari awal Linda menyadari bahwa anaknya terlihat jauh lebih perhatian kepada Aisha. Namun dengan perhati
Devan diberitahukan oleh orangtuanya kalau lamaran dengan orangtuanya Aisha sudah dilakukan. Sekarang tinggal giliran Devan mengakui ajakan pernikahan itu kepada Aisha.Pria itu menunggu jam makan siang untuk bisa berduaan dengan Aisha. Malam ini juga akan pulang ke rumah pribadinya. Aisha juga sudah kembali lagi ke rumahnya Devan. Mereka akan tinggal bersama lagi untuk nantinya.Ceklek.Devan menoleh ke sumber suara, pintu ruangannya dibuka. “Mas Devan.” Wanita itu ceria begitu datang membawakan makanan.Dia hanya menghela napas panjang.Jadi begini calon istrinya?Devan bangun dari tempat duduknya lalu membantu Aisha meletakkan makan siang itu di atas meja. “Ibu kamu sudah ngomong sama kamu?”“Soal lamaran?”Devan mengangkat kepalanya. “Ya.”“Mas Devan yakin mau menikah sama aku?”Devan tersenyum. ‘hanya sebagai penyelamat karena Aisha bilang tidak akan pernah menikah’ dia berkata di dalam hati lalu pria itu mengangguk. “Yakin kok.”“Mas Devan nggak masalah aku jadi pembantu?”“Kapa
Devan baru saja selesai menghubungi orangtuanya tentang rencana pernikahan dengan Aisha. Orangtuanya justru antusias mendengar mereka berdua akan menikah. Aisha juga menerima, tidak keberatan dengan ajakannya Devan. Sedangkan Devan ingin menikah karena tanggung jawab semata.Bukan karena mencintai, ataupun jatuh cinta kepada Aisha.Mungkin bisa dikatakan kalau pernikahan mereka sementara.Devan belum siap berumah tangga. Apalagi kalau ada anak nantinya. Dia berpikir panjang soal itu. hanya saja mengajak Aisha menikah memang merupakan kesalahan terbesar. Tapi kalau tidak seperti itu. Aisha akan jauh lebih terpuruk.Memaksakan diri untuk jatuh cinta kepada Aisha.Dia membalas pesan dari papanya tentang gedung pernikahan yang sepenuhnya diserahkan pada orangtua.Devan memilih gedung yang banyak sekali foto diberikan oleh papanya.Pria itu menghela napasnya lalu turun untuk mengambil air minum. Ketika dia turun, dilihatnya televisi sedang menyala. Devan melanjutkan langkahnya ke dapur dan