Ellia masih menemani Jerry yang terkapar di atas salju. Ia begitu sedih melihat kondisi sahabatnya itu. Ia berjanji tak akan meninggalkan Jerry yang selama ini banyak membantu dirinya. Jack pun tak jemu memandang Ellia, walau hatinya begitu teriris-iris.Tiba-tiba salju kembali turun, berjatuhan ke permukaaan. Angin kembali bertiup kencang. Selang beberapa detik matahari ganti bersinar. Badai pun lenyap tanpa jejak. Jack terhenyak. Begitu juga dengan John. Mereka berdua mencari-cari lubang hitam itu. Namun, keberadaan lubang hitam itu sama sekali tidak meninggalkan jejak. Keadaan tampak kembali normal seperti semula. Bahkan lebih kini baik. Jack masih berpikir keras sementara John melepas tawa sambil mengelus dada. Jack masih tak mengerti dengan lubang hitam itu. Mengapa bisa tiba-tiba muncul dan tiba-tiba menghilang.“Apakah semua yang ada di sini sebenarnya tak pernah ada? Hanya sebuah fatamorgana? Proyeksi tak nyata dari sebuah cahaya Tuhan?” gumam Jack seraya mengernyitkan ken
Senjata laras panjang yang sangat canggih lantaran mampu menampung banyak amunisi. Dengan senjata itu tangan Mrs. Vaeolin seperti menampar dinding dan langit-langit di balik teralis gerbang besi. Ia meyakini sebuah sistem keamanan lapis kedua terdapat di atap atau di dinding di dekat pintu gerbang dari teralis besi. Sehingga ia berharap melalui peluru-peluru itu ia dapat merusak sistem kontrol keamanan yang mengatur buka tutup otomatis pintu teralis gerbang besi.Tiba-tiba alrm keras di balik teralis besi berbunyi bersamaan dengan cahaya merah menyala berkelap-kerlip yang juga terdapat di balik jeruji besi. Pintu teralis juga ikut berbunyi, “Jlek!”“Cepat dorong pintunya!” seru Mrs. Vaeolin.“Pintu apa?”“Pintu teralis besi di hadapanmu, Hery!” jawab Mrs. Vaeolin dengan geregetan.Lantaran asap yang masih tebal Paman Hery meraba-raba, sebelum ia layangkan kakinya ke arah pintu gerbang teralis besi. Akibatnya pintu gerabang itu terbuka. Buru-buru Mrs. Vaeolin dan Paman Hery masuk melew
Herman akhirnya bersedia bekerja sama dengan dua tahanan yang hendak kabur itu. Tapi, ia meminta imbalan mereka berdua. Ia tak ingin melakukan pekerjaan yang tidak menguntungkan. Lagi pula resiko membantu meloloskan tahanan sangatlah besar. Bila ketahuan, ia pasti dipecat dari pekerjaannya.“Hah, apa kepalamu tak cukup berharga!” Paman Hery geram.“Baiklah, kami akan memberi apa pun yang kau mau,” sahut Mrs. Vaeolin.Herman melapas senyum lebar di kedua pipinya. Ia begitu senang tawarannya diterima. Kemudian ia mengatakan sebuah rencana pada dua orang yang ia duga sebagai tahanan itu. Herman mengatakan belum ada pengetatan penjagaan di lantai satu di Blok Selatan. Tapi ia meminta mereka berdua untuk berpura-pura menjadi sipir yang akan kembali dari tugas piket. “Masukkan senjatamu itu ke kantongnya. Dan simpan di bawah kereta dorong ini. Berusahalah rileks,” kata Herman."Ini?" Paman Hery mengulang."Cepat masukkan! Hanya pasukan patroli yang membawa senjata itu!" sahut Mrs. Vaeolin.
Goncangan keras tiba-tiba terjadi ketika hendak memasukkan Ellia dan seekor kuda putih ke dalam kandang dari jeruji besi yang berada di dalam kontainer. Akibatnya kepanikan melanda Edhi dan tiga anak buahnya. Hanya Bomba yang bergeming tak ada gairah.“Sepertinya badai akan kembali datang!” seru Lindhan.“Oh, tidak! Semoga itu tidak terjadi!” seru Mike sambil mencengkaram erat jeruji besi.“Cepat-cepat! Cepat masukkan mereka ke dalam kandang. Kita harus secepatnya pergi!” Seru Edhi. Mereka pun bekerja dalam goncangan yang dahsyat.Hingga truk melaju, salju kembali turun. Matahari tiba-tiba menghilang bagai di telan langit. Gemuruh angin bertambah kencang. Mengalir saling bertabrakan.Tiba-tiba gocangan berhenti. Langit kembali cerah. Dan salju berhenti turun. Matahari pun kembali tampak bersinar terik di langit.“Apa apaan ini!” Mike kesal sekaligus lega manakala melihat keadaan telah kembali tenang.“Oh syukurlah. Harusnya bersyukur!” Di ujung ucapannya Holdan mengeplak kepala Mike.
Berita mengenai kaburnya Mrs. Vaeolin juga sampai ke telinga Robert. Kini dadanya menjadi sesak. Nafasnya seakan tersumbat. Jantung bahkan seluruh tubuhnya bergetar. Sampai-sampai keringat dingin memenuhi wajahnya.Boffelt pun tak kalah panik. Ia yakin Mrs. Vaeolin akan membalas dendam pada mereka. Apalagi jika ia telah mengetahui Planet Zoo kini sangat berbeda dengan ketika Mrs. Vaeolin menjadi pemimpin utama.“Tuan, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana jika... jika Mrs. Vaeolin....”“Tidak! Itu tak akan terjadi. Jadi jangan menerka-nerka!” potong Robert.Usai menarik nafas dan menghembuskannya Robert berkata, “Aku yakin ia tidak tahu semua yang terjadi adalah rencana kita. Tak ada siapapun yang tahu, kecuali kau, aku dan Tuan Muda William!”Kemudian Robert melangkah ke hadapan asistennya itu. Ia menatap kedua mata Boffelt lekat-lekat. Di dalam kedua bola matanya seperti ada percikan api.“Karena itu kau tak boleh sembarangan bicara, Boffelt! Atau kau akan lenyap dari dunia ini!” l
“Tunggu! Jangan bergerak!” cegah Paman Hery seraya menggenggam tangan Mrs. Vaeolin. Lalu jari telunjuknya ia angkat ke depan mulutnya.“Pasukan patroli ada di atas!” ucap Paman Hery sangat pelan.Paman Hery dan Mrs. Vaeolin ternyata mendengar obrolan Herman dengan para petugas patroli. Ia tak bisa pergi begitu saja. Sebab suara langkah mereka akan terdengar menggaung keluar.“Oh tidak tidak! Jangan mendekat!” ucap Paman Herry ketika melihat seekor tikus yang sangat besar menghampiri kakinya. Ia pun tak sadar membedil tikus itu. “Dorr!!” “Herry!” seru Mrs. Vaeolin dengan geram, lalu lekas menarik tangan kawannya itu. Mereka berdua pun berlari di dalam lorong gorong-gorong.6 pasukan patroli yang mendengar suara letusan lekas melompat ke dalam lubang gorong-gorong. Mereka pun melihat dua orang berlari yang diduga adalah tahanan. Mereka memberedelkan puluru dari senapan di tangan mereka. Paman Herry balas memberedelkan mereka dari senapan yang ia bawa. 6 pasukan patroli terpaksa lebih m
Jack agak mengendorkan kecepatan mobil yang dikemudikannya lantaran berusaha menghindari seekor elang yang tiba-tiba terbang rendah dan melintas di hadapan jeep. Ia sangat heran sekaligus geram dengan hewan bersayap itu. Sepertinya burung itu sengaja mengganggu perjalanannya. Akibatnya mobil itu bergerak zigzag.“Hentikan mobil ini Jack! Aku pusing,” kata John. Usai menarik nafas, ia kembali berkata, “Lagi pula Ellia masih di belakang.”Kemudian John menoleh ke belakang. Kedua matanya mengerucut dengan kening berlipat ketika tak melihat tanda-tanda kemunculan Ellia. “Kemana Ellia? Apa Jerry tertidur lagi, sehingga ia melanjutkan tidurnya?”“Jack! Kau harus kembali. Ellia tidak ada di belakang kita,” seru John.Tiba-tiba Jack menginjak pedal rem ketika melihat seekor burung besar menghadang mobilnya. Tak pelak John terjungkal ke kaca mobil. Tubuh Jack membentur kemudi.“Aow!” lirih John yang kesakitan. Kemudian melanjutkan, “Ada apa denganmu, Jack! Jika ada jurang pasti mobil ini sudah
Sial bagi Paman Hery dan Mrs. Vaeolin. Baru saja keluar dari gorong-gorong yang yang berada di bawah jalan raya, mereka malah hampir tertabrak sebuah mobil mewah yang muncul dari belokan. Lantaran begitu terkejut Terry tak mampu mengendalikan Limousine bercat hitam yang mengangkut Mr. Darold dan putranya. Akibatnya Limousine melindas lubang gorong-gorong lalu oleng ke kanan dan menubruk pot pot bunga dan tiang besi.Untungnya Paman Hery lebih sigap menarik Mrs. Vaeolin ke kiri jalan. Mereka berdua pun jatuh di kiri jalan. Mereka berdua tidak terluka. Hanya saja adrenalinnya meloncat-loncat. “Hampir saja...,” lirih Paman Hery. Lalu melanjutkan, “Kita harus cepat pergi.” Kemudian Paman Hery menarik tangan Mrs. Vaeolin. Di luar dugaan, Mrs. Vaeolin malah iba dengan pengemudi dan penumpang di dalam mobil itu. Sejujurnya tak masalah baginya bila meminta maaf. Karena ia yang salah sudah mengagetkan. Namun, Paman Hery malah ingin buru-buru pergi. Karena baginya mereka berdua harus segera k