Acara liburan kami di Belanda yang dulu kubayangkan akan semakin merekatkan hubungan kami dalam kehangatan, kini malah merenggangkan kami dalam kedinginan. Dan sikap cueknya yang kentara itu diperparah dengan keberadaan Sander dan Opa di antara kami. Bree tidak lagi menjadikan aku atau Papa sebagai guide Belandanya. Di Papa, tidak ada efek sampingnya. Tapi di aku, efek sampingnya berupa menguap terus-menerus (sudah mirip seperti Max keparat) karena jumlah oksigen yang kuhela rasanya selalu saja kurang, dan lidahku jadi daging elastis yang tak bisa merasakan masakan dengan benar.
Maka, setiap kali Bree mulai bertanya padaku di Gua Gemeentegrot cendera mata apa untuk siapa saja yang seharusnya kami beli, aku tersenyum dan menekankan nama Amelia Hyunji tepat di depan wajahnya. Bukannya itu berarti bagi Bree, seperti misalnya bakal membuatnya cemburu atau sakit hati, tapi setidaknya dia tahu aku tidak sedang ingin ditanyai olehnya. Sejak itulah kur
Bahkan sebelum tepat pukul dua belas malam, kembang api telah diledakkan di beberapa sisi langit Amsterdam. Tiga menit menjelang pergantian tahun, Bree menghubungi Max yang terkantuk-kantuk dan menggumam-gumam dan Junko yang melepas masker mata bergambar mata panda dengan tampang kusut. Mama juga melakukan panggilan video dengan Edy. Aku mengintip sedikit ke layar handphone Mama yang memperlihatkan ruangan gelap berpenerangan lampu neon pink dan biru dan lampu retro kecil. Edy mengenakan kemeja hitam yang bagian lengannya disisingkan sampai siku."Jam berapa kau akan pulang?""Lampu sudah dimatikan. Aku akan segera pulang."Aku menoleh sedikit ke arah Mama dan Papa yang tampaknya mengerti Edy berada di mana dan sedang mengerjakan apa. Wajahku tidak tampak di kamera depan karena aku tidak ingin terlihat oleh Edy. Tapi sungguh, aku penasaran. Apa yang dilakukannya sampai pukul enam pagi di suatu tempat
Aplikasi radio bawaan handphone-ku sangat membantu dalam menyiarkan berita-berita mengenai cuaca. Tapi tiada satu pun saluran yang memprediksi datangnya badai salju. Hanya gerimis yang kemungkinan besar akan terjadi sejak pukul enam sore. Saat ini masih pukul tiga, dan walaupun mendung, tidak akan terjadi sesuatu di luar dugaan.Setelah puas memandangi keris itu, aku keluar dari gedung museum, menyusuri kembali halamannya dengan langkah kaki yang terasa berat. Pertanyaannya adalah kenapa, yang kemudian disambung dengan aku masih merasa berat hati, seberat langkah-langkahku menuju sekat besi di parkiran sepeda, melepaskannya? Setelah May dalam kepalaku berangsur-angsur menghilang, aku akan segera menjadi orang yang merdeka. Tinggal mencari cara untuk berhenti menjadi pengkhianat. Karena memang itulah tujuanku mengusir May dalam kepalaku. Aku yakin Olaf tahu apa yang harus dilakukan. Tapi sekarang, aku hanya perlu fokus
Aku kembali masuk. Kami menggunakan sabun berwangi esens sakura dan kayu manis yang sama. Tapi ketika digunakan orang lain, wanginya terbentuk dengan nyata, menyelubungi kulitnya dan terus melontar ke hidungku seperti penyemprot ruangan otomatis. Tidak seperti yang menempel dengan longgar di tubuhku dan lalu lenyap begitu saja. Kusandarkan pinggangku di tepian meja wastafel, berdiri menghadap Bree. "Kau sudah jatuh cinta pada Hyunji?" tanyanya tiba-tiba. Sejenak, aku kehilangan arah dan nyaris mengangguk karena saking panik mendengar pertanyaannya yang seolah tidak datang dari mana pun tapi tiba-tiba muncul di antara kami. Aku jadi mengingat perbincangan tentang materi gelap. Pertanyaan Bree terasa seperti itu. Setelah dapat menguasai diriku kembali, aku langsung berpaling ke cermin untuk meraih sikatku di keranjang kecil logam yang dicat hitam doff. "Bukan hal yang ingin kubagi," jawabku.
Hidangan malam ini diolah Mama dan Bree dari bahan-bahan makanan yang aku dan Bree beli di Albert Cuypmarkt. Seperti halnya Mevrouw Bella memaksanya tetap tinggal di dapur untuk mengajarinya cara menguleni adonan kerststol dengan benar, Mama pun bersikeras Bree harus mewarisi kepandaiannya memasak. Setidaknya cukup lebih baik dariku. Tapi dengan waktu mepet mendekati perpisahan dengan Mama, Bree jadi tergupuh-gupuh mempelajari semuanya sekaligus. Keberadaan enam lauk yang menemani nasi dan kentang tumbuk yang mengelilingi meja makan disebabkan oleh Mama yang bertindak cepat memandu keahlian memasak Bree. Aku tidak mengerti sejauh apa yang telah dikuasainya, tapi melihat dari menu-menu yang tidak sederhana tersaji di meja seperti sup ercis berkuah kental, hachee dari daging burung tanpa sayur, sup kepala ikan, braciole sapi, satu makanan berkuah kacang, dan satu lagi yang kelihatan seperti sup balado bertabur brokoli hijau, Bre
Aku sendiri butuh waktu untuk menyusuri masing-masing kepingan yang menyusun masa laluku pada masa itu. Setiap kepingan kubolak-balik, kuresapi, kubandingkan dengan kepingan masa kiniku. Tepatkah, timpangkah, atau saling bergeser dengan tidak nyaman seperti kerak bumi yang saling menyelip? Di hadapan Olaf, berdua dengannya, dalam percakapan satu sisi dengan dirinya berperan hanya sebagai pendengar dan menempatkanku dalam posisi seolah-olah aku hanya sedang bergumam pada diriku sendiri mengenai kejujuran masa laluku, 10 KEJADIAN DI MASA LALU YANG DAPAT MEMBUATKU MERASA SELESAI DENGAN MAY terasa sangat benar. Itulah bagian yang kini kuulangi lagi pada Bree seakan-akan aku sedang membacakan salah satu kisah sejarah.Aku begitu yakin sebab-akibat yang merundungku bukan berasal dari ketidaktahuanku atau kebodohanku dalam memprediksi masa depan, melainkan dari keputusan-keputusan yang kubuat secara asal seperti, contohnya, pernah menerima Hyun
Dalam pengaruh ikat tatapannya, aku menggeleng. Bree menuntunku, tetap begitu, menatapku dan menjadikan diriku sebagai aku. Ketika dia melalukannya, setiap kali menatapku, dia mampu membuatku merasa yakin bahwa aku adalah pribadi mandiri. Yang dia cari adalah Thomas Dustin dan dia hanya menemukannya lewat mata ini, mata yang dia tatap sedemikian rupa."Bagaimana dengan Thomas berhenti berkhianat pada sang Teman? Karena, otomatis, setelah perselingkuhannya dengan Sahabat Gadis berakhir, berakhir pula pengkhianatannya pada Gadis. Menurutmu, plot kisahnya akan bagus?"Aku mengangguk, tapi tak sanggup menjawabnya secara verbal. Selama ini, itulah yang menjadi intrik dalam pikiranku yang menyebabkannya saling berkelahi satu sama lain. Bagaimana caranya berhenti berkhianat tanpa benar-benar merasakan dampak negatifnya?"Kita akan mencari cara untuk menulis kelanjutan plotnya." Bree menjumput helai-helai rambutku. Ke
Ketukan tiga kali di pintu utama membuyarkan sedikitnya 43 skenario sapaan yang sopan tanpa membuat May kabur tunggang-langgang saat melihatku. Belum lagi aku sempat mendaftarkan sapaan khusus untuk pacar Belgianya: haruskah aku mengangguk dengan kalem, atau membungkuk dalam-dalam seperti orang Korea atau Jepang saat memberi salam, atau hanya berkata hi dengan ringkas atau apa kabar atau selamat pagiatau apa pun. Mungkin, karena tidak adanya balasan dari dalam, orang di luar itu membunyikan lonceng di sebelah pintu, yang membuat Mama terpaksa bangun dan dengan wajah jengkel menendang lututku menggunakan lutut lancip mungilnya. Mama bersungut-sungut dan aku bersyukur Mama termasuk jenis wanita yang jarang memoles lipstick karena kalau dia mengerucutkan bibirnya begitu, orang-orang akan berlomba-lomba menggebuk semut api di tempat yang seharusnya adalah bibirnya. Mama sendiri yang membukakan pin
Kereta selanjutnya dari Leiden menuju Belgia berangkat pukul 18.15. May dan Jeremy segera berpamitan tepat pada pukul setengah enam sore. Mereka berkata akan mencari bus menuju Leiden tapi Papa mengoper kunci mobil padaku dan diam-diam memintaku mengeluarkan mobil dari garasi. Masalah membujuk, serahkan saja pada Bree. Dan begitu mobil siap di depan rumah, May dan Jeremy terbukti telah termakan bujuk rayu Bree. Tentu saja harus Bree karena baik Mama maupun Papa bukan merupakan orang yang tepat melakukan segala daya upaya persuasif. Perjalanan menuju Leiden menggunakan mobil memakan waktu delapan belas menit karena Papa yang menyetir. Setidaknya, kami memangkas waktu lima menit dari biasanya (kalau yang menyetir adalah orang selain Papa). May dan Jeremy segera turun di depan fasad kerangka besi Stasiun Leiden Centraal. Kebetulan, tidak banyak kendaraan yang mengantar pengunjung ke stasiun sore ini sehingga dalam satu lompatan lincah, May mengetu