"Ini sangat jauh dari bayanganku."
Sambil merapikan jas abu-abu Xander, Crystal mendongak ke arah Xander yang tersenyum hangat padanya. "Maksudmu?"
"Menikah denganmu ... aku pernah beberapa kali membayangkannya. Terasa seperti mimpi bodoh yang mustahil." Suara Xander terdengar lembut, senada dengan genggaman di pergelangan tangan Crystal. "Aku pikir aku akan menikahi putri manja yang tidak bisa memakai bajunya sendiri. Sekarang kau malah yang memilihkan pakaianku, memakaikannya."
"Kau terlalu meremehkanku, Mr. Leonard." Crystal mengerucutkan bibir. "Di mana tempat dasimu? Aku tidak bisa menemukannya satu pun."
"Tidak ada. Aku tidak suka memakai dasi." Lelaki itu mendaratkan ciuman cepat dan keras di kening Crystal, lalu menghampiri laci yang menyimpan kumpulan arloji—mengamati penuh pertimbangan.
Crystal tersenyum, memperhatikan Xander yang terlihat menawan dalam balutan celana
Barcelona—SPAIN | 01:02 AM"Nice car. Sayang sekali kecepatannya payah." Crystal mengamati Xander yang mengemudikanBugatti La Voiture Noirehitam metalik melewati gerbang besar mansion Leonard, setelah Xander menolak untuk menginap.Xander menoleh, satu alisnya naik. "Payah?""Apa aku salah? Atau ... jangan-jangan pengemudinya yang payah?"Xander tidak menjawab, kembali menghadap ke depan, tapi Crystal melihat lelaki itu menekan tombol yang ada di roda kemudi. "Tutup semua jalan yang akan aku lalui menuju bandara. Sekarang.""Copy that, Sir!"Suara Samuel Lee menggema di dalam mobil, lalu panggilan terputus dengan cepat."Bandara? Kenapa Bandara? Katamu, kita akan pulang?""Benar, pulang. Pulang ke rumah," jawab Xander misterius."Rumah?"
ELYSIUM'S Mansion. Yonkers, New York City—USA | 09:18 PM Eurocopter Mercedes-Benz EC145 yang mereka naiki mendarat di atas helipad mansion Elysium. Tanpa menunggu Samuel membukakan pintu, Crystal keluar lebih dulu—sengaja meninggalkan Xander di belakang. Di seberang halaman, Xander melihat Theodore dan Lilya di dekat lapangan mini golf sedang meneguk wine. Kening mereka mengernyit ketika berjalan menghampiri Xander.Xander mengerang rendah, bergegas menyusul Crystal."Princess ... we need to talk," panggil Xander yang tidak digubris.Bukan hanya sekarang, tetapi nyaris sepanjang perjalanan Xander sadar Crystal mengabaikannya. Crystal memang tersenyum, tetapi ia sama sekali tidak menanggapi ucapan Xander, lebih memilih berbicara dengan Samuel atau menghadap ke jendela.This is nightmare. Mana
Rasanya aneh berjalan memasuki pintu masuk Inquireta diikuti lima bodyguard, apalagi salah satunya lebih cocok menjadi model Calvin Klein. Crystal membuka jelly sunglasses pinknya, melirik sekilas pada Samuel yang berjalan di sampingnya.Samuel mengenakan setelan hitam dengan kemeja putih dan kacamata aviator hitam. Sementara earpiece di telinganya membuatnya makin tampak keren. Tidak heran jika para pegawai yang biasanya hanya akan mengangguk hormat pada Crystal, kini mencuri-curi kesempatan melihat Samuel. Lobby juga jadi terasa lebih ramai.Crystal melangkah menuju elevator khusus, sementara Samuel menyusul. Satu bodyguard kulit hitam mengikuti mereka—sementara tiga lainnya menunggu di depan."Selain menjagaku, apa lagi tugasmu?" tanya Crystal saat elevator bergerak naik.Samuel menunduk hormat. "Melakuk
ELYSIUM'S Mansion. Yonkers, New York City—USA | 08:11 AMXander tidak tahu sudah seberapa lama ia menopang kepala sambil memandangi Crystal. Ia sudah terbangun bersamaan dengan matahari terbit, merasa segar walaupun sudah menghabiskan waktu berjam-jam dalam keadaan terjaga. Merasakan kebahagiaan hanya karena mengawali hari dengan perempuan ini di ranjangnya.Istrinya. Miliknya. Crystal selalu tampak cantik, terlebih ketika ia hanya diselimuti selimut tebal dengan rambut acak-acakan dan pipi kemerahan.Suara getaran ponsel di atas nakas menginterupsi. Xander mengabaikannya—tidak ingin diganggu. Lagi pula ini weekend, dan menatap wajah tertidur Crystal jauh lebih menarik dari apa pun. Namun, getarannya berhenti, ponsel itu bergetar lagi.Xander mengerang, meraih ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. Samuel."Jika ini bukan
“Hei, Princess ... wake up." Panggilan dan usapan Xander membangunkan Crystal dari tidurnya. Sambil mengerjap, Crystal perlahan-lahan menyadari cahaya matahari yang bersinar terang lewat jendela. Ada bantal di bawah kepalanya dan selimut hangat yang menyelubungi tubuhnya yang telanjang.Jemari Xander membelai puncak kepalanya. "Princess....""Not again, Leonard," erang Crystal sambil menyurukkan wajahnya ke bantal, menekan kuat keinginan untuk meringkuk di pelukan lelaki itu. Tidak. Crystal belum mau bangun. Setelah siksaan manis yang Xander berikan, tubuhnya masih lemas. Lelah. Kebas. Crystal bahkan tidak yakin apakah ia masih bisa berjalan. Xander benar-benar kejam jika dia masih mau melanjutkan yang semalam. Ralat, tadi pagi. Crystal bahkan tidak yakin jam berapa mereka selesai.Namun, Xander menyurukkan hidungnya di lekukan leher Crystal. "Princess...."
diungkapkan, tapi itu menggangguku, Meng. Itu membuatku risau. Aku jadi bertanya-tanya: Apa kau memang tidak pernah memiliki perasaan lebih padanya? Apa hubungan kalian tidak pernah lebih dari persahabatan?" Crystal mendongak menatapnya. Kemarahannya terlihat jelas di tengah tangisnya. "Aku cemburu! Aku cemburu pada kalian! Kau puas?!" Hening. Xander terlalu terkejut untuk bisa berkata-kata, sementara Crystal kembali terisak. Seulas senyum samar menghiasi bibir Xander, lalu tanpa pikir panjang, ia menggandeng tangan Crystal. Menariknya melintasi ruangan tanpa memedulikan omelan Crystal. "Xander! Apa yang akan kau lakukan?" Xander tidak menjawab, terus menarik Crystal dan membawanya menuju sofa yang ditempati keluarga mereka dan berhenti tepat di sebelah sofa yang ditempati Aurora. Aurora menoleh, menatap Crystal khawatir melihat air mata di wajahnya. Bukan hanya Aurora, tapi nyaris semua anggota k
Tidak ada hukuman. Semua hal yang sudah Xander pikirkan terpaksa batal. Leonidas sialan. Xander seribu persen yakin, akal licik Xavier yang membuat pria itu meninggalkan Axelion di sini. Seringaian yang Xavier berikan sebelum helicopternya mengudara, sudah menjelaskan semuanya.Dengan wajah masam, Xander berjalan memasuki pintu kamarnya dan Crystal. Lampu utama kamar sudah dimatikan, hanya tersisa lampu tidur dengan pencahayaan remang-remang. Namun, melihat wajah ceria Axelion dan Crystal yang sedang bergelung di ranjang, membuat rasa kesal Xander perlahan hilang. Axelion berbaring tepat di tengah-tengah sambil menatap Crystal. Sementara Crystal juga berbaring miring menatap Axelion dengan lengan menyangga kepala.Lalu, seakan baru menyadari kedatangan Xander, Crystal menoleh, menatapnya terkejut. "Astaga! Monsternya datang! Kita harus cepat-cepat sembunyi, Little lion!" Xander mengernyit. "
"You are out!" Xander berdiri, menatap Quinn tajam sementara lelaki itu menunjukkan wajah tanpa dosa. Jenner sialan. Lelaki ini pasti berkomplot dengan Xavier. Xander merasa ia sudah mencapai base sebelum bola datang, tapi malah dianggap keluar, sama seperti yang sebelumnya terjadi pada Crystal."Are you kidding me? Aku sampai lebih dulu!""Aku juga melihatnya! Kau! Aku tahu kau curang!" Crystal berjalan cepat menghampiri mereka, telunjuknya terarah pada Quinn penuh permusuhan. "Apa ini caramu balas dendam padaku? Kau ingin aku membunuhmu?"Setelah Crystal mengadukan Quinn beberapa saat yang lalu, Quinn memang nyaris terkena lemparan tongkat golf Javier Leonidas. Lalu, sebelum tongkat yang lain melayang lagi, Crystal menghentikan Javier sambil tertawa geli.Quinn menatap wajah kesal Crystal dan Xander bergantian. "Xander memang keluar.""