Rasanya aneh berjalan memasuki pintu masuk Inquireta diikuti lima bodyguard, apalagi salah satunya lebih cocok menjadi model Calvin Klein. Crystal membuka jelly sunglasses pinknya, melirik sekilas pada Samuel yang berjalan di sampingnya.
Samuel mengenakan setelan hitam dengan kemeja putih dan kacamata aviator hitam. Sementara earpiece di telinganya membuatnya makin tampak keren. Tidak heran jika para pegawai yang biasanya hanya akan mengangguk hormat pada Crystal, kini mencuri-curi kesempatan melihat Samuel. Lobby juga jadi terasa lebih ramai.
Crystal melangkah menuju elevator khusus, sementara Samuel menyusul. Satu bodyguard kulit hitam mengikuti mereka—sementara tiga lainnya menunggu di depan.
"Selain menjagaku, apa lagi tugasmu?" tanya Crystal saat elevator bergerak naik.
Samuel menunduk hormat. "Melakuk
ELYSIUM'S Mansion. Yonkers, New York City—USA | 08:11 AMXander tidak tahu sudah seberapa lama ia menopang kepala sambil memandangi Crystal. Ia sudah terbangun bersamaan dengan matahari terbit, merasa segar walaupun sudah menghabiskan waktu berjam-jam dalam keadaan terjaga. Merasakan kebahagiaan hanya karena mengawali hari dengan perempuan ini di ranjangnya.Istrinya. Miliknya. Crystal selalu tampak cantik, terlebih ketika ia hanya diselimuti selimut tebal dengan rambut acak-acakan dan pipi kemerahan.Suara getaran ponsel di atas nakas menginterupsi. Xander mengabaikannya—tidak ingin diganggu. Lagi pula ini weekend, dan menatap wajah tertidur Crystal jauh lebih menarik dari apa pun. Namun, getarannya berhenti, ponsel itu bergetar lagi.Xander mengerang, meraih ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. Samuel."Jika ini bukan
“Hei, Princess ... wake up." Panggilan dan usapan Xander membangunkan Crystal dari tidurnya. Sambil mengerjap, Crystal perlahan-lahan menyadari cahaya matahari yang bersinar terang lewat jendela. Ada bantal di bawah kepalanya dan selimut hangat yang menyelubungi tubuhnya yang telanjang.Jemari Xander membelai puncak kepalanya. "Princess....""Not again, Leonard," erang Crystal sambil menyurukkan wajahnya ke bantal, menekan kuat keinginan untuk meringkuk di pelukan lelaki itu. Tidak. Crystal belum mau bangun. Setelah siksaan manis yang Xander berikan, tubuhnya masih lemas. Lelah. Kebas. Crystal bahkan tidak yakin apakah ia masih bisa berjalan. Xander benar-benar kejam jika dia masih mau melanjutkan yang semalam. Ralat, tadi pagi. Crystal bahkan tidak yakin jam berapa mereka selesai.Namun, Xander menyurukkan hidungnya di lekukan leher Crystal. "Princess...."
diungkapkan, tapi itu menggangguku, Meng. Itu membuatku risau. Aku jadi bertanya-tanya: Apa kau memang tidak pernah memiliki perasaan lebih padanya? Apa hubungan kalian tidak pernah lebih dari persahabatan?" Crystal mendongak menatapnya. Kemarahannya terlihat jelas di tengah tangisnya. "Aku cemburu! Aku cemburu pada kalian! Kau puas?!" Hening. Xander terlalu terkejut untuk bisa berkata-kata, sementara Crystal kembali terisak. Seulas senyum samar menghiasi bibir Xander, lalu tanpa pikir panjang, ia menggandeng tangan Crystal. Menariknya melintasi ruangan tanpa memedulikan omelan Crystal. "Xander! Apa yang akan kau lakukan?" Xander tidak menjawab, terus menarik Crystal dan membawanya menuju sofa yang ditempati keluarga mereka dan berhenti tepat di sebelah sofa yang ditempati Aurora. Aurora menoleh, menatap Crystal khawatir melihat air mata di wajahnya. Bukan hanya Aurora, tapi nyaris semua anggota k
Tidak ada hukuman. Semua hal yang sudah Xander pikirkan terpaksa batal. Leonidas sialan. Xander seribu persen yakin, akal licik Xavier yang membuat pria itu meninggalkan Axelion di sini. Seringaian yang Xavier berikan sebelum helicopternya mengudara, sudah menjelaskan semuanya.Dengan wajah masam, Xander berjalan memasuki pintu kamarnya dan Crystal. Lampu utama kamar sudah dimatikan, hanya tersisa lampu tidur dengan pencahayaan remang-remang. Namun, melihat wajah ceria Axelion dan Crystal yang sedang bergelung di ranjang, membuat rasa kesal Xander perlahan hilang. Axelion berbaring tepat di tengah-tengah sambil menatap Crystal. Sementara Crystal juga berbaring miring menatap Axelion dengan lengan menyangga kepala.Lalu, seakan baru menyadari kedatangan Xander, Crystal menoleh, menatapnya terkejut. "Astaga! Monsternya datang! Kita harus cepat-cepat sembunyi, Little lion!" Xander mengernyit. "
"You are out!" Xander berdiri, menatap Quinn tajam sementara lelaki itu menunjukkan wajah tanpa dosa. Jenner sialan. Lelaki ini pasti berkomplot dengan Xavier. Xander merasa ia sudah mencapai base sebelum bola datang, tapi malah dianggap keluar, sama seperti yang sebelumnya terjadi pada Crystal."Are you kidding me? Aku sampai lebih dulu!""Aku juga melihatnya! Kau! Aku tahu kau curang!" Crystal berjalan cepat menghampiri mereka, telunjuknya terarah pada Quinn penuh permusuhan. "Apa ini caramu balas dendam padaku? Kau ingin aku membunuhmu?"Setelah Crystal mengadukan Quinn beberapa saat yang lalu, Quinn memang nyaris terkena lemparan tongkat golf Javier Leonidas. Lalu, sebelum tongkat yang lain melayang lagi, Crystal menghentikan Javier sambil tertawa geli.Quinn menatap wajah kesal Crystal dan Xander bergantian. "Xander memang keluar.""
"Dengan ini pameran Inquireta Persephone Edition resmi dibuka." Pidato pembukaan Crystal berakhir dengan cepat, disambut tepuk tangan bergemuruh yang memecah keheningan ballroom Inquireta Galleria. Namun, jentikan jari perempuan anggun dengan gaun hitam panjang berbelahan dada rendah dan kalung berlian besar itu menunjukkan bahwa pertunjukan ini belum selesai.Setelah pameran berlian terbesar di dunia yang sukses memesona semua orang, Crystal Leonard masih punya kejutan. Kegaduhan timbul begitu suara dering ponsel undangan dan pegawai nyaris terdengar bersamaan. Crystal tersenyum, ia sudah pasti tahu apa isi pesan-pesan yang masuk ke ponsel mereka. Satu set perhiasan limited signature diamon bernilai USD 150.000 dari Inquireta yang dibagikan gratis."Sedikit hadiah kecil untuk merayakan pernikahanku. Semoga malam Anda menyenangkan."Gemuruh tepuk tangan dan kilatan blitz kam
“Ternyata kau masih hidup? Tadinya aku berpikir suamiku sudah mati.” Xander tersenyum geli begitu keterkejutan di wajah Crystal berganti lirikan tajam. Xander tahu Crystal kesal—marah, bahkan sejak ia turun dari podium. Namun, Xander masih ingin menggodanya, apalagi kelegaan mulai terasa membanjiri dada Crystal.Apa kemarahan Crystal akan mereda jika dia tahu, Xander sudah datang bahkan sebelum pidatonya dimulai? Namun, ia tergelitik untuk mengawasi Crystal dari jauh seperti dulu.Xander menyeringai. “Apa jika aku benar-benar mati, kau akan mendatangi mayatku dengan tampang galak seperti itu?”“Meng! Apa yang kau katakan?!” Crystal menatapnya tajam—bibirnya mencebik menggemaskan hingga membuat Xander terkekeh geli. Rasa sesak tiba-tiba saja menghantam dada Xander. Namun, Xander makin terkejut melihat Crystal menangis dan memberikan lengannya pukulan bert
“Gendong, Daddy! Aku lelah!” Sembari mencebik, Crystal mengulurkan tangannya ke arah Xander. Sudah lewat tengah malam ketika motor Xander berhenti di depan pintu masuk sebuah pub minum sederhana. Itu penginapan yang sama dengan yang pernah mereka datangi dulu, tapi baru kali ini Crystal benar-benar melihat nama plang pub; Memories. “Meng!” Lagi, Crystal berkata manja pada Xander, kali ini sembari memberi pelukan di punggung lelaki itu. Xander tertawa. “Kau berkata masih marah, tapi kau terus saja menempel padaku,” katanya, sambil berjongkok dan mempermudah Crystal menaiki di punggungnya. “Ini bukan menempel, ini hukuman.” “Hukuman?” Crystal mendengus, menyandarkan