Setelah mengunci pintu kamarnya, Nicky perlahan membuka pintu kamar Aaron sedikti. Melongok ke dalam kamar itu, memastikan penghuninya sudah tidur. Pelan-pelan Nicky menutup kembali pintu kamar itu. Akhirnya ia bisa keluar dari rumah dengan tenang. YES! Ini Jum'at malam, weekend telah datang, waktunya bersenang-senang. Malam belum begitu larut, masih ada dua jam sebelum tengah malam tiba. Nicky berjalan meninggalkan rumahnya dengan mengenakan hoodie berwarna hitam dengan kombinasi oranye. Wajahnya tersembunyi di balik tudung. Ia berjalan sambil menopang lengan kirinya yang masih terasa nyeri. Di ujung blok ia berhenti. Di sana sebuah Wrangler Jeep telah menunggu. Shawn berada di belakang kemudi, Charlie di sampingnya, dan Kevin di bangku belakang. Nicky masuk ke dalam dan duduk di sebelah Kevin. Shawn melajukan mobil yang dikendarainya. St. Angelo di malam hari masih ramai. Di malam hari St. Angelo menampakkan sisi lain wajahnya—penuh warna d
Di dalam kamar, Kenneth melempar ponselnya ke atas kasur. Ia mendengus. Diteguknya sedikit air dari gelas yang baru saja diisinya di lantai bawah beberapa saat lalu, kemudian diletakkannya gelas itu di atas nakas di samping ranjangnya. Ia mencoba menahan diri akan rasa penasaran, khawatir dan curiga tentang apa yang dilakukan Nicky. Berkali-kali ia mencoba menghubungi ponsel Nicky sejak dua jam yang lalu, tetapi tak mendapat respon. Pesan chat pun tak satu pun dibalas. Entahlah, ia bahkan tak sanggup menjelaskan pada dirinya akan berbagai emosi negatif yang saat ini bersekongkol menderanya. Alasan logis bahwa saat ini sudah lewat tengah malam, adik kesayangannya mungkin sudah mendengkur pulas hingga tak mendengar dering ponselnya. Ditambah kemungkinan bocah tomboi itu mensenyapkan ponselnya. Kenneth hanya sangat merindukan Nicky dan ingin mendengar suaranya. Apa hanya ada satu alasan saja untuk meneggelamkan akal sehat Kenneth saat ini, dan menggantikannya de
"Dasar sial! Sekalinya ikut kalian, aku malah harus terjebak di sini. Tempat apa ini? Memangnya aku kriminal?! Aku 'kan hanya nonton," gerutu Nicky. "Apa kau bisa diam? Aku mengantuk," rutuk Shawn. "Tidak biasanya ada razia. Sejauh ini semua aman-aman saja. Tapi kenapa kali ini ...?" heran Kevin. "Apa pun itu, aku hanya tidak mau Aaron menceramahiku." Shawn dan dua orang yang tak dikenal telah terlelap, atau pura-pura terlelap. "Nasibku bisa lebih buruk lagi kalau jatuh ke tangan ibuku," keluh Kevin. "Tenanglah Nick, tak ada gunanya kau mengomel seperti itu. Tak akan membuatmu keluar lebih cepat. Lebih baik kau tidur saja," hibur Irina. Nicky berdecak kesal. "Panas sekali. Bagaiamana aku bisa tidur? Hei, Sir. Opsir, Hei ...!" panggil Nicky pada penjaga. "Lagipula aku harus tidur di mana?" "Pundak Kevin, mungkin." Charlie menyahut. "Tidak, terima kasih. Pundak Kevin sama sekali tidak nyaman." "Bagaimana k
Saat hampir meninggalkan ruang interogasi, Nicky teringat akan ponselnya. "Maaf, Opsir. Aku membutuhkan ponselku untuk menghubungi kakakku lagi, aku belum selesai bicara dengannya." "Baiklah. Kau bisa menelepon di sini." "Oke." Nicky mengambil ponselnya yang masih ditahan di dalam ruang interogasi. _______ "Sulit dipercaya," gumam Kenneth sambil meraup kasar wajah lelahnya yang lengkap dengan sepasang mata berkantung saat turun kembali ke ruang meeting. "Ada apa, Kenneth?" selidik Sean. Ponsel Kenneth kembali berdering, Lovely Nicky menelepon. Senyum simpul di bibir Kenneth menyayupkan matanya. Segenap emosi negatif seketika lenyap. Memalukan, jangan sampai teman-temannya melihat. Kenneth melangkah meninggalkan ruang meeting. Ia tak ingin ada yang menguping obrolannya dan image cool harus tetap dijaga. Kenneth senang bocah nakal itu bergantung padanya. "Ya, Sayan
"Aaron, dengarkan aku! Kau benar-benar membuatku semakin kesal! Dengarkan!" tak bisa lagi membendung emosinya, Kenneth pun meneriaki Aaron. Dadanya naik-turun. "Baiklah, aku mendengarkanmu." Mendengar teriakan Kenneth, Aaron langsung patuh. Saat itu juga Aaron sadar Kenneth sedang marah besar. Kau tahu bagaimana marahnya seseorang yang tak pernah marah? Mengerikan. Seperti gunung api yang telah tertidur ratusan tahun, lalu tiba-tiba kembali aktif dan menyemburkan lavanya tinggi-tinggi ke angkasa. "Kau pasti belum membuka chat dariku." Kenneth menghela nafas, berusaha meredam emosinya. "Chat?" "Sudah kuduga .... Cari Nicky di tahanan Kepolisian St. Angelo, cari tahu siapa yang mengeluarkannya dari sana!" Kenneth tetap berusaha tenang. "Apa maksudmu?" "Nicky kena razia balap liar tadi malam dan dia diduga mengkonsumsi narkoba. Tapi itu hanyalah false positive." "Tapi bagaim
Di sebuah mansion, sambil menikmati linting cerutu, seorang pria berusia di kisaran tiga puluhan akhir dengan tato hampir memenuhi sebelah lengannya baru saja selesai menikmati makan siangnya dengan ditemani oleh wanitanya yang tak memiliki status yang jelas—seperti asisten, tetapi seringkali juga menghangatkan ranjangnya. Selain seorang wanita, ia juga ditemani oleh seorang pria di meja itu. Beberapa orang berbadan kekar mengawalnya. Sambil menghisap cerutunya ia menunggu sebuah panggilan untuk tersambung. Beberapa kali ia mencoba menghubungi nomor yang sama. Namun tetap saja tak ada jawaban. Lalu ia menghubungi nomor lain, hasilnya sama nihilnya. Baru saja ia memutus dengan kesal panggilan yang entah ke berapa puluh kali, ponselnya kemudian berdering. "Daniel? Dasar parasit," gerutunya saat mendapati nama yang muncul di layar ponselnya. "Halo," dijawabnya panggilan itu. "Bagaimana Owen? Apa sudah kaubereskan?" buka suara di seberang langsun
Gelembung-gelembung udara berhamburan keluar dari hidung dan mulut Owen. Kesadarannya belum sepenuhnya hilang, tetapi ia tak sanggup lagi menggerakkan seluruh tubuhnya. Lalu pada saat itu ia merasakan seseorang meraih tubuhnya dan membawanya ke permukaan. "Owen, bertahanlah! Owen ... Owen ...!" Samar terdengar seseorang memanggil namanya, suara itu terdengar seperti suara partnernya. Lalu suara itu menghilang. Tubuh Owen terhempas dan kembali tenggelam dalam air. Namun, anehnya ia merasa seperti terjatuh bukan dalam air, melainkan menembus ruang hampa yang gelap pekat. Hingga akhirnya punggungnya terasa menghantam benda keras. "Bangun, Keparat!" bentak suara itu seketika membuatnya tersentak dan tersadar. Jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Nafasnya berat dan tersengal. Tendangan dan pukulan bertubi-tubi mendarat di badannya. Dan sebuah tamparan membuat pipinya terasa panas. Lalu terakhir pukulan sebuah benda keras tumpul menyasar tulang kering
Satu jam lagi, matahari akan sepenuhnya menghilang di balik horizon Palmline Beach. Dengan kedua telapak tangan tersembunyi di dalam saku celana, Shoujin terus mengamati bocah pirang keras kepala yang sedang meliuk-liuk di atas ombak. Gesit, lincah, indah, eksotis. Ah ... eksotis, satu kata yang cukup untuk membuat debaran jantung Shoujin membuncah. Setelah puas bermain bersama ombak, Nicky dan Emmery—sahabat pantainya—memutuskan untuk mengakhiri latihan hari itu. Tak tahu apa yang dibicarakan bocah setengah liar itu bersama sahabat pantainya, dari kejauhan Shoujin hanya menangkap gestur keduanya. Nicky yang tertawa terpingkal-pingkal sampai membungkuk-bungkuk. Emmery yang sesekali memperhatikan sambil menunjuk wajah Nicky, lalu mengalihkan perhatiannya pada lengan kiri Nicky. Sambil berjalan dengan sebelah tangan menyandang surfboard mereka saling berbalas menendang air dan mengarahkan pada temannya. Pada saat itu Shoujin sempat melihat sesosok yang