Deru knalpot Evo dan Corvette semakin nyaring. Keduanya saling berbalas ejekan lewat deru knalpot. Tensi persaingan menjadi berat. Adrenalin meningkat. Memaksa jantung berdegup, memompa darah lebih cepat. Nafas pun terpacu. Menggebu, penuh semangat, penuh emosi.
Nicky menoleh pada lawannya, mencari tahu sosok di belakang kemudi si biru. Tak terlihat. Persetan dengan siapa pun yang ada di sana.
Lampu merah berganti hijau. Corvette dan Evo melesat. SUV Shawn mengekor.
3 detik setelah kedua mobil melesat, Corvette memimpin.
5 detik, Corvette semakin memperlebar jarak.
"Tch ...!" Emosi Nicky terpancing. Ia pun menambah level gir. 3-4 dan kembali menginjak pedal gas dalam-dalam. Memperpendek jarak dengan Corvette.
Tak terima SUV yang ditumpanginya tertinggal, Kevin pun geram. "Ayolah Shawn. M
Mobil crossover Zac telah selesai diperbaiki. Mobil itu kini tampak baru lagi. Sempurna. Kenneth dan Sean berdiskusi serius di ruangan di belakang bengkel. Beberapa loker berderet di ruangan itu. Sebuah bangku dengan empat seater juga tersedia di sana. Kenneth dan Sean duduk di bangku itu. "Aku akan ke West Coast malam ini. Baru saja aku mendapat informasi bahwa mereka akan bertransaksi di sana malam ini. Hanya saja aku belum mendapat titik tepatnya lokasi transaksi. Mereka akan bertransaksi di sebuah resor, di salah satu pulau di sana." Sean memaparkan rencana operasinya. Asap rokok mengepul dari mulutnya selagi ia bicara. "Kau sudah menghubungi Yuri?" "Sudah. Dan dia akan secepatnya ke sini dengan tambahan personel. Bagaimana denganmu?" "Seseorang mengajak taruhan Jumat malam. Aku tidak tahu pasti siapa dia. Tapi dari yang kudengar, dia masuk dalam jaringan pengedar di sini. Underzone yang memasoknya." Kenneth juga memapark
Kenneth membawa Evo-nya melaju menjauhi kebisingan kota yang semakin padat pada jam sibuk. Si pirang tertidur di bangku penumpang, di sampingnya. Matahari sedang mendekati titik tertinggi. Evo berhenti di halaman rumah, Nicky belum juga bangun. Kenneth keluar dari sisi pengemudi, berjalan melewati moncong mobil ke sisi penumpang. Dibukanya pintu di sisi di mana Nicky tertidur. Ia menepuk perlahan pundak Nicky. "Nicky, kita sudah sampai." Si pirang tak merespon. "Nicky." Kenneth kembali menepuk pundak si pirang. "Kau ingin aku membopongmu sampai ke kamar, huh? Jangan harap!" bisik lembut Kenneth di telinga mati saraf adiknya. Si pirang masih tetap bergeming dengan mata terpejam, nafas berhembus halus, dan dada naik turun teratur. Sekian detik Kenneth memanjakan mata. Jantungnya berdegup lagi. Lagi. Ia meneguk ludah, menahan sejuta pujian dan sumpah serapah agar tak meluncur deras dari mulutnya, demi melihat pemandangan yang lagi
"Hai ..., Grey." Terdengar suara seorang pria di seberang, tepat setelah Kenneth menekan tombol hijau. "Oh ya, Blue. Bagaimana kabarmu?" basa-basi Kenneth. "Aku sedang bersemangat. Tempat ini memiliki banyak gadis cantik. Jadi ... aku sudah di kotamu sekarang." "Oke. Aku ada waktu setelah jam delapan," jawab Kenneth. Ia mengerti apa yang diinginkan pria di seberang meski tanpa bertanya. "Spot?" "Pintu masuk barat. Bukankah kau akan ke sana?" "Ya. Aku akan menemui Smoker setelah kau." "Oke." Sambungan terputus. Kenneth menoleh pada si pirang yang masih tertidur pulas. Sepuluh menit lewat dari pukul dua siang. Tak tega mengusik ketenangan adiknya, tetapi ia harus membangunkannya. "Nicky, bangun! Sudah jam dua." Keneth menepuk pelan pundak Nicky. Nicky bergeming. "Sudah waktunya ke Palmline." "Huum ..." Nicky mengerang, "Sepuluh menit lagi." "Kau mau
Gadis pirang berkulit karamel menari lincah di atassurfboard, menguasai ombak, diiringi deburan riak air dan desau angin. Harmoni lautan yang indah. Gerakannya selaras dengan ritme ombak. Mempesona. Mata platinum mengawasi dari kejauhan. Memandang takjub pada sosok pirang di atas ombak. Tanpa disadari, mata platinum itu pun ikut bergerak perlahan, mengikuti gerakan bocah pirang. Rambut abu-abu bergoyang seirama terpaan angin. Sementara tubuhnya tegak mematung, menantang angin laut. Lalu tiba-tiba penari ombak menghilang dalam gulungan air. Mata platinum membelalak, menyisir riak yang timbul dari ombak yang pecah. Sedikit cemas, ketika sosok pirang hilang dari pandangan. Namun, itu tak berlangsung lama. Ia kembali merasa lega ketika sosok pirang muncul ke permukaan dengan kedua tangannya mengayuh. Gadis itu berenang di atas surfboard. Pada saat itu, Kenneth memikirkan sesuatu. Bagaimana bisa ia melewatkan semua ini? Mengaku meny
Dari sebuah lemari file, Veronica mengambil sebuah map dengan nama Nicky tertulis pada bagian depan map.Laluia bergeser pada lemari file lain di samping lemari file pertama, mengeluarkan sebuah formulir dan menjepitkan formulir itu pada sebuah notepad. Ia kemudian duduk di sebuah sofa single. Sama halnya dengan Nicky yang juga duduk pada sebuah sofa single. Keduanya duduk santai menghadap sebuah meja. Veronica membaca dengan teliti setiap rincian tentang Nicky yang tertulis di dalam file yang tersimpan dalam map, yang saat ini ada di tangannya. "Trauma, PTSD, paranoid, amnesia, claustrophobia¹ ... Wow ... kau sungguh kuat bisa menghadapi semuanya sekaligus." Map itu kemudian ia letakkan di meja. Selanjutnya ia bersiap menulis pada formulir. "Ya, Kenny dan dr. Johnson membantuku melewati semuanya." "Empat tahun kau tidak melakukan kunjungan." Tidak ada intonasi sama sekali, apal
Kenneth berdiri di bawah papan reklame dengan kepala tertunduk. Ia berdiri di sana selama beberapa menit hingga sebuah SUV hitam berhenti di depannya. Setelah Kenneth masuk, mobil itu kembali melaju. Pria dengan rambut berwarna biru mengemudikan mobil itu. Ia mengenakan setelan formal lengkap. "Aku belum berhasil meyakinkan pihak kepolisian untuk memberikan kasus Underzone padaku. Mereka menjanjikan tenggat waktu besok. Kita mungkin harus menghadapi DEA," papar Yuri si rambut biru—yang memiliki sandi 'Blue' pada kontak tak langsung. Matanya terus awas ke depan, pada jalanan yang mereka lalui. Sesekali ia memperhatikan petunjuk arah. "Kau tidak perlu khawatir soal itu. Aku bisa menggunakan partnerku di SAPD untuk mengorek informasi terkait Underzone." Kenneth menjeda. Dan sama halnya dengan Yuri, matanya awas pada jalanan. "Akan ada taruhan besok, tidak jauh dari sini." "Lakukan dengan baik. Lalu, apa kau sudah membuka file dari Blake?" "Sudah. Kau belum membukanya?" "Belum. Brend
Aaron meyeret kaki menuruni tangga. Tak hanya kaki, matanya juga berat. Kedua mata sipit pria itu berkantung. Berbeda dengan matanya, mulut Aaron malah menganga lebar. Rakus memasok oksigen untuk paru-paru. "Pahi, Kheenh ...." sapanya sambil menguap. Kenneth menghentikan pekerjaannya sejenak dan menoleh pada arah suara. "Pagi, Aaron. Kau terlihat kacau sekali," sapa saudara palsu Aaron yang saat ini sedang menyiapkan sarapan. Pria itu sedang membuat omlet. Tangannya cekatan mengocok telur dan menuangkannya ke wajan. Omlet pertama telah tersaji di sebuah piring bersama dengan dua potong sosis. Sementara menunggu omlet kedua matang, ia memotong-motong apel. "Pagi." Aaron mengambil sebuah gelas dari rak di lemari gantung, lalu mengisinya dengan air dari dispenser. "Tiga hari ini aku kurang tidur. Bahkan dalam 48 jam terakhir aku baru tidur 3 jam semalam. Gara-gara adikmu itu. Sampai kapan dia akan terus berulah?" Kenneth terkekeh remeh. "Kau pernah mengatakan ingin punya adik seperti d
Kenneth mencari Aaron di ruangannya. Saudaranya itu memang ada di sana sedang duduk berkutat dengan beberapa draft hasil investigasi kasus Gloria-Underzone. "Aaron ...!" "Kenneth, kau masih di sini?!" Aaron terkejut mendengar suara Kenneth yang tiba-tiba ada di ruangannya. "Sebaiknya cepat tinggalkan tempat ini! Ini bukan tempatmu." Kenneth duduk di kursi yang biasa ditempati oleh Zac. "Aku tahu. Aaron, berikan saja informasi itu padaku." Aaron memutar kursinya menghadap Kenneth. "Tidak, Kenneth." "Aaron, ayolah ...." "Jangan keras kepala." "Kau tahu aku tidak punya pilihan." Kenneth membuat gestur random. "Begini, kauberikan informasimu padaku, kita bekerja sama dan selesaikan ini dengan cepat." "Kau mengatakannya seolah ini pekerjaan mudah." "Itulah, ini tidak akan mudah! Tidak bagiku, tidak juga bagimu." Kenneth menunjuk dada Aaron. "Ada Nicky yang harus kaujaga. Kau punya titik lemah. Apa kau pernah memikirkan Nicky jika sampai terjadi sesuatu padamu? Lebih buruk, bagaima