Evo hitam putih berhenti di depan pintu belakang D-Autowork. Bengkel itu sudah tutup untuk semua pelanggannya, semua pegawai Dong-woo juga sudah pulang. Saatnya Tim D-Autowork untuk mengisi malam mereka di sana.
Kenneth meraih tangan Nicky dan menggenggamnya lembut. Ia tersenyum, meski sesungguhnya ingin berteriak atas setiap penderitaan yang harus dialami oleh adiknya. "Kita akan menemukan jalan keluar untukmu."
Nicky menoleh pada Kenneth. Ia mengangguk sembari tersenyum kecil. Sebuah senyum untuk membalut luka yang mungkin tak akan pernah sembuh.
"Berikan tinjumu." Kenneth mengulurkan tangannya yang lain dengan mengepal.
Nicky membalas kepalan tangan itu.
Tos tinju itu mereka buat untuk mengembalikan semangat Nicky. Kakak beradik itu pun keluar dari mobil dan berjalan memasuki bengkel.
Kedatangan Kenneth dan Nicky di bengkel disambut oleh tiga sedan sport yang masing-masing kap mesinnya terbuka. Dong-woo sedang mengerjakan The Fair L
Jangan lupa vote, rate & komen
"Tidak." Namun, penolakan itulah yang akhirnya Kenneth katakan. "Ayolah, katakan saja! Mungkin aku bisa membantumu lebih dekat dengannya. Kali ini aku bisa menerima jika dimanfaatkan, asal kau serius dengan ucapanmu." "Tidak." "Kenny ...!" Kenneth memijit pangkal hidung, memikirkan cara agar adiknya itu berhenti mendesak. "Oke, kuberi petunjuk terakhir. Dia berambut pirang dan kau mengenalnya dengan baik." Ia merasa serba salah sendiri. Nicky memikirkan sosok gadis dengan semua ciri yang Kenneth sebutkan—siswi St. Angelo Highschool, mandiri tetapi juga manja, cantik atau manis, seksi, pirang, dan Nicky mengenalnya dengan baik—, ia pun mendapat satu kesimpulan. "Apa?! Jadi kau menyukai Irina?!" Spontan Nicky menegakkan badan dan mendekatkan wajahnya pada Kenneth. Ia marah. "Cari saja yang lain! Ada banyak gadis yang belum punya pacar. Jangan merusak hubungan Irina dengan Sam!" Ia menekan ucapannya. Kenneth mendesah dan menggeleng. Ia bi
Dua detik setelah meninggalkan garis start, Fair Lady meninggalkan Corvette, membuat gap yang cukup lebar. Para fanatik Kenneth bersorak. Terlebih para gadis, mereka histeris meneriakkan nama idolanya. Sebuah drone yang mengudara mengikuti pergerakan kedua mobil menyiarkan balapan secara langsung di sebuah kanal streaming video. Antusiasme di luar arena pun luar biasa. Ribuan respon membanjiri kanal itu hanya dalam hitungan detik. Di antara penikmat siaran langsung itu adalah Nicky dan kedua temannya. Mereka menonton siaran itu melalui laptop Kevin dalam perjalan menuju rumah Kevin. Charlie rela menepikan mobil demi menonton siaran itu. "Aku akan sangat puas kalau Kenny berhasil melibas Corvette itu." Mata Nicky nyaris tak berkedip. Ia tak akan lupa dengan mobil yang telah memprovokasinya hingga berujung ia merasakan diborgol dan diperlakukan layaknya kriminal. Sementara semua penonton bersorak mengelukan jagoannya masing-ma
"Apa yang kaulakukan di St. Angelo?" selidik Kenneth pada Jenny tanpa mengurangi fokus pada jalanan. Ia sedang mengemudi. Kenneth mengantarkan Jenny dan Darren menggunakan mobil Sean, dikarenakan mobilnya sendiri hanya berkapasitas dua orang. Sesuai arahan dari Jenny, Kenneth membawa mobil ke arah utara St. Angelo, menuju Wilbourne. "Mencarimu." "Hanya itu?" "Ya. Orang di belakang itu ...." Jenny mengedikkan kepala pada Darren yang duduk tenang di bangku belakang. "... terus menerorku. Dia mengikuti ke mana pun aku pergi. Dia memaksaku melakukan pekerjaan untuknya. Aku tidak tahu apa maunya. Lagipula dia memberiku uang, cukup untuk aku berhenti dari pekerjaan kotor yang sekarang kulakukan. Setidaknya sampai aku medapat pekerjaan baru." "Apa yang kaulakukan setelah berpisah dengan Yuri?" "Menjual mariyuana di Los Verdes. Sekedar untuk hidup. Kau tahu itu ilegal di di sana." Jenny mencibir dirirnya sendiri. Setelah tiga puluh menit menge
Kesal, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Aaron terjebak dalam perkara Gloria, Stephenson, dan Underzon. Saat ini Aaron bersama Jennifer Turino dan Zac sedang mengendarai sebuah mobil, menyisir pemukiman di sebuah county di wilayah Los Verdes yang berbatasan dengan St. Angelo. Mereka sedang mencari alamat Stuart Jackson. Setelah beberapa menit menyusuri jalan-jalan di area pemukiman itu, berhentilah mobil yang ditumpangi tim Jennifer di depan sebuah rumah. Mereka mengamati rumah itu, berharap menemukan mobil yang sama dengan yang digunakan oleh para penculik Gloria. Sayangnya harapan mereka tak terpenuhi. Lalu untuk menghindari kecurigaan, mereka mengumpankan Jennifer, karena hanya wanita itu yang tak terlibat dengan baku tembak di Wilbourne. Jennifer, yang telah dilengkapi dengan kamera dan perekam suara berukuran mikro pada jaketnya, mendatangi rumah yang diduga dihuni oleh Stuart. Untuk menyamarkan wajah, Jennifer mengenakan kacamata berwarna cokelat. Jennif
Setelah mendapat telepon dari Kenneth, Sean memacu mobilnya menuju Forklore. Sesampainya di jalan di mana apartemen Kenneth berrada, ia mencari keberadaan GMC yang dimaksud oleh Kenneth. Dapat. SUV hitam itu terparkir di ujung jalan, beberapa puluh meter di belakang Evo hitam putih. Pemilik alias 'Buck' itu menepikan mobil dan memarkirnya tepat di belakang Evo hitam putih. Ia kemudian keluar dari mobil dengan mengenakan topi dan memasuki minimarket. Pria itu langsungg menuju kasir dan membeli sekotak rokok. Dari apartemen Jenny, Kenneth kembali ke minimarket. Mendapati mobiil Sean, ia tahu si rusa telah tiba, Kenneth mempercepat langkah. Saat memasuki minimarket, Sean baru saja membayar rokoknya. Sean menoleh pada Kenneth. "Boleh aku meminjam toilet?" Kemudian meminta izin pada gadis kasir. "Ya, ada di sana," tunjuk gadis kasir ke arah toilet di belakang minimarket. Setelah Sean meninggalkan kasir, Kenneth menghampiri meja kasir. "Tol
Robert berdiri bergemin di depan jendela ruangannya, pandangannya menerawang jauh menembus malam. Denver duduk dengan menumpukan kedua sikunya pada sandaran lengan kursi, memandang penuh harap pada punggung atasannya. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Robert menarik nafas dan membuangnya kasar. "Bisa kauberikan waktu sedikit lagi?" Jelas tergambar gurat lelah pada wajah pria yan mukai menua itu. "Wanita itu memberikan waktu tak kebih dari 24 jam." Denver menawar. Sekian menit berlalu dalam diam. Hingga akhirnya suara Robert terdengar memiliki harapan. "Laporan dari Aaron dan Zac menyebutkan bahwa kasus ini juga melibatkan SIA." Robert memastikan kembali. "Benar. Tersangka pembunuh Elton adalah buronan SIA." Denver membernarkan. "Kau punya kontak orang SIA itu?" "Ya." "Kirimkan padaku." Tanpa berkata lagi, Denver mengeluarkan ponsel dari saku kemeja putihnya, lalu mengutak-atik ponsel itu. "Sudah ku
Salinan di tangan Daniel memperlihat sebuah foto pria muda berusia awal dua puluhan, berambut cokelat. Di samping foto itu terdapat logo SIA. Ia membaca bagian-bagian terpenting pada berkas itu. Pada dua halaman pertama berkas itu Daniel mendapatkan latar belakang Kenneth yang terdaftar sebagai Agen SIA sejak sembilan tahun lalu dengan nama Kenneth Delwyn Larssen, seorang anak angkat dari mendiang agen SIA Marc Patrick Larssen. Informasi penting lain yang Daniel tangkap adalah bahwa Kenneth merupakan putra tunggal mendiang seorang polisi narkoba bernama Samuel Richard Henry. Daniel melanjutkan ke halaman berikutnya yang mencatat sejumlah operasi yang pernah dan sedang dijalankan oleh Kenneth. Pencariannya langsung tertuju pada operasi terakhir Kenneth. Saat ini Kenneth sedang menjalankan Operasi Speedzone—Operasi pengejaran organisasi kartel narkoba terbesar bernama 'Underzone'. Melanjutkan pada dela
Sarah sedang membaca novel ber-Bahasa Spanyol pemberian Owen, saat terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Keluarga Stanley. Tak biasanya ada yang berkunjung pagi-pagi di rumah Keluarga Stanley. Sarah melongok ke luar jendela kamar. Terlihat olehnya sosok pemuda keluar dari sebuah crossover berwarna ungu, berambut hitam sebahu tergerai, terlihat berciri Asia Timur. Sarah mengenali sosok itu. Sarah buru-buru mencari kimono pelapais pakaian tidurnya. Terlambat, Kevin sudah lebih dahulu menyambut kedatangan Shoujin. “Untuk apa kau datang ke sini?” Kevin mencegat Shoujin di beranda rumah dengan bertolak pinggang. “Aku ingin menjemput Nicky,” jawab Shoujin tenang dengan wajah yang tak ramah seperti biasa. Sambil berjalan, ia memasukkan kunci mobil ke saku jaket kulit hitamnya. “Dia tidak di sini!” Kevin turun dari beranda rumah, menghampiri Shoujin. Ia menghadang Shoujin dalam jarak yang sangat dekat, kurang dari satu meter. “Benarkah? Tapi dia yang memintaku datang.” “Dan bagai