"Kenapa kau melakukannya?!" Aku memandang kesal pada Jason yang menyetir di sebelahku. Kami sedang dalam perjalanan pulang dari pesta ulang tahunnya.
Untung saja dia tidak menuruti kawan-kawannya dan tinggal sampai after party-nya selesai hingga dini hari. Karena tak peduli betapa ibuku menyukai Jason, ia pasti akan membunuhku bila sampai pulang lewat dari tengah malam.
"Apa?" Ia melirikku sekilas dengan sebelah alis terangkat. "Yang tadi!" ujarku gusar. "Waktu kau naik ke panggung. Saat kau tiba-tiba... " aku tak sanggup meneruskan perkataanku.
"Kau bicara apa sih Mia? " ia bergumam tanpa memandangku. Tapi aku bisa melihat kilatan humor di matanya, yang berarti dia tahu maksudku! Kemudian Jason tersenyum meski ia langsung memalingkan wajah agar aku tak melihatnya.
"Kau cuma ingin aku mengatakannya iya kan?!" tuduhku marah. Jason tergelak. Ia mengacak rambut belakang kepalanya dengan sebelah tangan. "Maksudmu waktu kita berciuman di
Kurasa dialah yang baru saja kutabrak. Aku menoleh dengan cepat ke arah empat pemuda yang lain. Mereka semua menatapku dengan pandangan yang membuatku ngeri. Aku menelan ludah dengan susah payah lalu buru-buru berdiri. Dengan tertatih kucoba berjalan menjauh melewati si pemuda berkulit hitam namun langsung menangkap lenganku lalu menarikku kembali. "Mau kemana cantik?" dia berkata sambil memegangi lenganku erat-erat, sebuah seringai kejam menghiasi wajahnya. Aku berusaha melepaskan diri, mendorongnya sekuat tenaga, tapi sia-sia. Kini satu persatu para pemuda lainnya berjalan menghampiriku sambil tertawa senang. "Dia terlihat lezat." salah seorang pemuda dengan rambut acak-acakan menyeringai padaku memperlihatkan deretan giginya yang hitam dan tak lagi utuh. Sedangkan yang lain menertawakanku. Darah surut dengan cepat dari kepalaku, tubuhku gemetar ketakutan dan aku mulai dikuasai rasa panik. Karena aku sadar apa yang akan mereka lakukan padaku.
Aku mengusir ngengat yang berputar-putar di sekitar wajahku. Ada lebih banyak lagi yang datang. Menyebalkan. Ini bahkan belum musim panas. Seharusnya tadi kubawa losion pengusir serangga. Itu juga kalau aku tahu Jason bakal mengajakku ke tengah hutan begini. Dengan kesal kutepuk seekor nyamuk yang hinggap di lenganku. Kemarin Paul berhasil membujuk sebagian besar sponsor untuk menunda kontrak mereka selama Jason dalam masa pemulihan. Namun rupanya ada satu brand pakaian olahraga yang menolaknya. Mereka bersikeras agar pemotretan di selesaikan sebelum akhir minggu ini sesuai kesepakatan, agar mereka tetap bisa meluncurkan produknya untuk koleksi musim panas. Sedangkan untuk lengan Jason yang cedera mereka bilang akan menutupinya dengan properti yang senada. Jason menyetujuinya. Aku? Seperti aku punya pilihan lain saja… Berhubung konsepnya berhubungan dengan alam maka lokasi syuting dilakukan di West Park, hutan kota yang ada di pinggir
Aku meraba sekeliling tempat tidur dengan mata terpejam. Mencari ponselku yang secara sadis telah membangunkanku di akhir pekan yang sakral ini. Hari paling damai menuju hibernasi yang sesungguhnya. Itulah yang kusebut sebagai akhir pekan. Tak ada kuliah, dan tak harus pergi ke Red Roaster. a.k.a benar-benar bebas. Lagipulareahersal kemarinbaru selesai pukul sepuluh malam. Pimpinan teaternya, Jean-Pierre, adalah orang yang perfeksionis. Kami sampai harus melewatitake vocal berkali-kali. Belum lagi berapa pemain sempat mengalami perubahan bagian. Selain itu karena ini drama musikal kami juga mesti bekerja lebih keras. Sebab kombinasi adegan tari jelas membutuhkan konsentrasi dan stamina lebih ketimbang pementasan drama biasa. Akhirnya… kutemukan benda terkutuk itu terselip di bawah bantal. Aku mengerang saat melihat nama yang tertera pada layar ponsel. Kenapa sih dia tak bisa biarkan aku
Aku tertawa mendengarnya. "Kalau begitu kenapa kau bicara padaku?" Thomas menggeleng. "Sejujurnya aku tak suka menyerah tanpa perlawanan." "Kau pemberani," selorohku. “Melakukan segalanya demi melihat Jason terpancing." Ia mengangkat bahu. "Kadang pacarmu sangat menyebalkan,” tukasnya kesal. Aku memikirkan kata-katanya, lalu berdehem sebelum berbicara. "Dengar, Thomas, aku sangat menghargai kau menghentikan laporanmu atas Jason, sungguh." aku memulai. "Dan kuharap kau bisa … pelan-pelan melupakan masalah ini." kuamati ekspresinya. Kalau-kalau dia menunjukkan reaksi tak terima. "Aku janji, Jason tak akan pernah melakukannya lagi," ujarku sungguh-sungguh. Thomas menghela napas sambil menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kau tahu Mia, menurutku kalian berdua mirip salah satu judul buku Dan Brown yang terkenal itu." dia berkata sambil memiringkan kepala menatapku. "Angel and Demon," ujar Thomas lalu menyeringai lebar. "Apa kau bilang?" terd
Paul sedang duduk berhadapan dengan dua orang pria asing berbadan tinggi besar. Aku menduga mereka adalah orang-orang dari agensi. Meskipun jujur saja penampilan mereka lebih mirip tukang pukul daripada pegawai kantor. Dari raut wajah mereka nampaknya percakapan itu cukup serius. Aku sedang berdebat dengan diriku, antara pergi menyapa Paul atau tidak, mengingat atmosfer di dalam sana sepertinya bakal sedikit canggung, sebelum ponselku tiba-tiba berbunyi. “Ya?" "Apa kau beli sepatunya di Kanada?! Cepat ke sini karena kami sudah menunggu selama dua puluh menit!" Aku memutar bola mata. "Iya, sedang dalam perjalanan. Aku segera—" "Bagus," potong Jason lalu menutup sambungan telepon. Aku mengerutkan kening dengan kesal menatap ponsel di tanganku seolah benda itu yang sudah menyinggungku. Dengan menggerutu aku berjalan kembali menuju restoran. Satu hal yang membenarkan pemikiranku tentang Forestier, saat menginjakkan kaki ke dalam, interior-nya sung
Dia menyukainya… Jason bahkan tidak berusaha menutupi perasaannya kepada Karen. Padahal selama aku mengenalnya dia orang yang tak pernah memperlihatkan ketertarikan terhadap apapun selain pekerjaannya di industri hiburan. Semua yang dilakukan Jason selama ini semata-mata demi eksistensinya sebagai seorang selebriti. Bahkan saat dia berpura-pura pacaran denganku di depan semua orang. Mungkinkah kali ini perasaannya sungguhan? Aku meraba bibirku tanpa sadar. Harusnya dia tidak menciumku ketika sudah ada seorang gadis yang dia sukai, bukan? Mengapa Karen juga menanggapi hal itu begitu santai? Mengapa mereka berdua sepertinya tidak peduli pada kejadian di pesta ulang tahun Jason waktu itu? Jangan-jangan Karen sudah tahu kalau hubungan Jason dan aku cuma rekayasa? Atau … apakah itu karena dia tidak punya perasaan yang sama terhadap Jason? Bagaimanapun Karen gadis yang sangat cantik. Dia ramah dan menyenangkan. Wajar seumpama ada lusinan pria mengan
Pagi ini cuaca kota New York cerah dan hangat. Aku baru saja selesai mengatur pot-pot azalea ibuku di halaman depan rumah, saat menyadari cuacanya terlalu bagus untuk dilewatkan. Tadinya aku berpikir untuk berjemur sebentar di halaman belakang rumah sambil minum sekaleng limun karena hari ini Jason sedang tidak ada jadwal. Namun mendadak dia menghubungiku beberapa saat yang lalu, dan mengatakan ingin pergi ke pelabuhan New York untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh kawannya sesama selebriti, Richard Johnson, di atas kapal pribadinya. Sejujurnya aku belum pernah menumpangi kapal apapun seumur hidupku. Jadi aku cukup bersemangat dengan perjalanan ini. Namun sepertinya tidak semua orang sependapat denganku. Aku melirik Jason yang duduk di kursi penumpang di sebelahku. Sejak kami meninggalkan rumahnya hingga sekarang yang ia lakukan cuma duduk termenung sambil memandang keluar jendela dengan wajah muram. Seolah jiwanya sedang ber
Mustahil… Mereka berdua adalah saudara? Kenapa aku tak pernah mendengar apapun tentang ini sebelumnya? "Mengapa Jason sama sekali tak pernah menyinggung tentangmu?" sahutku heran."Apa dia menyembunyikan hal ini untuk menghindari gosip?" Karen menggelengkan kepalanya. "Tidak, Jason bukan orang seperti itu." Aku menangkap secercah rasa haru di dalam ucapannya. "Dia melakukannya bukan untuk dirinya sendiri, tapi demi aku Mia," jelasnya. Aku mengernyit menatapnya. "Aku tidak mengerti." Karen mengalihkan pandangan dariku, menatap pada hamparan puncak gedung-gedung bertingkat di hadapan kami, matanya terlihat menerawang. "Ayah Jason bertemu dengan ibuku ketika Jason masih sangat kecil, mungkin umurnya baru tiga atau empat tahun saat itu." Karen tertunduk." Ya, ayah Jason berselingkuh dengan ibuku. Jadi kami saudara tiri. " Aku menatapnya dengan mata melebar. Kurasa aku mulai mengerti arah pembi