Seketika semua orang mendengar cerita sebenarnya yang dialami Gabriel dan Lucas. Terutama sang istri tercinta mendengarnya langsung syok, air matanya mulai berlinang pada kelopak matanya. Mengetahui tangisannya terdengar mulai pecah, Gabriel mendekapnya hangat sambil mengelus punggungnya perlahan, berusaha untuk menenangkannya.
“Charlotte…”
“Kau ternyata selama ini hidup penuh perjuangan, aku bahkan sebagai istrimu tidak mengetahui hal seperti ini. Aku memang payah, Gabriel,” lontar Charlotte menangis tersedu-sedu hingga hidungnya semakin memerah.
“Charlotte, jangan berkata seperti itu. Kau tidak payah sama sekali. Justru kau adalah wanita pantang menyerah mencoba berjuang mencari kebenaran mengenai kecelakaan pesawat itu, sampai kau terkena imbasnya.”
“Gabriel, jika dibayangkan kejadian menyakitkan itu pada diriku sendiri, aku pasti sudah menyerah di tengah jalan dan beranggapan bahwa aku sudah tidak mungkin bisa hidup lagi.”
“Aku pasti selal
Di tengah perbincangan romansa sepasang kekasih yang penuh dengan cinta, ditambah dua penyedap lainnya yaitu kedua teman dekatnya sendiri, sebenarnya ada sesuatu yang sangat mengusik pikiran Alfred sejak tadi. Maka dari itu, ia memilih untuk tetap diam dan terus merenungkan semua kejanggalan dari insiden ini. Dahinya mengernyit, alisnya saling bertautan dan sambil bertopang dagu, sehingga seluruh mata tertuju padanya dengan heran saat ini. “Kenapa kau dari tadi diam saja, Alfred?” tanya Violet terheran memiringkan kepalanya. “Gabriel, apakah waktu itu saat kau ingin terjun bersama Lucas sebelum pesawatnya meledak, pria misterius itu menampakkan dirinya?” selidik Alfred mulai menunjukkan sisi agen rahasianya. “Anehnya terakhir kali saat aku melihat orang itu terakhir kali tepat sebelum Lucas mendatangiku.” “Hmm ini aneh sekali. Menurut laporan dari pihak kepolisian dan Badan Intelijen Nasional, jenazah yang ditemukan di dasar laut semuanya terkumpul le
Sementara di sebuah restoran mewah, Tuan Alexander kini sedang menunggu seseorang sambil menatap jam tangan mahalnya dan mengamati sekelilingnya, menunggu seseorang. Tak lama kemudian, seorang pria tua berpakaian formal menghampirinya lalu menduduki kursi di hadapannya. “Sudah lama kita tidak pernah bertemu. Bagaimana dengan kabar Anda, Tuan Clinton?” sambut Tuan Alexander sopan. “Tentu saja selama ini saya selalu sehat saja, bagaimana dengan Anda?” sahut Tuan Clinton ramah. “Oh begitu rupanya, saya juga sama seperti Anda.” “Ngomong-ngomong, insiden yang dialami Pangeran Gabriel, saya turut berduka mendengar kabar buruknya tiba-tiba. Ketika mendengar kabarnya waktu itu, saya sangat syok bahkan hampir terkena serangan jantung,” lontar Tuan Clinton tiba-tiba sambil meneguk segelas champagne. Mendengar lontaran darinya barusan, Tuan Alexander menaruh sendok dan garpu di atas piring, memasang raut wajahnya serius. “Menurut Anda, k
Sementara di sisi lain, ketika Harvey sedang melakukan perawatan kulitnya, bersantai di sebuah kursi empuk berbusa tebal, memakai cream wajah, sang ayah memasuki rumah memandangi putranya menggelengkan kepalanya. Sang ayah diketahui Tuan Clinton yang beberapa saat lalu mengadakan pertemuan dengan Tuan Alexander untuk makan siang bersama di sebuah restoran mewah. “Kau sepertinya selalu saja memakai cream setiap saat,” celoteh Tuan Clinton. Dengan sigap Harvey menaruh cream di meja sebelah sofa, bersikap seperti pria normal di depan ayahnya. “Ayah sudah pulang rupanya,” sambut Harvey sopan. “Ayah heran denganmu. Kenapa kau seperti seorang wanita yang suka memakai perawatan wajah setiap saat.” Dahi Tuan Clinton mengernyit. “Ini karena demi Agnes supaya terpesona melihat wajahku. Seorang pria juga harus menjaga penampilannya supaya selalu terlihat tampan di depan wanitanya,” lontar Harvey percaya diri tersenyum genit.
Mendengar lontaran sang Pangeran yang terdengar sangat ringan, semua orang yang sedang menikmati makan malam di ruang makan tersentak kaget bahkan hampir batuk tersedak. Terutama mata Charlotte terbelalak dan menundukkan kepala malu, menghindari pandangan suaminya. Terutama mengingat status hubungan mereka masih belum menikah secara hukum, sangat mustahil baginya menerima penawaran aneh barusan. “Apakah aku tidak salah mendengarnya barusan?” lontar Violet membuka mulutnya lebar. “Kau sungguh ingin tidur bersamanya?” Lucas mengulang pertanyaan untuk meyakinkannya. “Kenapa reaksi kalian berlebihan sih? Padahal aku tidak melakukan apapun dengannya semalam.” “Tapi situasi waktu itu berbeda. Aku sedang pingsan jadinya tidak mungkin kau melakukan hal aneh, tapi kalau sekarang sih agak canggung rasanya,” sahut Charlotte tidak berani mengangkat kepala tegak. “Bagus juga sih, jadinya aku bisa tidur di ranjang empuk lagi.” Lucas mengulum senyuman mengam
Di kediaman Perdana Menteri, pikirannya terus terusik memikirkan maksud dari perkataan Tuan Alexander sebelumnya. Bahkan baginya, ucapan peringatannya terdengar seperti dirinya mengetahui dengan jelas pelaku sebenarnya tanpa mengucapkan secara langsung. Agnes sulit menutup matanya, tubuhnya terus berbolak balik seperti selembar kertas sedang difotokopi. Walaupun ini sudah memasuki tengah malam, tapi otaknya masih ingin terus bekerja. Beberapa saat kemudian, ia memutuskan untuk melangkah keluar dari kamarnya menuju pantry mengambil segelas air putih menjernihkan pikirannya yang sudah seperti kabel kusut. Namun ketika ia ingin kembali memasuki kamarnya, terdengar suara seseorang yang sedang berbicara lewat telepon dalam ruang kerja ayahnya. Dengan penuh rasa penasaran, ia melangkahkan kakinya pelan mendekati ruang kerja lalu melekatkan daun telinganya pada pintu, mendengar percakapan sang ayah sedang berkomunikasi dengan seseorang. Namun disayangkan, suaranya terdengar
Di rumah khusus kerajaan, usai menyantap sarapan, sepasang kekasih melakukan jalan santai bersama mengelilingi taman belakang sambil menikmati udara sejuk di pagi hari. Ditambah penampilan Charlotte dibaluti sebuah gaun bermotif bunga selutut yang dibelikan Pangeran lagi beberapa saat lalu. “Rasanya sudah lama aku tidak menikmati udara segar bersamamu,” ujar Charlotte memandangi sekeliling taman. “Terakhir kali kita berjalan bersama di taman istana tepat sehari sebelum insiden kecelakaan pesawat yang menimpaku.” Langkah kaki Charlotte terhenti sejenak, mengingat insiden buruk yang menimpa suaminya membuat dirinya merinding ketakutan akibat trauma dialaminya. Dengan inisiatif, Gabriel mendekapnya hangat sambil mengelus punggungnya perlahan. “Jangan takut lagi, maaf aku membuatmu menjadi teringat kenangan buruk yang membekas pada pikiranmu.” “Memang benar perkataan banyak orang bahwa kenangan buruk yang membuat kita trauma selama ini pasti akan
Drrt…drrt… Sontak salah satu ponsel dari kelima serangkai bergetar di tengah perbincangan mereka. Yang pasti bukan ponsel Gabriel dan Lucas, karena sangat mustahil seseorang menghubungi mereka, terlebih lagi saat ini seluruh negeri menganggap mereka telah tiada. Ponsel yang terus bergetar dari tadi sangat mengganggu suasana adalah ponsel milik Alfred. Dengan sigap Alfred mengambil ponselnya, tatapannya bingung memandangi layar ponselnya. “Ada apa, Alfred?” tanya Violet mulai penasaran menggeserkan tubuh mendekatinya. “Ini aneh sekali, tidak seperti biasanya nomor tidak dikenal menghubungiku di saat seperti ini.” Dahi Alfred mengernyit. “Apakah mungkin kau pernah memberikan nomor ponselmu kepada orang lain?” tanya Lucas. “Selama aku hidup sebagai agen rahasia kerajaan, aku tidak pernah memberikan nomor ponselku kepada siapapun.” “Bagaimana kalau kau coba angkat panggilan teleponnya dulu? Kalau seseorang yang mencurigakan, sebaiknya kau
Sepasang kekasih tersebut pada akhirnya kembali berdamai, walaupun sebelumnya mereka sempat berdebat karena masalah kecil. Mereka berdua memutuskan kembali menghampiri semua temannya yang sedang menunggu di ruang tamu, melangkah saling bergandengan tangan mesra. Melihat reaksi mereka berdua yang terlihat baik-baik saja, ketiga temannya kembali bernapas lega. “Akhirnya kalian kembali berdamai,” ujar Lucas tersenyum tipis. “Maafkan aku, karena keegoisanku jadi diskusinya sempat tertunda,” sesal Charlotte tertunduk bersalah. “Tidak apa-apa. Yang penting sekarang suasana hatimu sudah membaik, kita sudah sangat lega melihatnya,” sahut Alfred santai. “Jadinya, sekarang kau kembali menjadi teman terbaikku seperti semula.” Violet merangkul pundak Charlotte berantusias. “Sudahlah, kalian tidak perlu bersikap berlebihan begini.” Charlotte tersipu malu. “Karena mereka semua sangat mencemaskanmu tadi,” lontar Gabriel. “Oh, begitu rupanya.”