Malam harinya, di kediaman Agnes, seperti biasanya dirinya tidak bisa tertidur nyenyak akibat tingkah laku ayahnya semakin lama semakin terlihat mencurigakan. Kali ini, ia tidak hanya berdiam diri saja di dalam kamar, tapi memutuskan untuk mendengar perbincangan ayahnya di luar ruang kerjanya secara diam-diam, melekatkan daun telinganya pada pintu. Tuan Orlando hanya berbincang sebentar, sehingga belum sempat ia mendengarkan semuanya dengan lengkap. Agnes terus menunggu ayahnya berbincang lagi dengan seseorang lewat telepon, namun sudah beberapa menit berlalu, tidak terdengar suara apapun dari dalam ruangan.
CLIK
Sontak pintu ruang kerja terbuka lebar, pada saat bersamaan, Agnes dengan sigap bersembunyi di balik sebuah pot tanaman terletak di sudut tembok.
Drrt…drrt…
Selain itu, ini antara keberuntungan atau memang ini sudah waktunya Agnes mendengar percakapan ayahnya dengan mudah, tanpa perlu berusaha mendengarnya dibalik pintu.
“Apakah A
Harvey menaruh ponsel ke dalam saku celana, mengikuti ayahnya dari belakang secara diam-diam seperti seorang penguntit, untuk mendengar perbincangannya lewat telepon. Sorot matanya tertuju pada sebuah pot tanaman di dekatnya, lalu dengan sigap ia bersembunyi di sana supaya tidak tertangkap basah olehnya. “Apakah kau sudah menemukan, Nona Charlotte?” “Kami masih berusaha untuk mencarinya, selain itu bukti mengenai pemberontakan yang kita bicarakan, juga masih saya mencarinya sampai sekarang.” “Nona Charlotte harus ditemukan secepatnya! Dia harus ditemukan dalam kondisi masih hidup sebelum ia mengungkapkan insiden kecelakaan Pangeran akibat perbuatan kita!” Harvey tersentak kaget, mata membulat sempurna hingga tubuhnya terjatuh lemas menabrak pot tanamannya. Bercak tanah sedikit berceceran di lantai karena posisi pot sempat miring tadi. Mengetahui putranya mendengar percakapannya barusan, dengan sigap Tuan Clinton mematikan panggilan teleponnya
Harvey yang biasanya dikenal sebagai karakter selalu ceria setiap saat dan juga sebagai penghibur hati Agnes di saat suasana hatinya sedang berkeluh kesah, kini tidak biasanya ia menunjukkan sikap keseriusannya. Mendengar nada bicaranya terdengar sedikit aneh, Agnes menaruh garpu dan pisau perlahan di piringnya sambil menyeka bercak makanan melekat pada bibir merahnya. “Kenapa sikapmu tiba-tiba begini? Apakah terjadi suatu masalah padamu?” tanya Agnes sedikit gugup. “Agnes, aku bingung ingin menjelaskannya seperti apa padamu. Tapi kau jangan terkejut mendengarnya, jangan pingsan di hadapanku.” “Memangnya ada apa sih? Cepat katakan padaku!” “Apakah kau masih mengingat insiden kecelakaan pesawat yang terjadi beberapa saat lalu?” Agnes membelalakan matanya, pikirannya menjadi semakin kacau karena hal itu. “Kenapa kau membicarakan itu?” “Ayahku yang menyebabkan kecelakaan pesawatnya,” ujar Harvey mendesah lesuh. Napasnya mu
Di rumah khusus kerajaan, karena situasi sangat tidak memungkinkan untuk melanjutkan diskusinya. Terutama hari masih siang, di saat seperti ini adalah waktu yang cocok untuk berjalan santai bersama di taman belakang rumah tersebut. Walaupun di perkotaan atau pedesaan biasanya cuaca sangat panas dan sinar matahari sangat menyengat, namun kini sang Pangeran dan istrinya bisa melakukannya bersama dengan santai, karena sekeliling rumah itu adalah hutan cukup lebat. Sehingga sinar matahari tidak terlalu terasa menyengat dan udara masih terasa sejuk. Sang Pangeran mengambil napasnya panjang, menghembuskannya perlahan sambil merangkul pundak istrinya mesra mengelilingi taman tersebut. Tatapan mereka saling bertemu satu sama lain, dengan gelak tawa bahagia. “Akhirnya kau tersenyum juga, Gabriel. Apakah hatimu merasa sedikit tenang?” tanya Charlotte tersenyum hangat. “Memang benar perkataan orang. Banyak dari mereka mengatakan bahwa kalau pikiran kita sedang stress, c
Usai melakukan perbincangan dengan Charlotte lewat telepon, Agnes memasukkan ponsel ke dalam dompet khususnya, melanjutkan makan siang bersama Harvey. Maksud dari ide Harvey yang sebelumnya sempat diungkitnya adalah menghubungi Charlotte untuk bekerja sama dengannya. Baginya, satu-satunya jalan bagi mereka melakukan pembalasan terhadap ayah mereka yaitu mengumpulkan beberapa orang yang bisa dipercaya, menyatukan kekuatan mereka supaya lebih kuat menghadapi musuh terbesar. “Sekarang aku sudah menghubungi Nona Charlotte, jadinya apa yang harus kita lakukan selanjutnya?” tanya Agnes kembali fokus berdiskusi dengan kekasihnya. “Kita tinggal menunggu besok saja.” “Tapi apakah idemu ini sungguh bisa berjalan dengan baik? Bagaimana kalau dia tidak ingin bekerja sama dengan kita? Apalagi kecelakaan pesawat Gabriel disebabkan oleh ayah kita.” “Satu-satunya yang bisa kita andalkan saat ini adalah Nona Charlotte. Kalau seandainya dia menolak tawaran kita, aku ha
Usai berpamitan dengan suaminya, Charlotte dan Alfred bergegas memasuki mobil SUV yang terpakir di garasi. Charlotte memilih duduk di kursi penumpang belakang, supaya wajahnya tidak terlihat jelas kalau dilihat dari kaca mobil depan. Selain itu, dirinya sudah terbiasa duduk di bagian ini dibandingkan di depan. Alfred melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata sambil menatap sistem navigasi pada layar LCD dasbor mobil menuju tempat tujuan. Di tengah perjalanan menuju ke tempat pertemuan, Charlotte duduk tertegun memandangi jendela sambil membayangkan apa yang akan terjadi saat pertemuan nantinya hingga dahinya sedikit berkerut. “Apakah kau gugup, Charlotte?” tanya Alfred fokus menyetir mobil. “Sebenarnya aku sedikit gugup sih dari tadi. Apalagi aku sudah lama tidak bertemu dengannya sekian lama.” “Tenang saja, kau tidak perlu gugup. Nanti aku akan melindungimu bila terjadi sesuatu tidak terduga.” “Aku tahu, kau pasti mengeluarkan jurus andalanmu.”
Usai melakukan pertemuan yang durasinya cukup lama hingga larut malam, Alfred dan Charlotte berpamitan sopan, lalu kembali menuju markas rahasianya. Beberapa saat kemudian, mereka berdua memasuki rumah tersebut yang hanya ada Gabriel sedang menunggu istrinya berkunjung pulang hingga tertidur lelap di sofa. Melihat suaminya seperti itu, Charlotte merasa kasihan padanya, lalu menyelimuti seluruh tubuh dengan selimut tebal. Saat ia hendak ingin menyelimuti Pangeran, tubuh Pangeran merespon dengan sedikit pergerakan, kedua matanya secara perlahan terbuka lebar menyambut dengan senyuman hangat dan lengan kekarnya mendekap wanitanya seperti sudah berjam-jam tidak bertemu langsung. “Akhirnya kau pulang juga, Charlotte.” “Gabriel, kenapa kau menungguku di sini? Sudah kukatakan padamu sebelumnya, kau tidak perlu menungguku.” “Tidak apa-apa, aku memang ingin menunggumu,” sahut Gabriel menguap sedikit. “Ngomong-ngomong, kau tidak jadi nonton bersama Violet dan L
Agnes mengelilingi sekeliling rumahnya untuk memastikan tidak ada siapapun yang sedang berada di rumahnya, termasuk asisten rumah tangganya. Lalu, langkah berikutnya ia lakukan adalah memasuki ruang pengendalian, mematikan seluruh kamera CCTV di dalam rumahnya bahkan kamera CCTV depan rumah. Kini, pada akhirnya ia bebas bertindak apa saja di rumahnya. Kemudian ia kembali menghampiri pintu kamar ayahnya, memegang gagang pintu. Drrt…drrt… Saat suasana hening begini, tiba-tiba ponselnya bergetar di meja ruang tamu, hingga dirinya tersentak kaget, tubuhnya hampir terjatuh ke belakang. Terpaksa ia menghentikan aksinya, menghentakkan kakinya kasar kembali menuju ruang tamu mengambil ponselnya. Karena yang menghubunginya adalah sang kekasih, ia mengurungkan niatnya membentak kekasihnya. “Harvey, kenapa kau menghubungiku tiba-tiba? Padahal aku sibuk melakukan sesuatu penting.” “Aku hanya ingin melaporkan padamu saja. Ayahku barusan keluar rumah katanya in
Charlotte penasaran dengan seisi rumah khusus kerajaan, menelusuri setiap ruangan dengan penuh penasaran bersama suaminya. Karena sebenarnya sejak ia tinggal di rumah ini, ia belum sempat menelusuri semua ruangan berhubung dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk dirinya bersantai. Terutama rumah ini tergolong mewah juga, meskipun hanya dijadikan markas rahasia keluarga kerajaan. Gabriel menuntunnya memasuki sebuah ruangan yaitu sebuah ruangan terdapat beberapa meja billiard dan permainan dart. Mata Charlotte terbelalak sempurna memandangi ruangannya. “Bagaimana? Apakah kau menyukainya?” tanya Gabriel merangkul pundak istrinya mesra. “Aku tidak menyangka ada ruangan seperti ini di rumah ini. Harusnya sejak pertama kali aku tiba di sini, sesekali aku bersantai di sini.” “Maaf ya, seharusnya aku yang memandumu waktu itu. Malahan kau jadi tidak sempat memakai fasilitas sepuasnya.” “Tidak apa-apa, Gabriel. Untuk sementara ini