Kini tibalah saatnya hari paling menegangkan yang memengaruhi banyak orang dapat terancam nyawanya. Selain itu, hari ini adalah hari menentukan kekalahan atau kemenangan bagi sang Pangeran dan pasukan lainnya untuk memberantas para pengkhianat yang akan melakukan pemberontakan terhadap istana.
Karena hari masih siang, kelima serangkai mempersiapkan diri mereka terlebih dahulu seperti memakai pakaian yang nyaman dan cocok untuk bertarung, menyiapkan beberapa senjata terkuat dan rompi antipeluru berkualitas tinggi sehingga tidak mudah terkena peluru. Selain itu, mereka mengisi energi tubuh mereka sebanyak mungkin, supaya kuat untuk bertarung.
Sebelum berangkat berperang melawan para pengkhianat, sepasang suami istri masih bisa bermesraan saling membantu memakai rompi antipelurunya.
“Charlotte,” panggilnya manis.
“Kau memanggilku manis sekali.”
“Bagaimana dengan penampilanku sekarang? Apakah terlihat sangat gagah di matamu?” tanya Gabriel dengan
Raja Arthur bergeming sejenak, memikirkan semua hal dengan matang, terutama mendengar Perdana Menteri yang merupakan putri dari seorang pengkhianat, membuat dirinya sedikit ragu menerima penawarannya sebagai pengawal pribadi khusus untuk situasi darurat saat ini. Kalau Ratu Evelyn tidak diragukan lagi, sikapnya sangat penyayang dan menerima semua orang apa adanya, meski merupakan orang yang kenal dekat dengan orang jahat, ia tetap menerimanya dengan tulus. Namun yang masih diragukan kini adalah Raja Arthur yang terlihat gelisah dan sedikit bingung mengambil keputusannya. Mengingat waktu yang terus berjalan, pada akhirnya ia bertekad untuk membuka suaranya, memberikan jawaban pilihannya. Daripada nyawanya dan Ratu terancam jika sedikit telat mengambil keputusan. “Baiklah, saya akan menerima Perdana Menteri Agnes sebagai salah satu pengawal pribadi khusus.” “Saya juga sependapat dengan Raja. Saya akan menerimanya juga,” tambah Ratu Evelyn tersenyum ramah.
Saat ini, situasi semakin terlihat tegang. Sekumpulan prajurit istana mengepung mereka semua, ditambah prajurit yang baru saja mereka atasi sebelumnya. Charlotte sedikit gugup karena baginya sedikit mustahil untuk mereka bertiga melawan para prajurit dalam jumlah sebanyak ini. Sedangkan mereka hanya bertiga, sekaligus melindungi Raja dan Ratu. Untung saja saat ini mereka sedang berada di area luar istana sehingga leluasa bagi mereka untuk bertarung. “Kita… harus bagaimana sekarang, Charlotte?” tanya Violet sedikit takut dan panik. “Tidak apa-apa. Kita bisa mengatasinya jika kita bekerja sama,” jawab Charlotte tersenyum percaya diri. “Kalau sampai mereka terus menyerang kita, sebaiknya kita tembak mereka memakai pistol,” usul Agnes dengan tatapan serius. Charlotte menolehkan kepalanya mengarah pada Raja Arthur dan Ratu Evelyn. “Yang Mulia, tenang saja, hamba pasti akan melindungi Yang Mulia sampai selamat.” “Kami sepenuhnya mengandalkan
Tuan Clinton menggerakkan layar ponsel seperti sedang memamerkan sesuatu penting. Firasat Gabriel mulai terasa tidak enak, apalagi ekspresi wajah kedua pengkhianat seperti tidak ada rasa dosa sama sekali. Tuan Clinton menggeser layar ponselnya santai, memperlihatkan sebuah panggilan video yang membuat Gabriel mengamuk sekarang. “APA YANG ANDA LAKUKAN TERHADAPNYA?” pekik Gabriel mengamuk. “Sudah saya katakan sebelumnya, ini baru pertempuran sebenarnya.” “Jangan pernah berani berpikir bisa menyentuh tubuhnya, kalau sampai Anda melukainya, nyawa Anda akan saya habisi sekarang juga!” “Tenang dulu, sebaiknya kita mendengarkan pernyataannya terlebih dahulu.” “Awas saja sampai Anda menggores wajah putihnya, saya akan menggores wajah Anda sampai hancur!” Tuan Clinton menyalakan mode speaker supaya suara Charlotte terdengar jelas dalam panggilan teleponnya. Wajahnya kini terlihat sedikit memar, menundukkan kepalanya lemas dalam kondisi tubuhnya
Saat para pengkhianat ditahan dan diseret paksa oleh beberapa pasukan dengan ketat, tatapan Tuan Clinton menajam memandangi Gabriel berlagak angkuh di hadapannya. “Apakah ini semua rencana Anda untuk menangkap saya? Anda tidak bertujuan melakukan pertarungan demi bisa membunuh saya?” “Benar sekali. Sebenarnya saya bertujuan melakukan pertempuran dengan Anda, hanya untuk mengulur waktu dan menakuti Anda. “Jadi, kalian sudah merencanakan ini semua bersama putra saya dari jauh-jauh hari?” “Iya, semua orang ingin menghancurkan hidup Anda, maka dari itu, kami merancang rencana ini dengan matang, supaya kotoran seperti Anda tidak akan menodai permadani istana lagi!” “Beraninya Anda berkata lancang seperti itu!” bentak Tuan Orlando ingin melawannya balik, tapi untung saja banyak pasukan menangkapnya.” “Mau dengar cerita sebenarnya? Jadi sebenarnya begini…” *** Kejadian sebelumnya… Sebelum menghadapi pe
Di antara semua orang yang sedang menunduk lemas di sebelah Alfred yang tubuhnya dalam kondisi terbaring, hanya Gabriel tidak menunjukkan rasa kesedihannya sama sekali. Sorot matanya tertuju pada tubuh Alfred yang sama sekali tidak berlumuran darah, walaupun terkena tembakan peluru. Bahkan dirinya masih bisa tersenyum santai. “Sudahlah sandiwaramu sebaiknya hentikan. Aku tahu sebenarnya kau tidak terkena peluru sama sekali,” lontar Gabriel. “Aish, aku ketahuan deh!” Alfred merutukki dirinya sendiri. Semua orang sekelilingnya terkejut, terutama Violet yang dari tadi bereaksi berlebihan langsung reaksinya berubah drastis. “Alfred, jangan bilang barusan kau menipu semua orang?” “Kau memang tidak berpikir panjang, Violet. Apakah kau lupa? Tubuhku sudah dilindungi rompi antipeluru.” Secara perlahan Alfred membangkitkan tubuhnya, memperlihatkan pelurunya hanya mengenai rompinya. Namun masih ada rasa sedikit takut pada Violet, dengan sigap ia
Tiga tembakan peluru tepat mengenai punggung lebar Pangeran saat memeluk wanitanya erat. Tubuhnya terasa lemas tiba-tiba hingga dirinya terjatuh. Bola mata Charlotte terbuka lebar memandanginya sekaligus menggigit bibir bawah dengan gemetar. Apalagi wajah Pangeran terlihat tidak berdaya, meski senyuman manis masih terpampang pada wajahnya. “G-abriel…Kenapa kau—” “Syukurlah…aku menyelamatkanmu…tepat waktu,” balas Gabriel masih bisa tertawa kecil sambil membelai rambut wanitanya dalam pelukan hangat, meski sempat syok karena tembakannya tiga kali. “Justru aku yang harus bertanya padamu! Kenapa kau…” Belum selesai melanjutkan pembicaraan, Charlotte kehilangan kesadaran akibat pengaruh obat suntikan, membuat buliran air mata Gabriel mulai berlinang pada kelopak mata. “Charlotte…sadarlah! Kau jangan meninggalkanku seperti ini!” Gabriel berusaha membangunkannya sambil menggoyangkan tubuhnya sangat lemas. Saat bersamaan, ketiga pria perkasa l
Kepala sang Pangeran menunduk pasrah, melihat kondisi istri tercintanya terbaring tidak sadarkan diri. Tangisannya terisak sambil terus menggenggam tangannya, hingga air mata kesedihannya menetes pada pipi lembut istrinya yang terluka. Menit demi menit berlalu, setelah menunggu sekian lama hingga hari sudah gelap hingga perutnya sedikit lapar, tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut dan hangat pada kepalanya yang penuh kasih sayang. Kepalanya langsung terangkat ringan, memandangi senyuman indah kembali terukir pada wajah sang kekasih. “Gabriel…” lirihnya lemas. “Charlotte, akhirnya kau tersadar juga. Aku telah menunggumu terbangun dari tadi.” Melepas kebahagiaannya, Gabriel langsung memeluk istrinya erat selama beberapa detik sambil mengusap rambut panjangnya lembut. Mendapat perlakuan manis seperti ini sangat menenangkan hati Charlotte, namun mengingat kejadian saat penembakan, dirinya sedikit trauma langsung melepas pelukannya dan meraba punggung lebar suami
Drrt…drrt… Baru saja Gabriel ingin memasukkan sesendok makanan, tiba-tiba sebuah ponsel bergetar di atas meja. Helaan napas kasar dihembuskan dari rongga mulutnya, lalu mengambil ponselnya yang sangat mengganggu momen kemesraan mereka. Apalagi yang menghubunginya adalah sekretaris pribadinya sendiri. Secara terpaksa ia menggeser layar ponselnya. “Ada apa kau meneleponku? Kau menggangguku saja!” “Gabriel, ini sudah malam, bukankah sebaiknya kau kembali ke istana? Raja dan Ratu mencemaskanmu.” Gabriel langsung menatap jam tangan mewahnya, baru menyadari sekarang sudah larut malam. “Jadinya bagaimana? Ngomong-ngomong, apakah Charlotte sudah sadar?” Sebenarnya batas kesabaran Gabriel mulai habis. Apalagi sekretarisnya ini hobinya selalu mengganggu momen kemesraan di saat tidak tepat. Ingin mengomelinya tapi takut wanitanya nanti ketakutan mengamati kegarangannya karena masalah kecil. “Kalau seandainya dia belum sa