Tiga tembakan peluru tepat mengenai punggung lebar Pangeran saat memeluk wanitanya erat. Tubuhnya terasa lemas tiba-tiba hingga dirinya terjatuh. Bola mata Charlotte terbuka lebar memandanginya sekaligus menggigit bibir bawah dengan gemetar. Apalagi wajah Pangeran terlihat tidak berdaya, meski senyuman manis masih terpampang pada wajahnya.
“G-abriel…Kenapa kau—”
“Syukurlah…aku menyelamatkanmu…tepat waktu,” balas Gabriel masih bisa tertawa kecil sambil membelai rambut wanitanya dalam pelukan hangat, meski sempat syok karena tembakannya tiga kali.
“Justru aku yang harus bertanya padamu! Kenapa kau…”
Belum selesai melanjutkan pembicaraan, Charlotte kehilangan kesadaran akibat pengaruh obat suntikan, membuat buliran air mata Gabriel mulai berlinang pada kelopak mata.
“Charlotte…sadarlah! Kau jangan meninggalkanku seperti ini!” Gabriel berusaha membangunkannya sambil menggoyangkan tubuhnya sangat lemas.
Saat bersamaan, ketiga pria perkasa l
Kepala sang Pangeran menunduk pasrah, melihat kondisi istri tercintanya terbaring tidak sadarkan diri. Tangisannya terisak sambil terus menggenggam tangannya, hingga air mata kesedihannya menetes pada pipi lembut istrinya yang terluka. Menit demi menit berlalu, setelah menunggu sekian lama hingga hari sudah gelap hingga perutnya sedikit lapar, tiba-tiba ia merasakan sentuhan lembut dan hangat pada kepalanya yang penuh kasih sayang. Kepalanya langsung terangkat ringan, memandangi senyuman indah kembali terukir pada wajah sang kekasih. “Gabriel…” lirihnya lemas. “Charlotte, akhirnya kau tersadar juga. Aku telah menunggumu terbangun dari tadi.” Melepas kebahagiaannya, Gabriel langsung memeluk istrinya erat selama beberapa detik sambil mengusap rambut panjangnya lembut. Mendapat perlakuan manis seperti ini sangat menenangkan hati Charlotte, namun mengingat kejadian saat penembakan, dirinya sedikit trauma langsung melepas pelukannya dan meraba punggung lebar suami
Drrt…drrt… Baru saja Gabriel ingin memasukkan sesendok makanan, tiba-tiba sebuah ponsel bergetar di atas meja. Helaan napas kasar dihembuskan dari rongga mulutnya, lalu mengambil ponselnya yang sangat mengganggu momen kemesraan mereka. Apalagi yang menghubunginya adalah sekretaris pribadinya sendiri. Secara terpaksa ia menggeser layar ponselnya. “Ada apa kau meneleponku? Kau menggangguku saja!” “Gabriel, ini sudah malam, bukankah sebaiknya kau kembali ke istana? Raja dan Ratu mencemaskanmu.” Gabriel langsung menatap jam tangan mewahnya, baru menyadari sekarang sudah larut malam. “Jadinya bagaimana? Ngomong-ngomong, apakah Charlotte sudah sadar?” Sebenarnya batas kesabaran Gabriel mulai habis. Apalagi sekretarisnya ini hobinya selalu mengganggu momen kemesraan di saat tidak tepat. Ingin mengomelinya tapi takut wanitanya nanti ketakutan mengamati kegarangannya karena masalah kecil. “Kalau seandainya dia belum sa
Saat istrinya sudah tertidur lelap, Gabriel menyelimuti seluruh tubuhnya sampai menutupi lehernya. Sebelum itu, ia mendaratkan kecupan manisnya pada pipi istrinya sambil mengelus kepalanya lembut dengan pandangan berbinar. “Tidur yang nyenyak, Sayang. Aku akan menemanimu sepanjang malam di sini,” bisik Gabriel pelan supaya tidak membangunkannya. Lalu, Gabriel membaringkan tubuhnya di sofa, menyelimuti tubuhnya menggunakan selimut tebal yang sudah disediakan khusus untuknya sambil menatap istrinya sedang tidur cantik dari kejauhan. Karena kamar ini adalah kamar yang paling luas di antara semua kamar di rumah sakit ini, sehingga baginya sangat jauh untuk menjangkau istrinya sambil tertidur di sofa. Tangan kanannya berusaha menggapainya, namun ia hanya bisa membayangkannya sedang mengelus kepalanya setiap malam ketika tidur bersama di rumah khusus kerajaan. Matahari bersinar terang menembus kaca jendela kamar, sehingga membangunkan Charlotte dari mimpi indahnya.
Tiba-tiba seseorang juga datang berkunjung, sehingga suasana kamar ini menjadi semakin ramai. Namun, tamu yang satu ini adalah tamu sangat spesial baginya. Tatapan matanya terlihat sangat bahagia, menyambut ibunya datang mengunjunginya setelah sekian lama. Bernama Tiana, yang berpenampilan sama seperti sebelumnya setelah sekian lama tidak bertemu. “Ibu…” lirihnya. “Putriku, ibu sangat merindukanmu.” Sang ibu langsung memeluk putrinya hangat dengan tangisan haru. “Aku juga sangat merindukanmu ibu selama ini. Aku sangat mencemaskan keadaan ibu saat aku tidak berada di rumah.” “Ibu selama ini baik-baik saja. Lagipula ayahmu juga sudah pulang dari perjalanan bisnisnya.” Memang sang ayah melakukan perjalanan bisnis yang cukup lama di luar negeri, sehingga saat terjadinya insiden kecelakaan pesawat, wajar jika ia tidak menghadiri upacara penghormatannya. Selain itu, untung juga Charlotte belum menikah sungguhan di katedral, kalau seandainya ia menik
Tamu lainnya yang hendak menjenguk Charlotte di rumah sakit yaitu Agnes dan Harvey. Saat Harvey bersiap merapikan penampilannya terlebih dahulu, kekasihnya menghembuskan napasnya lesuh sambil memainkan kuku jarinya, seperti dirinya belum siap mental bertemu dengan Pangeran. Apalagi selama ini ia menganggap bahwa Pangeran sungguh telah tiada sejak insiden kecelakaan pesawat. Secara spontan Harvey menggenggam tangannya, mengulas senyuman hangat merupakan satu-satunya cara menghibur hati kekasihnya semakin membaik. “Apakah kau masih belum siap bertemu Gabriel?” “Harvey, menurutmu apakah Gabriel akan membenciku? Apalagi pertemuan terakhirku dengannya sangat tidak enak dilihat, aku yang menyebabkan pertengkarannya dengan tunangannya.” “Jangan berpikiran seperti itu. Aku yakin dia akan memaafkanmu. Lagipula dia pasti sudah melupakannya karena kejadian itu sudah sangat lama.” “Aku berharap sih begitu. Aku hanya bisa menerima tegurannya nanti, terutam
Kini tibalah hari di saat sang Pangeran menampakkan dirinya di hadapan umum. Pangeran yang sudah dinyatakan telah menghilang dan tiada saat insiden kecelakaan pesawat kini bisa dianggap bangkit dari kematiannya. Oleh karena itu, sang Pangeran harus mengungkapkan semua kesaksiannya saat terjadinya insiden kecelakaan pesawat dan juga penyusunan strateginya dalam melawan para pengkhianat yang mencoba membunuhnya dan wanita tercintanya. Selain itu juga mengenai pembebasan para budak yang dijadikan objek perdagangan ilegal. Kebetulan juga kini kondisi tubuh Charlotte kembali pulih, sehingga ia bisa menghadiri konferensi pers kerajaan. Beruntung juga wajahnya sekarang kembali terlihat mulus karena melakukan perawatan kulitnya rutin saat keluar dari rumah sakit. Sebelum menuju tempat konferensi persnya, Gabriel merapikan dirinya dengan memakai pakaian kerajaannya dan tatapannya kini sangat berwibawa saat bercermin. Tok…tok… Sosok orang yang mengetuk pintu ka
Mendengar pertanyaan terakhir dari para wartawan, Gabriel sudah bertekad bulat mengambil keputusannya, sambil menolehkan kepala menghadap Lucas mengisyaratkannya menyerahkan semua bukti kepadanya. Dengan sigap Lucas menyerahkan bukti yang diperoleh mereka semua, baik bukti dari Tuan Alexander, Agnes, maupun Harvey di atas podium. “Tindakan yang harus dilakukan istana mengenai aksi kejahatan para pengkhianat, tentu saja harus sejalan dengan prosedur hukum. Terutama perbuatan kejahatan mereka yang menyebabkan semua kekacauan di negeri ini, seperti insiden kecelakaan pesawat yang terjadi tiba-tiba saat saya ingin mengunjungi kediaman Tuan Alexander, percobaan pembunuhan terhadap Nona Charlotte, pembunuhan Tuan Alexander saat ingin mengungkapkan kebenaran. Semua kejahatan ini sudah direncanakan sebelumnya pada bukti ini!” Gabriel memperlihatkan dokumen perencanaan pemberontakan pada semua wartawan secara terang-terangan. Para wartawan langsung heboh terfokus pada dokumen
Karena acara penyambutan telah usai, sekarang waktunya kembali ke istana menghadiri acara perjamuan makan. Jarak antara tempat tinggal untuk kalangan bawah dengan istana lumayan jauh, sehingga membutuhkan perjalanan cukup panjang. Masih kondisi menaikki mobil sedan hitam, belum merasa bosan Charlotte memandangi pemandangan sekitar lewat kaca jendela mobil yang terlihat damai sekarang. Sejak para penjahat sudah ditangkap dan rakyat kalangan bawah dibebaskan, kehidupan menjadi kembali normal seperti biasanya. Mengamati wanitanya melepas senyuman, membuat Gabriel ikut bahagia juga mendekapnya tiba-tiba. “Manis, Sayang,” ucapnya lembut. Kepala Charlotte membalik ke belakang, jantungnya berpacu cepat akibat hidung mereka kini saling menempel. “Sayang, kenapa hidungmu menempel pada hidungku terus dari tadi?” “Karena hidungmu rasanya sangat manis.” “Selalu saja menganggapku seperti gula.” “Makanya aku mudah jatuh cinta padamu.