Selly menerima uluran tangan Amira, ia mencoba tersenyum menutupi rasa penasarannya. Amira duduk berhadapan dengan Anton dan Selly, ia kemudian memesan minuman pada Delia yang masih berada di situ. Sementara Selly terus memperhatikannya, menelisik wajah Amira yang masih tertutup masker. Selly ingin meyakinkan dirinya jika wanita itu bukanlah Amira yang ia kenal."Apa ada yang salah dengan saya, Bu Selly?" tanya Amira seketika, saat melihat pandangan Selly yang tak berhenti menatapnya."Ah, tidak. Saya hanya merasa, seperti pernah bertemu Anda," jawab Selly, kikuk."Nona Amira ini mirip dengan seseorang yang Bu Selly kenal, makanya ia terus memperhatikan Anda. Kebetulan juga namanya mirip," timpal Anton."Benarkah?" Amira pura-pura antusias. "Semirip apa?""Lumayan mirip, saya juga sempat berpikir seperti itu, tapi setelah dipikir-pikir sepertinya tak mungkin orang yang sama," ujar Anton."Kenapa?""Perbedaannya bagai langit dan bumi. Amira yang saya kenal, dia hanya seorang pelayan d
Amira merasa ini tawaran yang menarik, ia pun memikirkan keuntungan dan kerugiannya jika menerima tawaran Selly. Ia bisa saja memberi kesempatan untuk perusahaan Selly, karena memang yang korupsi di sini adalah Anton. Sementara ia juga butuh perusahaan Selly untuk melakukan proyek pekerjaan yang sudah mulai berjalan."Baiklah, aku coba pertimbangkan, asal kau mau memenuhi semua permintaanku.""Apa?" tanya Selly penasaran."Bersihkan nama baikku di lingkungan tempat tinggal Yudha," ujar Amira mengatakan permintaannya."A-apa? Aku tak mengerti maksudmu?" Selly menelan salivanya, ia merasa sedang dihakimi Amira."Kau tak usah berpura-pura Selly. Aku tahu apa yang kau lakukan saat aku masih tinggal di rumah Yudha. Kau memfitnahku, memberikan foto-foto editan itu pada Bu Yati, tetangga Yudha, dan karena hal itulah aku diusir oleh warga," jelas Amira."I-itu tak benar, aku tak melakukan itu. Siapa yang mengatakan itu padamu, Mir?" "Aku bisa melakukan apa pun, Selly. Sekarang aku yang berku
Syahla sangat terkejut setelah melihat pria yang akan mewawancarainya tersebut. Ia tak menyangka akan bertemu lagi dengan pria itu di sini."Ka-kamu?""Nona Syahla Khairunnisa, senang bertemu kembali. Saya Yudha Prawira, yang dipercaya sebagai wakil direktur di perusahaan ini." Lelaki bertubuh tegap itu berdiri dan mengulurkan tangannya pada Syahla.Syahla tertegun, ia menerima uluran tangan Yudha dan hanya bisa tersenyum. Ada yang berdenyut di relung hati Syahla, ketika melihat lelaki yang pernah menjadi tunangannya tersebut berdiri di hadapannya. Rasanya tak berubah, masih sama, getaran itu masih ada saat tatapan mata Yudha bertemu dengan matanya. Yudha kemudian mempersilahkan Syahla untuk duduk."Apa kabar, La?" tanya Yudha setelah mereka berdua sama-sama duduk di tempat masing-masing."B-baik." Lama tak bertemu membuat Syahla kembali merasa canggung."Aku gak nyangka, kamu melamar kerja di sini. Apa ada hal yang terjadi padamu?" "Ah, tidak. Aku tak apa-apa. Bagaimana kamu bisa be
Selly kembali datang ke Jakarta untuk memenuhi permintaan Amira. Wanita berwajah cantik itu merasa terancam dengan gertakan Amira padanya. Apalagi ia juga tak ingin terlibat dalam kasus yang menjerat Anton terkait dengan penggelapan dana yang dilakukan pria itu. Selly sangat kesal dan kecewa pada Anton karena telah membohonginya. Padahal ia sangat berharap banyak pada lelaki itu yang menurutnya lebih baik daripada Radit.Kini hubungannya dengan Radit sudah berakhir karena kebodohannya mempercayai laki-laki seperti Anton. Selly menyesalinya, tetapi semuanya sudah terjadi.Selain karena permintaan Amira untuk berbicara jujur di lingkungan keluarga Yudha, kedatangan Selly ke ibu kota juga untuk memperbaiki hubungannya dengan Radit. Selly berharap Radit mau memaafkannya. Ia juga ingin mengatur rencana untuk menghadapi Amira nantinya.Selly telah sampai di kediaman orang tuanya. Terlihat sang ayah yang kini berbaring lemah di kamarnya. Ayahnya sudah mulai sakit-sakitan. Selly pun mendeka
Amira berdiri di balkon kamarnya, ia memindai pemandangan yang terbentang di depannya. Terlihat rumah Radit masih dalam keadaan yang sama, meskipun tak terlihat jelas dari atas balkon itu. Seketika kenangan-kenangan Amira saat tinggal di rumah itu kembali menari dalam benaknya. Tiba-tiba ia ingin tahu kabar mantan mertua dan adik iparnya tersebut.Amira tersenyum, ia tak menyangka jika fitnahan keji yang diterimanya dulu telah mengubah jalan hidupnya sampai seperti ini.Setelah memastikan Gemilang tertidur lelap, Delia menghampiri Amira yang masih berdiri di balkon kamar mereka.Ia menepuk pelan bahu Amira, sehingga membuat perempuan berambut ikal itu menoleh padanya."Lo sedang mikirin apa, Mir?" tanya Delia."Kamu lihat Del, rumah bercat biru yang ada diujung jalan sana?" Amira menunjuk sebuah rumah bercat biru yang berada di komplek perumahan di bawah apartemennya. Meskipun jauh, tetapi rumah itu terlihat dari lantai lima kamar Amira."Yang letaknya tepat di ujung jalan itu kan?"
Rania terlihat menemui seorang lelaki yang sudah menunggunya di lobby. Wanita berambut blonde itu seketika langsung menggamit mesra lengan lelaki tersebut. "Sayang, maaf ya lama," ucap Rania pada pria itu. "Kamu kenapa? Matamu sembab?" tanya pria tersebut. "Gak kok, sayang. Tadi aku kelilipan. Ayok, lebih baik kita pulang saja," ajak Rania. "Pulang ke mana?" "Ke kosan kamu aja yang. Aku bete di rumah," jawab Rania. "Okey, yuk. Kita bisa senang-senang mumpung kosanku sepi." Pria itu menjawil pipi Rania kemudian sepasang sejoli itu berjalan keluar dari mall.Amira mengikuti mereka hanya sampai benar-benar keluar dari mall. Ia kemudian menghubungi seseorang yang sudah dipercaya untuk menyelidiki foto-foto vulgarnya dahulu. "Hallo, bagaimana hasil penyelidikanmu?" tanya Amira kepada seseorang yang diteleponnya. "Benarkah? Kau sudah ada bukti? Oke baiklah. Secepatnya kirim semua bukti itu padaku." Amira mematikan ponselnya. Senyum di bibirnya mengembang saat mengetahui informasi y
Sebuah pesan masuk dalam ponsel Amira. Wanita berlesung pipit itu melengkungkan senyum saat membaca deretan pesan yang masuk dalam ponselnya. Bukti-bukti bahwa foto-foto vulgar dirinya itu telah didapat.Ia juga mengetahui orang yang telah mengedit foto itu.Amira menutup ponsel memasukkan ke dalam tas kecil miliknya. Ia menatap wajahnya ke dalam cermin, melanjutkan mamakai lipstik yang tadi tertunda.. Hari ini, Amira berencana akan menemui Syahla. Amira ingin membujuk Syahla agar mau kembali ke rumah karena Ibunya sedang sakit. Untuk urusannya dengan ipar dan mantan mertuanya, ia kesampingkan terlebih dahulu. Amira hanya ingin Ibunya segera bertemu Syahla dan sembuh dari sakitnya."Del, titip Gemilang ya. Aku pergi sebentar." Amira berpamitan pada Delia yang masih meringkuk di atas kasur. Delia hanya mengangguk, Gemilang masih tertidur pulas di sampingnya.Amira melangkahkan kakinya keluar dari apartemen. Jam di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul enam pagi. Tetapi, Amira
"Syahla, bukankah itu, Kak Yudha?" tanya Amira."Iya, Mir. Mas Yudha atasanku di kantor," jawab Amira."Benarkah? Kebetulan sekali. Sepertinya kamu semakin dekat dengannya, ya?"Syahla hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan Amira."Kak Yudha, apa kabar?" Amira bertanya saat dia sudah berada di dekat mobil Yudha."Baik," jawab Yudha, ia hanya tersenyum sekilas. Ada rasa sesak di hati Amira, saat tahu respon Yudha yang terlihat biasa saja. Bahkan terkesan cuek padanya."Kamu tinggal di mana, Mir?" tanya Syahla."Aku tinggal di apartemen itu." Amira menunjuk sebuah gedung apartemen yang tak jauh dari situ. Bangunannya terlihat jelas dari rumah Nisa."Oh, benarkah? Yuk sekalian bareng saja. Kita bakal lewat depan apartemen itu." Syahla menawarkan tumpangan pada Amira.Amira melirik Yudha, lelaki berjambang tipis itu terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang ia lihat di ponsel itu, kedatangan Amira seolah tak dianggapnya. Ada yang nyeri di sudut hati Amira dengan sikap acuh Y