Sebuah pesan masuk dalam ponsel Amira. Wanita berlesung pipit itu melengkungkan senyum saat membaca deretan pesan yang masuk dalam ponselnya. Bukti-bukti bahwa foto-foto vulgar dirinya itu telah didapat.Ia juga mengetahui orang yang telah mengedit foto itu.Amira menutup ponsel memasukkan ke dalam tas kecil miliknya. Ia menatap wajahnya ke dalam cermin, melanjutkan mamakai lipstik yang tadi tertunda.. Hari ini, Amira berencana akan menemui Syahla. Amira ingin membujuk Syahla agar mau kembali ke rumah karena Ibunya sedang sakit. Untuk urusannya dengan ipar dan mantan mertuanya, ia kesampingkan terlebih dahulu. Amira hanya ingin Ibunya segera bertemu Syahla dan sembuh dari sakitnya."Del, titip Gemilang ya. Aku pergi sebentar." Amira berpamitan pada Delia yang masih meringkuk di atas kasur. Delia hanya mengangguk, Gemilang masih tertidur pulas di sampingnya.Amira melangkahkan kakinya keluar dari apartemen. Jam di pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul enam pagi. Tetapi, Amira
"Syahla, bukankah itu, Kak Yudha?" tanya Amira."Iya, Mir. Mas Yudha atasanku di kantor," jawab Amira."Benarkah? Kebetulan sekali. Sepertinya kamu semakin dekat dengannya, ya?"Syahla hanya tersenyum tak menjawab pertanyaan Amira."Kak Yudha, apa kabar?" Amira bertanya saat dia sudah berada di dekat mobil Yudha."Baik," jawab Yudha, ia hanya tersenyum sekilas. Ada rasa sesak di hati Amira, saat tahu respon Yudha yang terlihat biasa saja. Bahkan terkesan cuek padanya."Kamu tinggal di mana, Mir?" tanya Syahla."Aku tinggal di apartemen itu." Amira menunjuk sebuah gedung apartemen yang tak jauh dari situ. Bangunannya terlihat jelas dari rumah Nisa."Oh, benarkah? Yuk sekalian bareng saja. Kita bakal lewat depan apartemen itu." Syahla menawarkan tumpangan pada Amira.Amira melirik Yudha, lelaki berjambang tipis itu terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang ia lihat di ponsel itu, kedatangan Amira seolah tak dianggapnya. Ada yang nyeri di sudut hati Amira dengan sikap acuh Y
"Silahkan ikuti saya masuk ke ruangan, Pak." Sang sekretaris mempersilahkan Pak Gun dan Amira masuk ke ruangan Radit. Saat tiba di depan pintu, ponsel di tas Amira berdering, ia segera mengambilnya. Ternyata yang menelepon adalah Bu Syahnaz. Amira pun menyuruh Pak Gun untuk masuk ruangan terlebih dahulu karena dia akan mengangkat telepon dari Ibunya."Pak Gun, masuk duluan. Saya mau angkat telepon dulu. Nanti saya nyusul," ucap Amira yang dibalas anggukan oleh Pak Gun.Amira pun berbalik, melipir menuju balkon yang kebetulan berada tak jauh dari ruangan itu.Senyum melengkung terukir di bibir Radit. Ia menyambut dengan senang kedatangan Pak Gun di perusahaan ini. Pak Gun sudah sering ke sini semenjak perusahaan Selly bekerja sama dengan Abimanyu Group."Selamat pagi, Pak Gun. Silahkan duduk," ujar Radit setelah menyalami Pak Gun."Terima kasih, Pak Radit." Pak Gun kemudian duduk di sofa yang berada di situ.Selly pun beranjak dari tempatnya bekerja, ia kemudian menyusul Radit menya
"Bu Selly yang terhormat, bisakah Anda jelaskan pada suami Anda, siapa saya sebenarnya?Apakah benar, apa yang dituduhkan olehnya terhadapku?" Amira berujar pada Selly, dengan nada setenang mungkin.Selly mendongak, manik hitamnya bersirebok dengan manik hitam milik Amira. Selly tak bisa menyembunyikan kegugupannya."Aku tak tahu," jawab Selly berbohong."Yakin? Kau tak lupa kan dengan perjanjian kita di restoran kala itu?" Selly memiliki ujung bajunya, kali ini sepertinya ia tak bisa berkata hal macam-macam tentang Amira selain mengatakan yang sebenarnya pada Radit. Lama Selly terdiam, ia terlihat gugup dan merasa tidak nyaman. Berkali-kali melirik Radit dan Amira bergantian. Ingin rasanya kembali menyangkal semuanya tetapi sepertinya ia tak punya pilihan."Kenapa kamu diam saja, Sell?" tanya Amira. "Coba jelaskan pada suamimu itu, apa benar aku gundik Tuan Abimanyu?" "Dia bukan istriku, Mir. Kami sedang proses bercerai," timpal Radit. Ia ingin menjelaskan pada Amira jika dia dan
"Maaf?"Radit mengangguk, ia sebenarnya merasa malu pada Amira karena telah menuduhnya yang bukan-bukan. Hal yang selama ini terbesit dalam pikirannya tidak benar-benar terjadi."Abang tahu, Abang sudah menuduhmu yang tidak-tidak. Abang minta maaf, Mir."Amira menggeleng pelan. Ia tak menjawab ucapan Radit. Amira malah berbalik dan kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu."Mir, tunggu! Kamu gak mau maafin, Abang?" tanya Radit setengah berteriak. Ia hendak mengejar Amira namun langkahnya terhenti karena Pak Gun segera melarangnya."Pak Radit, tolong jangan ganggu Nona Amira. Biarkan dia pergi!" ucap Pak Gun dengan tegas.Pak Gun kemudian kembali melangkahkan kakinya menyusul Amira. Sementara Radit hanya terdiam menatap kepergian Pak Gun dan Amira yang mulai masuk ke dalam lift.Radit masuk ke dalam ruangannya. Terlihat Selly yang luruh di lantai dengan tatapan kosong. Radit tak mempedulikan Selly, ia kembali ke meja kerjanya dan segera mengambil kunci mobil yang ia letakka
"Rania, kenapa kamu tega memfitnah Amira? Kenapa tega kamu edit foto itu? Kenapa, Ran?" tanya Radit dengan gigi yang bergemeretak dan mengepalkan kedua tangannya. Radit sangat emosi, hingga ia takut tak bisa mengendalikan dirinya.Degh! Perasaan Rania menjadi tak menentu. Ia sangat takut dengan Radit yang sudah terlihat murka. 'Apa maksud ucapan Bang Radit? Apa dia sudah tau semuanya tentang foto itu?' tanya Rania dalam hati."Jawab, Rania!" teriak Radit, saat melihat Rania malah terdiam menatapnya."A-aku gak tahu, Bang. Aku gak ngerti maksud Abang!" jawab Rania salah tingkah."Jangan pura-pura gak ngerti. Abang sudah tahu semuanya, kau menyuruh Reno pacarmu kan yang mengedit foto itu, dulu?" cecar Radit."Bang, a-aku--" Rania terbata, rahasia yang selama ini ditutupinya akhirnya terbongkar."Radit, ada apa denganmu, Nak? Kenapa kamu bahas masalah yang sudah berlalu lama?" Bu Retno mencoba menenangkan Radit yang terlihat menahan Amarah."Amira, dia datang ke kantor. Dia memberikan
"Bagaimana, Mir? Kamu ikut ya, ke rumah Yudha." Selly kembali bertanya untuk memastikan agar Amira mau diajaknya ke rumah Yudha.Amira menghela napasnya sejenak, kemudian menjawab pertanyaan Syahla. "Baiklah. Aku akan ikut denganmu.''Syahla mengukir senyum di bibir tipisnya, begitu mendengar Amira mau diajaknya makan malam bersama keluarga Yudha. Amira pun sama, ia berpikir ini adalah kesempatan untuknya memperbaiki nama baik yang sudah tercoreng di lingkungan tempat tinggal Yudha."Aku kabarin Yudha sekarang ya, kalau kamu jadi ikut makan malam di sana." Syahla mengambil ponselnya dan mengetik pesan untuk Yudha.[ Amira jadi ikut makan malam, aku sudah mengajaknya. ] Pesan pun dikirim untuk Yudha. Tak berapa lama, Yudha pun membalas pesannya.[ Baiklah, Minggu besok, ba'da Maghrib aku jemput kalian berdua. ][ Ok. ]Syahla meletakkan kembali ponselnya, ia kemudian berucap pada Amira tentang pesannya pada Yudha."Aku sudah kirim pesan pada Yudha, Mir. Dia bilang, minggu besok akan je
Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam karena macet, rombongan Amira tiba di depan rumah keluarga Yudha.Amira turun dari mobil, ia berdiri dan menatap rumah yang dulu sempat menjadi tempat tinggalnya itu. Amira merasa masalah dirinya harus cepat diselesaikan. Maka dari itu, ia menyuruh Delia menunggu di mobil bersama Gemilang dan sang sopir."Del, kamu dan Gemilang tunggu di sini saja ya. Aku berubah pikiran untuk membawa kamu masuk. Bukan apa-apa, aku hanya sebentar saja. Aku tak akan lama," ucap Amira pada Delia."Baiklah, Lo hati-hati ya. Kalo ada apa-apa telepon gue." Delia pun mengangguk, ia juga merasa canggung jika ikut masuk ke dalam. Karena bagaimanapun juga yang diundang hanya Amira seorang diri.Bu Zaenab yang mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya, segera beranjak dan melongok keluar. Ia penasaran dengan ucapan Syahla yang menunggu seseorang datang ke rumahnya."Siapa wanita itu? Sepertinya familiar?" gumam Bu Zaenab yang berdiri di depan pintu."Itu Amira,