Tirta Prasetya "Udaah, jangan ditutup-tutupin. Aku udah terlanjur lihat juga tadi." Aku terus menggoda Sera. Wanita itu terus memegang bagian depan jasku yang kebesaran di tubuhnya. Kebetulan jas itu memang tidak memakai kancing depan. "Diamlah, Pras!" pungkasnya kesal sambil memandang ke luar jendela. Serani Gunawan. Wanita cantik yang sudah memporak-porandakan hatiku ini ternyata sama sekali tidak peka dengan perhatian yang aku berikan selama ini. Walaupun Arief tidak memintaku untuk menjaga dia dan kedua anaknya, Aku pasti tetap akan menjaga mereka dengan baik. Jalanan sangat macet. Sera mulai sibuk membuka-buka ponselnya. "Pangeran sudah besar. Aku ingin ajak Giska dan Pangeran jalan-jalan ke vilaku di puncak. Nggak jauh, kok. Kamu mau, ya!" "Apa nanti tunanganmu nggak marah?" tanyanya tanpa menoleh padaku. Ia masih fokus membuka-buka media sosial di layar ponselnya. Astaga! Dia masih saja membahas tentang tunangan. Apa mungkin ini karena dia cemburu? "Nggak. Aku tadi kan
"Ada apa ini, Pras? Siapa mereka? Kenapa mereka ada di depan rumahku?" Aku panik melihat beberapa orang pria dan wanita di depan gerbang. Beberapa diantara mereka membawa kamera. "Wartawan, ada juga dari stasiun televisi," desis Pras tanpa mengalihkan pandangannya dari kerumunan yang berada tak jauh dari kami. "Haaah,? Wartawan?"Mataku membelalak kembali melihat orang-orang itu. Pras mulai melajukan mobilnya mendekat. "Rapatkan jas yang kamu pakai. Kita turun!" ajak Pras. "Aku nggak mau. Mereka mau ngapain memangnya?" tanyaku panik. "Mau sampai kapan kita di sini, Sayang? Mereka itu pemburu berita. Mereka nggak akan pergi sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan." "Ini pasti gara-gara kita jalan di mall tadi." sesalku. Pras menoleh padaku. Aku sudah merapikan jas yang aku pakai hingga menutup rapat bagian depan tubuhku. Mobil Pras sudah hampir sampai persis di depan gerbang. Sontak semua mata menuju ke arah kami. "Kamu jangan turun dulu. Tunggu aku yang bukakan pintu
"Bunda dan Om Bule lagi ngapain?" Tiba-tiba Giska memandang wajah kami bergantian dengan tatapan bingung. Kami sontak terkejut dan langsung saling menjaga jarak kembali. Berusaha menetralisir debaran yang sempat kurasakan. Huff! Hampir saja! Lagian, barusan Pras mau ngapain coba dekat-dekat? "I-ini mata bunda ada pasirnya. Om mau bersihkan. Kasihan itu Bunda sampai nangis." jawab Pras membuatku kembali melotot padanya. Giska mengangguk tanda mengerti. Ia ikut memperhatikan mataku yang tadi ditunjuk oleh Pras. "Udah, Bun. Jangan nangis! Biar dibersihin sama Om bule aja." Giska bicara dengan gaya seperti orang dewasa, hingga membuat Aku dan Pras terkikik. "Adik Pangeran mana, Bunda?" tanyanya sambil melangkah ke kamar Pangeran. "Pangeran baru aja bobok, Sayang. Giska makan lalu istirahat, ya!" Putriku itu mengangguk sambil melangkah masuk ke kamarnya. Seorang asisten rumah tanggaku menghampirinya ke kamar. Pras kembali menatapku. "Kamu ... tadi nangis lagi kangen Arief?" tanya
Tirta Prasetya Aku tersenyum saat membuka akun media sosial di ponselku. Fotoku dan Serani menjadi berita terhangat pagi ini. "Hmm .... cantik!" gumamku tanpa sadar saat memandang foto wanita yang berdiri di sebelahku itu. Walau sudah memiliki dua anak, Serani masih sangat cantik dan terawat. Tubuhnya yang tinggi bak model serta lekuk tubuhnya yang indah membuat imajinasiku selalu melayang jauh setiap memandangnya.. Mulai hari ini, berita kedekatan aku dan serani pasti akan ramai dibicarakan. Aku tersenyum senang. Aku akan lihat bagaimana respon Sera setelah ini. Tiba-tiba terdengar pintu ruanganku diketuk. "Masuk!" Saat pintu terbuka, nampak Elara masuk membawa sebuah undangan. "Pagi Pak Tirta, Nanti malam ada undangan grand opening Hotel Carla dari PT Indah properti. Sebaiknya Bapak hadir, Karena Bu Indah pemilik perusahaan itu sendiri yang kemarin langsung mengundang Bapak." "Bu Indah kemarin datang ke sini?" tanyaku heran. "iya, Pak. Dia sangat mengharapkan Bapak bisa
"Selamat datang Bu Serani Gunawan!" Seorang pria berpakaian safari menyambutku di acara peresmian hotel Carla ini. Pemilik Hotel ini adalah salah satu rekan bisnis perusahaanku. Indah, wanita cantik pemilik PT Indah Properti itu beberapa kali bertemu denganku di saat meeting. "Terima kasih," sahutku. Aku melangkah menuju ballroom hotel. Hampir semua tamu yang datang adalah berpasangan. Mungkin hanya aku yang datang sendirian ke acara ini. Lagipula aku memang tidak punya pasangan, kan? "Wah, wah. Makin cantik saja Ibu CEO kita ini. Ngomong-ngomong kabarnya Bu Serani sedang dekat dengan artis tampan yang bernama Tirta itu, ya?" ucap salah satu pria pengusaha yang datang bersama istrinya. "Jangan percaya gosip Pak Cahya!" sanggahku seraya tertawa lirih. "Kenapa nggak diajak sekalian artis gantengnya itu, Bu Sera?" timpal tamu lainnya. "Iya, lo. Kami juga kan mau kenalan. Ya kan, Jeng?" Terdengar tawa para tamu wanita yang berada di sekelilingku. Ini semua gara-gara berita di me
"Pras ...!" Aku berusaha berontak saat kedua tangan kekar itu mencengkeram kedua lenganku. Namun tenagaku tak seberapa dibanding Pras yang besar tubuhnya dua kali lipat dariku. Pras menatapku begitu intens. Ya Tuhan, kenapa dada ini semakin berdebar. Kami saling menatap dalam beberapa detik. Wajah kami hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter. Aku merasakan hembusan napasnya yang naik turun. Aku mendengar detak jantungnya yang semakin cepat. "Ehemm ...!" Aku tersadar dan mencoba memecah keheningan dengan berdehem. Memalingkan wajah ke arah lain. Sungguh tak sanggup berlama-lama saling bertatapan dengannya. "Sera ..., kamu kenapa tiba-tiba pulang? Kamu marah lihat Aku sama indah? Kamu ... nggak suka lihat Aku bersama perempuan lain?" Aku masih diam. Sungguh terkejut mendengar pertanyaannya yang semuanya adalah benar. "Sera ... tolong jawab. Benar, kan yang Aku bilang tadi?" Aku kembali tersentak mendengar perkataan Pras. "Jangan ngaco deh, Pras! Lagian Aku nggak berhak untuk
"Keanu, hari ini Aku nggak ke kantor. Jika ada hal yang penting, langsung hubungi ponselku!" "Baik, Bu Sera," sahut Keanu dari seberang sana. Setelah subuh tadi aku menyusui Pangeran hingga bayiku itu kembali tertidur. Tidak hanya putraku itu yang tertidur, Aku pun tanpa sadar kembali terlelap. Entah kenapa semalaman mata ini sulit untuk terpejam. Setelah Pras pulang semalam, pikiranku malah menjadi tidak tenang. Melihat sikap Pras yang tidak biasanya justru membuatku gelisah tak menentu. Kiriman pesan selamat tidur yang biasa ia kirimkan setiap malam pun, tadi malam tidak ada. "Bundaaa ... Ayo bangun! Om bule sudah datang mau ajak kita ke villa!' Giska tiba-tiba saja masuk ke kamarku. Putriku itu hari ini memang sedang libur. Karena kelas atas sedang ujian. Dan karena ini Pras berinisiatif mengajak kami jalan-jalan. "A-apaa? Om bule sudah datang?" Aku terkesiap mendengar ucapan Giska. Melirik jam dinding, baru saja pukul tujuh pagi. "Giska, tolong bilang Mbak, siapkan sarapan
"Giska duduk di depan sama Om Bule, ya!" Aku mencoba untuk membujuk Giska. "Nggak mau ah, Bun. Aku mau main boneka-boneka di belakang." Giska sudah masuk lebih dulu di kursi belakang dengan membawa tiga bonekanya. Pras terkekeh. "Sudah nggak usah rebutan. Ngalah dong sama Anak!" Pras tersenyum menggodaku.. Aku hanya menghempas napas kasar. "Aku hanya khawatir Pangeran nanti rewel dan minta Asi, Pras. Persediaan Asi di botol hanya ada dua. Pria itu membukakan pintu untukku dan Pangeran di kursi depan. "Nggak usah khawatir. Kalau Pangeran rewel, kita berhenti cari tempat untuk kamu menyusui nanti," sanggah Pras dengan santai. Aku berdecak malas. Memangnya dikira gampang mencari tempat untuk memberi Asi? Pangeran masih tertidur lelap di pangkuanku. Tubuhnya semakin berat dan berisi. Wajah Pangeran sangat mirip dengan Arif. Tampan. Jika tersenyum mampu menggetarkan hati setiap wanita. "Kenapa senyum-senyum pandangin Pangeran?" Aku menoleh, ternyata Pras sudah berada di sampi