Aku semakin dilanda ketakutan. Siapakah gerangan hujan lebat begini bertamu ke rumah kami? Dalam kondisi begini aku harus minta tolong ke siapa? Mbak Titin? Waduh, aku takut jika orang yang datang mengetuk pintu itu orang jahat. Mbak Titin pasti gak akan bisa menanganinya. Mas soni? Ah jangan, jangan, Mas Soni. Dia suaminya Mbak Titin. Aku gak mau Mbak Titin salah paham padaku nanti. Bagas? Oke, Bagas saja… dia kan masih single dan juga masih brondong. Kemungkinan untuk orang salah paham itu kecil banget. Segera ku hubungi nomor ponsel Bagas untuk meminta pertolongan. Aku menunggu bantuan datang sambil meringkuk di pojokan kamar dalam pelukan kedua putri kembarku yang masih belum mengerti apa-apa. "Mbak… Mbak Maya, ini Bagas, Mbak!!" Tak berselang lama, Bagas sudah sampai di teras rumah kami dan mengetuk daun pintu dengan keras. Suara ketukan dan teriakannya masih kalah sama bunyi deras hujan yang disertai dengan petir menggelegar. "May!!! Buka pintunya! Kamu kenapa?!" Terdeng
POV Raden Angga Wijaya.Aku adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan dan diadopsi oleh keluarga kaya bernama Hadi Wijaya. Nama asliku adalah Angga. Setelah masuk ke dalam keluarga Pak Hadi Wijaya, mereka mengganti namaku dan menambahkan nama besar Wijaya kedalamnya.Mereka melimpahiku dengan kasih sayang dan harta yang banyak tanpa membeda-bedakan statusku dengan anak kandungnya, seorang gadis kecil yang terpaut usia lima tahun denganku. Namanya Maya, ia sangat lucu dan menggemaskan. Setiap hari selalu membuntuti aku dan merengek mengajakku bermain bersama.Dahulu, keluarga mereka sangat harmonis dan penuh kehangatan. Tapi setelah kecelakaan tragis itu terjadi, Papa Hadi menjadi murung dan sakit-sakitan. Kecelakaan yang menimpa istri dan anak kandung Papa Hadi membuatnya kehilangan semangat hidup. Pasalnya hingga kini tidak diketahui keberadaan anak dan istrinya, apakah selamat dari kecelakaan tunggal itu ataukah meninggal dunia. Jika meninggal dunia pun jasad kedu
POV Raden Angga Wijaya.Kenapa jiwaku merasakan seolah kembali terseret ke masa lalu? Kedua anak kembar di hadapanku ini mengingatkanku pada sosok adik kecil yang dulu selalu mengikutiku kemanapun."Mas Angga, temani Maya main masak-masakan, yuk!!" Suara rengekan itu masih terngiang dengan jelas di telingaku. Sebagai anak tunggal di keluarga kaya, gadis itu pastinya kekurangan teman bermain di rumahnya. Itulah sebabnya Papa Hadi dan Mama Rasti mau mengadopsi aku dari panti asuhan agar bisa menjadi teman bermain sekaligus pelindung anaknya.Aku juga harus selalu menuruti semua permintaannya walaupun aku tak suka bermain permainan anak-anak perempuan.Terkadang jika aku sedang malas atau sedang banyak tugas sekolah, aku akan menolak permintaannya."Mas lagi banyak PR, Maya. Nanti kalau sudah selesai, Mas temani main ya." Itu adalah kata-kata terakhir yang kuucapkan pada Maya. Gadis itu langsung cemberut dan menatap kecewa padaku. Tatapan mata itu adalah tatapan mata terakhir miliknya y
Tanganku gemetaran saat menerima pesan dari Mas Angga. Dia bilang ingin memesan catering makanan rumahan untuk papanya yang sedang sakit. "Semoga ini menjadi awal yang baik." Doaku dalam hati. Cita-cita ingin membuka restoran yang menyajikan menu masakan rumahan sepertinya mendapatkan jalan kemudahan. Dengan orderan pertama dari Mas Angga, aku berharap ini akan membuka peluang usaha bagiku. Orang kaya seperti Mas Angga pasti punya banyak koneksi dan jaringan. Tak banyak permintaan papanya Mas Angga. Hanya beberapa menu masakan simpel yang berhasil aku masak dalam waktu tak kurang dari satu setengah jam. Hari ini aku mematikan aplikasi warung online. Mas Angga memintaku untuk mengantarnya sendiri ke kantor tempatnya bekerja. Kebetulan kulihat alamatnya juga tak jauh dari kampung tempat tinggalku. "Loh, mie tek-teknya libur, May?" Mbak Titin yang baru saja datang menatapku heran karena aku sudah berpakaian rapi dan menenteng tas kresek putih. Oh iya.. aku sampai melupakan Mbak Ti
Susah payah berpura-pura tak melihatnya, ternyata ia masih mengenaliku juga. "Hai, calon mantan kakak ipar, kenapa kamu ada disini?" Ia langsung menghadang jalanku dan tak membiarkanku masuk kedalam lobby. Heh, kenapa harus menyebutku dengan sebutan calon mantan kakak ipar? Detik ini juga suruh abangmu talak aku! Aku sudah siap kok menjadi mantan iparmu. Tak usah sindir-sindir pakai kata calon lagi! Tapi aku hanya diam saja karena tak ingin menjawab pertanyaan orang yang punya andil besar dalam rusaknya rumah tanggaku. "Hm, pasti kamu mau nyari kerjaan disini, kan? Aku beritahu kamu sebelum kecewa, disini gak ada lowongan buat emak-emak! Semua karyawan disini itu masih muda-muda dan penampilannya modis, cantik, wangi, dan terawat, gak kayak kamu yang kusam dan kucel mirip gembel." Kali ini Irfan mulai menyerangku dengan hinaannya. Hahaha, mungkin dia salah mengira aku sedang melamar pekerjaan disini karena aku memang membawa sebuah map berisi file penawaran harga catering. Bisa ja
"Nyo-nyonya? Nyonya ada di sini?" Raut wajah Mas Angga keheranan melihat Bu Rosmala berbincang denganku di ruang tunggu. Mungkin ia baru sempat melihat pesanku yang mengabarkan bahwa aku sudah sampai di parkiran motor. Wanita tua bernama Rosmala itu sama sekali tak menjawab pertanyaan Mas Angga dan malah mengalihkan perhatiannya padaku. "Besok saya kabari lagi kalau cocok dengan menunya." Aku mengangguk dengan mengukir sebuah senyuman canggung. Jujur aku merasa ada sesuatu yang tak beres disini. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana wanita tua tadi membodohiku dengan berpura-pura melihat menu pesanan Mas Angga tapi di sela-sela jarinya menyembunyikan bubuk yang dibungkus seperti resep obat puyer dari puskesmas dan menaburkannya ke atas masakanku. Kalau ada apa-apa dengan Papanya Mas Angga, otomatis akulah yang menjadi tersangka utama. "Terima kasih, Bu Maya, saya pamit dulu ke ruangan. Masih banyak dokumen yang harus saya tanda tangani." Ia tak mau bersalaman denganku karena mas
POV Indra Laksmana Rasanya nyaman banget tinggal di rumah orang tua. Segala macam disiapin, apa-apa diturutin, pokoknya enak deh. Gak kayak di rumah sendiri, setiap hari harus diomelin Maya, setiap hari harus mendengar keluhan masalah uang kurang, dan yang paling bikin gak betah tuh suara berisik anak-anak. Sangat mengganggu sekali! Aku gak tau kenapa rasanya benci sekali melihat kedua putri kembarku itu. Karena impian terbesarku adalah memiliki anak laki-laki yang kelak akan menjadi penerusku. Jadi, mau seperti apapun orang memuji kelucuan putri kembarku, aku tak merasa bangga sama sekali memiliki mereka. "Ndra, ini sudah tiga bulan lho kamu tinggal disini? Kamu gak mau pulang?" Ibu sempat bertanya padaku. Mungkin beliau lama-lama risih juga karena aku menambah beban hidupnya. Memang sudah tiga bulan ini aku kembali ke rumah ibuku. Setelah pertengkaran itu terjadi, aku jadi semakin malas bertemu dengan Maya. Aku masih merasa kesal dengan sikap Maya yang selalu menomor duakan orang
POV Indra LaksmanaPucuk dicinta ulam pun tiba! Kesempatan bagus ini tak boleh terlewatkan begitu saja.Sudah lama aku mendambakan naik jabatan ke atas. Kapan lagi aku yang hanya seorang lulusan SMA bisa kerja kantoran dengan jabatan mentereng sebagai asisten manager."Aku mau, aku mau, Mon! Aku sudah bosan jadi pengawas bagian. Pengen ngerasain jadi orang penting di perusahaan." Jawabku tanpa malu-malu lagi. Bukankah tadi Mona sendiri yang menawarkannya padaku?Mona mendekat ke tempat aku duduk lalu berbisik dengan mesra di telingaku, "Mona mau bantuin Mas Indra, asalkan… Mas Indra mau jadi pacar Mona. Gimana?"Hatiku berdebar tak karuan. Jarak yang terlalu dekat diantara kita membuat pikiranku melayang entah kemana. Bau harum tubuh Mona membuat aku lupa diri. Ah, Mona… sudah dari dulu aku ngefans sama kamu. Gak nyangka hari ini dapat rejeki nomplok ditembak sama Mona."Ma-mau banget, Mon!!" Sudah pasti aku terima. Siapa yang bisa menolak pesona wanita secantik Mona?Urusan Maya bisa