Rudi membernarkan posisinya.
"Buat apa ikut?" tanya Rudi sambil mencium keningnya."Aku gak bisa lama-lama pisah denganmu, Mas," ujarnya beralasan. Suaranya terdengar manja di telinga Rudi. Membuat lelaki itu gemas dan kembali memberinya sebuah ciuman."Hanya dua hari, Sayang," sahutnya, kali ini lelaki itu mencium rambut Santi yang mengeluarkan aroma wangi shampoo."Lama, Mas. Aku gak bisa jauh-jauh darimu," ucapnya. "Pasti nanti kamu menghabiskan waktu dengan wanita bau bawang itu.""Dia kan istriku, Sayang. Nanti kalau aku tak memanjakannya, dia malah curiga," sahut Rudi sambil menowel hidung Santi karena gemas...Pagi-pagi Rudi dan Santi siap untuk bekerja. Mereka sarapan sambil bercanda gurau, terkadang juga membahas tentang masa depan mereka, benar-benar seperti pasangan halal yang bahagia.Setelah selesai Santi berangkat terlebih dulu, agar tak menimbulkan kecurigaan dari rekan kerjanya. Untuk saat ini memang belum ada yang tahu karena mereka sangat pandai menyembunyikan hubungan terlarang itu. Namun, mereka tak tahu kalau orang yang mereka curangi sudah mengetahuinya."Aku berangkat dulu, Mas," pamit Santi sambil mengecup kedua pipi Rudi, terakhir dia akan mencium sekilas bibir lelakinya."Hati-hati." Rudi melambaikan tangan ketika motor Santi melaju meninggalkannya. Setelah bayangan Santi sudah tak terlihat, Rudi segera masuk ke rumah. Lelaki itu tengah mengamati ponselnya."Tumben, Bunda gak ada telpon," gumamnya. Setelah itu dia mencoba menghubungi wanita yang sudah dikhianatinya tanpa rasa bersalah.Panggilan terhubung, tak lama kemudian sudah tersambung. "Ayaaaah!" seru Alif dari ujung telepon.Bocah empat tahun itu terlihat girang menatap wajah ayahnya dari dalam layar ponsel.Rudi tersenyum melihat kebahagiaan putranya, lelaki berhidung mancung itu melambaikan tangan. "Salamnya mana, Kak."Pandangannya memindai sekita. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya, tiba-tiba ada ingin yang cukup kuat untuk melihat istrinya. Ada rindu yang tiba-tiba menyapa kalbu, apalagi jika mengingat penghianatan yang telah dilakukannya."Assalamualaikum, Ayah," ucap Alif sambil tersenyum, hal yang sangat gampang menular. Kini lelaki yang sudah rapi itu juga melakukannya."Wa'alaikumussalam, nah gitu dong. Kakak sudah mandi? Udah makan?" tanya Rudi lagi."Udah, Yah," sahut Alif sambil mengangguk."Anak pintar. Bunda mana, Kak? Kok gak kelihatan?" tanyanya sambil menatap jauh ke belakang putranya.Alif menoleh, mengikuti pandangan sang ayah. Bocah berambut ikal itu pun melangkah mencari keberadaan wanita yang selalu menemani hari-harinya itu."Ada, tapi kata Bunda sekarang lagi repot, jadi ndak bisa ngobrol sama Ayah," balas bocah empat tahun itu setelah mendapat isyarat dari Ambar."Oh gitu, memang Bunda lagi sibuk apa, Kak?" tanya Rudi penasaran. Karena tak biasanya Ambar melakukan itu."Lagi menjemur baju, Yah," balas Alif setelah mengetahui keberadaan bundanya."Oh, ya udah. Besok kalau ayah pulang, Alif minta dibelikan apa?" tanya Rudi basa-basi."Aku mau dibelikan truk oleng yang buesar, Yah," sahut bocah itu dengan mata berbinar."Oke, siap. Sekarang tolong bawa ponselnya ke Bunda, Sayang. Bilang kalau ayah ingin ngobrol sebentar saja," pinta Rudi. Alif mengangguk, kemudian berlari menuju tempat bundanya."Bunda, Ayah mau bicara," ucapnya sambil mengulurkan ponsel."Bilang sama Ayah. Bunda lagi repot, Kak. Tuh, tangan bunda basah kan," sahut Ambar sambil menunjukkan tangannya."Kalau Bunda lagi repot, gak usah diganggu, Kak. Arahkan saja kamera pada bunda," pinta Rudi setelah mendengar ucapan sang istri."Bunda! Bunda Mau ke mana?" tanya Alif polos. Bocah bermata bulat itu menatap keheranan pada Ambar yang bergegas pergi."Bunda mau ke kamar mandi, Kak," sahutnya sebelum menutup pintu kamar mandi.Alif menggaruk kepalanya yang tak gatal, sementara Rudi merasa heran dengan sikap Ambar."Ya udah, nanti lagi telponnya ya, Kak. Ayah mau berangkat kerja dulu," sahut Rudi memecah keheningan yang tercipta selama beberapa detik.Setelah mengucap salam, Rudi termenung sejenak. "Sepertinya ada yang tak beres," gumamnya.Sepanjang perjalanan Rudi tak bisa konsentrasi, dia penasaran dengan sikap istrinya yang seolah menghindarinya. Lelaki itu sibuk menebak, kira-kira apa yang terjadi dengan ibu dari anaknya tersebut. Hingga tiba di kantor Rudi belum bisa menemukan alasan kenapa sikap Ambar berubah.Kegalauannya sirna begitu saja ketika melihat senyum manis Santi. Rudi benar-benar lupa diri, hingga tak menyadari kehancuran yang sudah menunggunya di depan mata.Hampir setiap bersama, kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu melakukan penyatuan, tak ada kata lelah bagi keduanya. Seolah benar adanya, jika kesalahan itu dilakukan maka akan mendapatkan sensasi yang berbeda."Terima kasih, Sayang," ucap Rudi sambil mencium pucuk kepala Santi. Setelah raganya merasakan kelelahan yang luar biasa karena dipaksa bekerja menuruti hasratnya."Apa sih nggak buat kamu, Mas, yang penting kamu bahagia," sahut Santi sambil tersenyum menggoda. Dengan Rudi gadis bukan perawan itu mempunyai perasaan lebih. Tak seperti lelaki yang sempat singgah di hidupnya, yang hanya dimanfaatkan hartanya saja."Kamu memang paling mengerti diriku, Sayang," balas Rudi. Setelah itu lelaki itu memejamkan matanya dengan bibir mengulas senyum kepuasan. Tak lama kemudian sudah terdengar dengkuran halus dari bibir tipisnya. Santi tersenyum, baginya wajah itu tak pernah membosankan, semakin dipandang semakin membuatnya terpesona.Besok Rudi akan pulang, menemui anak dan istrinya. Me
Kerasnya kehidupan yang dulu dialami Santi, membuatnya menghalalkan segala cara agar keinginannya bisa tercapai. Santi terjebak dalam pergaulan bebas. Gadis itu sudah berpetualang dalam dekapan lelaki hidung belang sedari memasuki bangku SMA. Santi muda sempat berpikir untuk mengakhiri pekerjaannya. Namun, keadaan ekonomi orang tuanya yang pas-pasan tak bisa memenuhi keinginannya untuk meneruskan pendidikan ke bangku kuliah. Hingga dia kembali menjadi wanita panggilan.Dengan tekad yang kuat, dia pamit kepada orang tuanya untuk menempuh pendidikan di kota. Banyaknya tuntutan gaya hidup membuatnya tak bisa melepaskan diri dari lembah hitam kenistaan. Namun, ada satu hal yang bisa dibanggakan darinya, Santi tetap berhasil menamatkan kuliahnya walaupun dengan sedikit sogokan pada dosen pembimbingnya. Dengan kemolekan tubuhnya.Selepas kuliah Santi langsung bekerja sebagai asisten manajer di sebuah kantor. Sesekali dia masih menerima panggilan jika memasuki akhir bulan. Gajinya yang tak
Ambar masih bertahan di dalam taksi, menunggu kira-kira apa yang akan terjadi. Firasatnya mengatakan kalau dia adalah wanita yang berada di video itu. Namun, Ambar tak mau gegabah, ibunya Alif itu mengamati gerak-gerik sang wanita yang masih berdiri di depan dengan membawa sebuah bungkusan di tangan kirinya.Pintu rumah terbuka, Rudi terlihat keluar sambil menggendong Alif. Seketika Ambar menjadi emosi. Namun, dia mengurungkan niatnya untuk turun setelah melihat Rudi membuka pagar. "Hallo, Alif," sapa Santi. Namun, bocah berambut ikal itu terlihat cuek bahkan memundurkan tubuhnya ketika hendak dicium Santi. Alif juga diam saja ketika Santi memberikan bingkisan yang sedari tadi dipegangnya."Ini Tante bawain mainan buat Alif. Diterima dong, Nak ganteng," ranyunya. Mendengar kata mainan bocah itu tampak tertarik, dia terlihat mencondongkan badannya. Namun, tiba-tiba dia kembali mundur."Nggak pa-pa, Sayang. Ini ambil gih," rayunya lagi. Kali ini Alif malah menyembunyikan wajahnya di be
Ambar masih terpaku di tempatnya sambil menatap ponsel yang sudah tak berbentuk. Perlahan wanita berambut ikal itu menunduk lalu mengambil pecahan ponsel tersebut. Dengan sangat menyesal dia berjalan ke arah taksi yang masih setia menunggunya."Bapak, maaf. Ponsel bapak rusak. Em, gini sekarang tolong antar saya ke ATM terdekat, setelah itu kita ke counter untuk beli ponsel baru. Em, Bapak masih ingat email-nya kan?" tanya Ambar panjang lebar, wanita yang suka dengan warna merah hati itu benar-benar merasa bersalah."Wah, saya nggak tahu kalau urusan itu, Bu. Anak saya yang ngotak-ngatik itu," sahutnya polos."Oh, ya udah kalau gitu. Sekarang kita langsung ke ATM ya, Pak. Terus beli ponsel untuk bapak. Semoga saja anaknya ndak lupa sama email-nya ya, Pak.""Iya, Bu. Gak pa-pa. Ibu gak usah khawatir. Saya yang minta maaf, karena ponselnya rusak jadi gak punya barang bukti.""Kok malah bapak yang minta maaf," sahut Ambar yang masih merasa tak enak hati. Setelah itu Ambar dan Pak supir t
"Fitri ... bagaimana, susah ndak nyari kamarnya?" tanya Rahayu dengan suara lirih sambil tersenyum.Santi mengehentikan langkahnya, perempuan itu terlihat heran dengan sikap ibunya Rudi. Dia juga berpikir apa wanita tua itu sudah gila?"Permisi, Mbak," ucap seseorang dari belakang Santi. Menyadari siapa yang datang, wanita yang hendak menceritakan hubungannya dengan Rudi pada Rahayu itu langsung balik badan dan segera berlalu dari ruangan itu."Siapa dia, Bu?" tanya Fitri setelah duduk di bangku plastik yang disediakan pihak rumah sakit untuk keluarga yang menjaga pasien.Rahayu menggeleng tanda tak mengerti. "Bagaimana kondisi di rumah?" tanyanya kemudian."Ndak terjadi apa-apa, Bu. Mbak Ambar dan Mas Rudi hanya saling diem-dieman," sahut Fitri berbohong sesuai permintaan Ambar. Agar mertuanya itu tidak begitu memikirkan masalahnya."Semoga saja tidak terjadi sesuatu yang ...." Rahayu tidak melanjutkan, wanita itu memejamkan matanya. Di usianya yang sudah renta, dia di hadapkan denga
Rudi kehabisan kata-kata, tetapi itu tak berlangsung lama. Lelaki itu kembali mengancam Ambar. "Jika kamu ingin berpisah, maka kamu harus keluar dari rumah ini. Tanpa membawa harta benda, kecuali barang yang sedang kamu pakai di badan. Ingat perjanjiannya kan, siapapun yang menuntut perceraian dia akan keluar."Ambar memejamkan matanya, jelas dia masih ingat dengan perjanjian yang mereka sepakati bersama. Bodohnya saat itu, dia merasa satu-satunya wanita yang dicintai Rudi, jadi dia yakin tak mungkin suaminya itu akan berpaling. Hingga janji itu dibuat, bukan siapa yang berselingkuh tapi siapa yang menginginkan perceraian. Bodoh."Aku akan keluar bersama Alif, karena aku tak mau anakku diasuh oleh wanita yang tak bermartabat.""Keluar dari rumah ini tanpa membawa apapun. Termasuk Alif!" tegas Rudi lagi. Merasa di atas angin Rudi pun bangkit. Namun, langkanya kembali terhenti."Kalau begitu video itu akan sampai ke kantormu, dan kamu tahu kan akibatnya," ucap Ambar tenang."Jangan meng
Ambar dan Alif sudah siap di atas motor, bocah yang masih belajar di Pendidikan Usia Dini itu duduk di depan ibunya, keduanya terlihat ceria seperti hari-hari sebelumnya. Sesekali membalas sapaan tentangga yang kebetulan lewat. Ambar sudah bisa tersenyum, mata yang beberapa hari terakhir tampak redup kini kembali berbinar. Wanita penyuka kopi tanpa gula itu sudah memutuskan untuk melepaskan. "Aku berhak bahagia, dan bahagiaku tak selalu dengan Rudi" Itu yang selalu dibisikkan pada dirinya sendiri. "Aku kuat, aku bisa!" Kalimat sederhana yang mampu merubah jalan pikirannya."Alif udah siap?" tanya Ambar setelah memasangkan helm bergambar Bobo boy pada putranya itu."Udah," sahut bocah sambil mengangguk penuh semangat. "Baca doa dulu yuk," ajak Ambar, keduanya pun membaca doa naik kendaraan seperti yang dipelajari Alif di sekolahnya. Di sepanjang jalan Alif bercerita banyak hal, termasuk pertemuannya dengan Santi yang katanya menyeramkan. "Bunda ndak tahu sih, dia benar-benar menyeram
Rudi masih terlihat putus asa karena belum menemukan keberadaan ibunya. Berkali-kali dia menyusuri koridor rumah sakit karena tak percaya dengan informasi yang diberikan oleh petugas. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya, Rudi kelimpungan mencari Rahayu, karena selama ini dia tak pernah diabaikan oleh wanita yang telah melahirkannya itu. Berkali-kali Rudi ingin menghubungi Ambar, tetapi diurungkan. Egonya sangat tinggi sebagai seorang lelaki, apalagi jika mengingat sikap Ambar yang belakangan ini menurutnya sudah kurang ajar menjadi seorang istri. Bahkan sampai detik itu, Rudi belum menyadari kesalahannya. Masih saja menganggap Ambar lah yang harus disalahkan.Untuk kesekian kalinya Rudi bertanya pada petugas resepsionis. Lelaki bermata elang itu bahkan terkesan mengancam pihak rumah sakit jika sampai ketahuan menyembunyikan keberadaan ibunya. Tak ayal ulahnya itu menimbulkan keributan, sampai-sampai harus ditangani petugas keamanan. Rudi melangkah dengan gontai menuju mobilny