"Jadi, kamu anggap aku apa? Kenapa kamu sering melakukan apa-apa tanpa aku mengetahuinya?"
Menangis? ya aku sedang menangis. Emosiku memuncak, aku tahu Gerald suka melakukan sesuatu dengan tiba-tiba. Tapi, tidak dengan perubahan rencana masa depannya. Kenapa ia tak mau mendiskusikan semuanya denganku terlebih dahulu? Sebenarnya aku ingin dianggap apa? Kenapa ia harus memilih warga negara Jerman, jika ia sudah menikah dan akan punya anak. Kenapa harus egois? Jika dia memikirkanku, ia pasti tidak akan memilih warga negara Jerman. Argh... manusia laknat ini, selalu membuat kepalaku pusing.
Hatiku merasa sakit, dan bahkan merasa seperti dikhianati. Gerald sialan. Aku makin terisak, tak mengerti lagi dengan jalan pikirannya.
"Aku memang nggak pernah berguna jadi istri. Jadi, memang kamu nggak perlu kasih tah
Aku masih uring-uringan. Dan Gerald dengan laknatnya malah keluar kamar dan bergabung dengan keluarganya, untuk membuka kado. Suami yang luar biasa. Suami langka, dengan sifat yang langka pula.Otomatis, jika Gerald ingin pulang ke Indonesia, dia harus mengurus pasport dan urusan dokumen ribet lainnya. Atau jangan-jangan dia berencana tak pernah pulang lagi? Bagaimana dengan aku? Aku Indonesia. Warga Indonesia. Walau Gerald mempunyai kewarganegaraan ganda, dia tetap harus punya dua pasport. Tapi apa pilihan Gerald sudah tepat? Begini ribetnya, mempunyai suami bule, dan suami yang mikir tekaknya sendiri.Argh.... Aku menggigit bantal dengan gemas. Maunya menggigit suami. Biar berdarah. Sesekali aku perlu menggigit Gerald, agar memberinya pelajaran. Dia memang super menyebalkan. Entah
Aku melihat, biola berbalik, dan kentara rasa kecewa di matanya. Apa salah, jika aku mencium suami sendiri? Apa aku tak boleh bermanja-manja dengan suamiku? Memikirkan ini, kurasa Biola ingin mendapat ciuman manja dariku. Aku meloncat dari pangkuan Gerald. Kembali ke ruang tengah, para keluarga bule berkumpul."Biola mana?" tanyaku, ketika keluarga Gerald tertawa, dan memegang masing-masing anggur ri tangan mereka."Biola? Oma nggak punya biola." tanya oma heran. Keceplosan. Aku menutup mulutku dan menggeleng. Bisa-bisanya keceplosan sebut nama orangm nanti dikira, aku manusia tak sopan. Walau begitu kenyataan. Aku ingin menjaga image terbaik di hadapan mertua, mereka begiti baik padaku, peduli padaku."Kalau Winola mana?" Baru pertama kali, aku menyebut nama wanita gila ini. Beruntung aku masih mengingat namanya. Karena ku mengingat lagi ke belakang. Biola-Viola-Winola. Yeah, all correct. C
Aku tidak pasti bangun jam berapa, tapi perutku meraung minta makan.Aku berusaha bangun, dan merasa-rasa apakah perutku masih terasa sakit. Syukurnya tidak.Untung saja, aku bukan orang yang pendendam. Jika tidak, sudah kupastikan akan menjambak rambut biola saiko sampai botak. Apalagi terjadi apa-apa terhadap anakku. Aku akan menjadi seperti induk ayam yang galak, ketika menjaga anak-anaknya. Aku akan menyerunduknya menggunakan apapun yang aku bisa.Aku menurunkan kakiku dari ranjang dan berusaha berdiri, bokongku luar biasa sakit. Bokongku tidak bengkak bukan? Aku belum pernah mendengar kasus bokong bengkak. Rasanya bokongku luar biasa sakit. Jangan-jangan aku tidak bisa jalan?Aku berdiri dan menutup mataku, menimbang harus jalan atau kembali berbaring. Perutku makin berbunyi.
Tahun baru.. malamnya.Begitu antusiasme orang Jerman mau menyambut tahun baru. Meski, di Indonesia juga sama. Tapi, tidak seheboh dan semeriah di sini.Terlalu banyak tradisi warga Jerman menyambut tahun baru. Tapi, aku malas untuk mengikuti tradisinya. Aku hanya ingin, melihat kembang api, setelah itu membuat daftar yang akan kujalani di tahun berikutnya. Karena, tahun berikutnya, aku akan mengemban, tanggung jawab yang sangat besar menjadi seorang ibu. Semoga, aku bisa menjadi ibu yang bertanggung jawab terhadap anakku dan tidak lupa melimpahkan kasih sayang terhadap anakku. Aku akan memastikan anakku tidak kekurangan satu apapun, apalagi menyangkut kasih sayang.Sakit di bokongku, masih sedikit kurasakan. Walau pada saat digarap sakit itu hilang sekejap, setelah selesai sakit itu kembali.
Memasuki bulan ke 7 kehamilan. Dua bulan lagi, dan aku benar-benar akan menjadi seorang ibu. Perutku makin membesar. Karena badanku mungil, tubuhku tidak terlalu seperti domba bulat. Walau perutku membesar dan membulat. Aku juga bisa melihat, ada urat-urat kecil menjalar di sepanjang perutku. Setelah melahirkan, perutku akan mengkerut dan bervarises. Semoga, Gerald tidak ilfeel lagi dengan tubuhku. Lagian, ini sudah menjadi kodrat setiap wanita yang melahirkan. Aku berencana melahirkan normal. Berharap saja lancar. Aku sudah menantikan detik-detik melahirkan. Hari ini jadwal pemeriksaan, sekalian mengetahui posisi bayi. Semoga, sudah pada posisi yang semestinya. Aku takut, banyak drama seperti pengelaman ibu-ibu yang lain. Apalagi ini pengelaman pertamaku, yang bisa membuat aku tak bisa berbuat banyak kecuali pasrah dengan keadaan.
"Ok, Rara yang mutusin duluan. Ayo kita pisah!"Detik selanjutnya, aku menyadari kebodohanku."Aku nggak mau pisah!" Aku dan Gerald,bicara bersama. Menit berikutnya, kami sama-sama menyadari dan ngakak bersama. Bisa dibilang, kami pasangan sinting. Aku memang menyadari, jika aku dan Gerald adalah pasangan tak beres, seperti yang sering Aldo sebutkan. Awalnya kukira, Aldo iri, tapi melihat kelakuan absurd kami, ternyata Aldo benar. Hm... aku merindukan cecungut satu itu.Tup!Gerald menepuk mulutku."Nih mulut, memang luar biasa. ucapan itu doa, mau nangis kejer? Mau jadi janda? Mau anak kita tak punya ayah?" tanya Gerald, bertubi-tubi. Aku hanya mengerucutkan bibirku. "Rara bercanda doang ngomongnya. Kita itu pasangan abadi, takkan berpisah selamanya.""Romeo dan Juliet?""Mau bangat, jadi pasangan itu? Hidup mereka
Aku menangis setelah kepergian Gerald. Menyesal pasti ada, tapi yang lebih membuatku merana adalah, aku tidak punya uang untuk kembali.Mau jalan kaki, aku tidak tahu persis ini dimana dan membutuhkan waktu berapa lama agar sampai di apartemen. Aku sudah tidak mempunyai handphone semenjak insiden ponselku dihempaskan Gerald di mobil. Selama mengenal Gerald, sudah tiga handphone-ku tewas. Aku menyeka air mataku, dan memutar otak bagaimana caranya, agar sampai di apartemen.Aku tak mungkin jalan kaki. Bagaimana, kalau aku melahirkan disini? Karena, jika ibu hamil sering berjalan, maka proses kelahirannya lebih cepat.Gerald sialan! Ok, aku yang salah. Apa aku naik taksi baru bayar di rumah? Aku tidak tahu persis budaya disini bagaimana caranya. Sambil berjalan, aku merapatkan jaketku. Gerald tega, seharusnya dia
"Maafkan aku." kalimat itu meluncur begitu saja, dari mulut Gerald. Dia menatapku serius, dengan tatapan penuh penyesalan. Mungkin dia menyesal meninggalkanku sendirian, dan sekarang ia sadar."Kamu nggak perlu minta maaf, yang salah disini aku. Maaf, aku terlalu kasar. Mulut aku memang harus diberi bon cabe atau dijahit biar gak bicara kasar dan menyakiti Gerald.""Aku tahu, aku juga terkadang menyebalkan." aku Gerald."Tuh kamu nyadar." niatnya untuk bercanda. Karena terkadang Gerald serius rasanya sangat aneh."Kamu sayang sama aku 'kan?" tanya Gerald serius. Tanda tanya besar, merasuk dalam pikiranku. Aku mengangkat alisku. "kau nggak kerasukan 'kan?""Jangan merusak suasana." jawab Gerald dengan jengkel. Aku menarik napas panjang.