"Kalau begitu, silahkan bermain dengan para laki-laki yang menginginkan tubuhmu,"Tubuh gadis itu bergetar hebat tatkala mendapati banyak laki-laki yang masuk. Dia menelan ludah kesulitan sebelum akhirnya bersuara lantang. "Baik. Akan aku hubungi pengacara itu," kata Chika.Chika kembali mendapatkan ponsel yang tadi sempat diambil, namun bukannya menghubungi pengacaranya, gadis itu menghubungi Dimas. Beruntung, dia selalu menghafal nomor temannya itu, hal-hal seperti ini bisa terjadi kapan saja. Dan hanya Dimas yang pasti bisa menemukannya lebih cepat dari apapun.Sejujurnya, menghubungi temannya itu juga sedikit membuatnya khawatir. Tak menjamin jika Dimas akan selalu membawa ponselnya. Namun, memang keberuntungan sedang berpihak padanya, dimana Dimas segera menjawab panggilan tak dikenal ini."Malem, om. Bisa bawain bukti kejahatan pengusaha kedelai itu ke Hotel Purnama? Aku tunggu secepatnya," ucap Chika.Bahkan, dia sengaja tak memberi kesempatan untuk Dimas berbicara sebelum menu
Ini menjadi tugas Dirga dan Dimas tatkala menatap Chika yang berbeda dari biasanya. Iya, memang tahu jika gadis itu pasti belum bisa melepaskan ketakutan dan keterkejutannya sejak kejadian yang menimpanya. Dimas sedih, namun Dirga jauh lebih sedih karena tak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kesedihan yang menjadi trauma kekasihnya.Seluruh jari yang ada di atas pangkuan tampak memerah setelah Chika merematnya begitu kuat. Walau tanpa suara, air matanya mengalir deras membayangkan kejadian yang terbayang tadi. Begitu kuat dan lekat menempel pada ingatan."Udah jam sebelas malem, nyokap lo nungguin tuh," kata Dimas."Gue nggak mau pulang. Harus ngomong apa ke nyokap?"Memang, Dirga dan Dimas juga tak tahu jika harus disuguhkan pertanyaan tersebut. Bahkan, bisa jadi keduanya yang akan disalahkan—hanya dua laki-laki itu yang tahu kejadian sebenarnya. Terlebih, Dirga yang pasti menjadi incaran pertama ibunda Chika demi menuntut penjelasan. Bisa jadi santapan ikan piranha jika D
Seluruh pasang mata saling bertukar pandang dengan tatapan penuh kejutan, namun hanya Chika dan Dirga yang bertatapan tanpa ekspresi. Itu adalah kalimat yang mengejutkan yang diminta oleh Chika selama hidupnya. Bahkan, Dimas yang mengenalnya cukup lama juga turut dibuat terkejut dengan permintaan tersebut."Chika, kamu—""Aku serius. Aku mau tidur sama Dirga," kata gadis itu lagi.Mungkin beberapa menganggap kalimat tersebut cukup ambigu, namun ada juga yang mengartikan dengan makna lain demi menetralkan situasi yang membingungkan."Laki-laki sama perempuan tidur harus dipisah," kata ibunda Dirga.Pada dasarnya, semua orang di sana tahu jika Dirga dan Chika tengah menjalin hubungan. Hanya saja, ini kelewat mengejutkan untuk mendengar permintaan yang bahkan belum pantas untuk dilakukan diusia mereka. Dan ibunda Dirga tak meletakkan harapan apapun pada putranya yang kini tengah menatap kearahnya."Ayah bisa marah kalau tau," ucap sang ibu."Tapi, ayah lagi keluar kota, bunda," balas Dir
Keadaan jauh membaik, kejadian menyakitkan semakin terlupakan. Senyuman yang semula hilang, kini kembali bersemi. Dirga yang berhasil meyakinkan Chika mengubah kekasihnya kembali seperti semula. Keceriaan gadis itu telah mengisi hari-harinya lagi.Dirga yang memandang dari kejauhan itu hanya bisa tersenyum melihat sang ibu bersama kekasihnya. Tak perlu penjelasan lagi jika apa yang Dirga lihat itu seperti pendekatan antara kekasihnya dengan calon ibu mertuanya. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya mengenyahkan pikiran yang agak berlebihan itu. Lantas dia berjalan keluar guna melihat keduanya lebih dekat.Dua wanita di pelataran rumah itu tengah bertanam, memindahkan tanaman rusak dan menggantikannya dengan yang baru. Ini adalah pengalaman pertama untuk gadis itu. Namun, secara tiba-tiba, seorang pengendara yang lewat melempar kantung sampah dan tak tepat pada sasarannya, yang mana membuat sampah tersebut pecah dan berantakan. Tak hanya itu, kedua wanita di sana ikut terciprat."Woi!!
Secara kompak, Dimas dan Chika bersama dan serius memasang mata dan rungu untuk menangkap ide yang dikatakan oleh Dirga. Kekasih Chika itu tampak serius menjelaskan seluruh ide yang ada di kepalanya. Ya, beberapa detik lalu, Dirga sempat tak menyangka jika dia akan menggunakan kepalanya untuk membantu dua senior pelaku kriminal ini."Kita cukup tau, kalau mereka nutupin hasil forensik," tutur Dirga."Tapi gimana kalau pihak keluarga nggak mau diajak kerjasama? Kasusnya udah lewat juga," tanya Chika.Dirga menatap sang kekasih beberapa detik tanpa bersuara, dia membuang nafas cukup panjang sebelum menjawab pertanyaan itu. "Belum terlalu lama kasusnya sampai hari ini. Walau udah dikasih uang tutup mulut, mereka pasti masih belum terima kehilangan anggota keluarga," jelasnya."Mungkin bener apa yang Dirga bilang, kita bisa coba cara itu dulu," Dimas menambahkan."Gimana kalau gagal lagi?"Itu adalah pertanyaan yang cukup aneh ketika ditanyakan oleh Chika. Dimana gadis itu adalah otak uta
"Gimana? Mereka mau diajak?"Itu adalah pertanyaan yang lolos dari mulut Dimas ketika mendapati Dirga yang masuk ke dalam mobilnya. Kedua laki-laki itu baru saja mendatangi rumah keluarga korban yang hendak mereka ajak untuk bekerja sama mengalahkan lawan terakhir mereka. Hah.. tentu saja dia harus dikalahkan dengan cara ini untuk membuat pribadi itu menyesali atas perbuatannya pada ayah Chika.Dirga masuk dengan air muka yang tampak membingungkan untuk diartikan. Bahkan, Dirga juga menghindari tatapan Dimas yang menantikan jawabannya itu."Mereka masih mau mikir-mikir dulu," ucapnya bersaman menutup pintu mobil. "Mungkin mereka belum seutuhnya yakin sama semua penjelasan dan bukti yang kita dapet," imbuh Dirga.Terdengar suara desisan dari mulut Dimas, memang tak mudah meyakinkan seseorang yang sebelumnya tak pernah ditemui. Dimas sampai menggigit bibir bawahnya lantaran ikut dibuat khawatir akan rencana ini. Mereka bertiga hanya mengandalkan rencana terakhir ini, dan tak ada rencana
Bertepatan dengan Chika yang baru saja memarkirkan motornya di pelataran rumah, dua laki-laki dari arah selatan itu bergegas keluar dari mobil guna menghampiri gadis yang menyadari kedatangan mereka. Dengan maniknya yang sama-sama membara seakan tak sabar untuk mengatakannya, Chika sampai mundur beberapa langkah. Kedua laki-laki itu terlihat seperti predator yang kelaparan. Chika merinding melihatnya."Kalian apa-apaan, sih?" tanya Chika."Kita bawa berita," kata Dirga."Sesuatu yang mungkin juga bikin lo kaget," Dimas menambahkan.Iya, dari raut wajah mereka berdua memang tampaknya begitu, namun bukan berarti datang dengan saling mendorong layaknya anak kecil yang ingin mendapatkan mainannya lebih dulu. Gadis itu sampai mendengus sebelum membawa langkahnya menuju teras rumah lebih dulu, diikuti dengan kedua laki-laki tersebut. Ketiganya duduk di sana, membentuk lingkaran kecil sebelum Dirga yang membuka obrolan."Gue belum dapet persetujuan dari pihak keluarga korban, karena mereka b
Tak ada lampu penerangan di dalam kamar Chika, hanya pantulan sedikit cahaya dari luar kamar yang membuat pengelihatan keduanya sama-sama terbatas. Padahal, benar-benar sudah lewat dari tengah malam, tapi keduanya masih belum ada niatan untuk memejamkan kedua mata. Yang ada, mereka saling melempar tatapan dengan senyuman manis."Beneran belum mau tidur?" tanya Chika."Belum ngantuk. Kenapa nggak lo aja tidur duluan. Lo harus sekolah," balas Dirga."Bahkan, gue rela nahan pusing,"Dirga tak bisa menyembunyikan senyumannya, lantaran kalimat itu cukup membuatnya tersipu dengan makna dibaliknya. Dia sampai menggigit bibir bawahnya, merasa gemas dengan tingkah dan perilaku Chika. Salah satu tangannya terarah pada pucuk kepala gadis tersebut, memberikan usapan lembut penuh afeksi. Di atas ranjang keduanya saling melempar kasih sayang satu sama lain.Ditengah-tengah kegiatan sederhana itu, Chika meraih tangan Dirga memainkannya dengan kedua tangannya—lantaran tangan Dirga yang besar dan bera