Hari ini adalah hari minggu. Hari di mana semua pekerja beristirahat. Lily ke luar rumah, menikmati suasana pagi yang begitu sunyi dan damai.Langit mulai memerah seiring terbitnya sang mentari. Angin-angin terus berembus sejuk. Suasana pagi di halaman rumah Kendrick begitu indah, Lily masih bisa memanjakan penglihatannya memandang rerumputan dan tanaman-tanaman hijau di sekitar. Sedikit mengingatkannya saat berada di halaman rumahnya dahulu.Di sana ada Kendrick yang tengah duduk santai dengan segelas kopi. Melamun dengan menikmati keindahan sang mentari masih memerah. Menurutnya tidak ada waktu yang lebih baik dari hari minggu di pagi buta.Lily datang menghampiri dan duduk di kursi samping Kendrick.“Tuan. Apa yang kira-kira kau lakukan hari ini?”“Tidak ada.” Kendrick kemudian menyeruput kopinya. Biasanya saat hari minggu, kegiatan Kendrick hanya tidur atau bermain video game. Tak tahu kenapa dia selalu malas berlibur ke suatu tempat atau hanya untuk keluar rumah.“Memangnya
“Maaf, Lizy. Aku tidak menyuruh ibumu untuk menemuiku. Dia sendiri yang tiba-tiba datang.”Tatapan Lizy semakin menajam sinis. “Aku tidak peduli akan itu.”“Di sini aku hanya mengingatkanmu, jika kau mengulangi kesalahan yang sama lagi, maka kau akan lihat sendiri nanti akibatnya!” Gadis tak beradap itu enyah dari hadapannya. Lily melihatnya dari bawah hingga ke atas, seringai licik menghiasi bibirnya.Liza masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Gadis yang tadi itu adalah salah satu pewaris kekayaan keluarga Hartberg. Permasalahan apa yang Lily hingga dia begitu marah?“Kau punya masalah apa dengan anak konglomerat itu?” tanya Liza begitu penasaran. Senyum Lily mengembang. “Masalah kecil. Lagi pula itu juga kesalah pahaman. Nanti dia akan menyadarinya sendiri, kok.”Hal yang mereka tidak ketahui. Di balik itu semua adalah pria dengan hoodie hitam, kacamata bening dan masker yang telah merekam semua kejadian itu. Dia adalah Danielle Perterson, pesuruh sekaligus mata-m
Pintu mobil terbuka. Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih yang memperlihatkan tubuh indahnya keluar. Sorot pandangnya tertuju pada rumah wanita yang kerap di sapa Nyonya Alexandria. Dia bukanlah sembarang wanita, dia adalah memilik perusahaan brand pakaian terbesar di seluruh negeri.Mulai melangkahkan kaki. Hari ini Kendrick berniat mempermalukan Lizy di hadapan keluarganya langsung, gadis yang pernah menolak cintanya dan menghinanya saat masih kuliah. Mungkin berbalas dendam pada gadis seperti itu adalah tindakan pengecut yang tidak maskulin. Namun, demi memulangkan tawanan kesayangannya itu, Kendrick terpaksa melakukannya dan tak memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti.Kendrick tak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Dia sudah terlanjur mencintai Lily. Terlanjur sayang dan tak ingin kehilangan gadis itu.Dia mungkin bisa saja menikahi Lily setelah gadis itu resmi menjadi anggota keluarga Hartberg. Tapi dia tak bisa, itu semua karena dia telah membuat janji dengan s
“Iya. Aku sebenarnya sedih melihat Lily yang dirundung seperti itu. Sebenarnya Lizy sudah memperingatkan Lily untuk tidak curiga jika keluarga Hartberg itu keluarganya.” “Gadis itu seperti tidak ingin jika Lily itu benar-benar adik kandungnya. Dia bahkan sampai meneriaki Lily agar tidak mendekati keluarganya lagi di depan umum.” Darah Nyonya Alexandria sebenarnya memuncak sampai ubun-ubun sampai wajahnya sedikit memerah. Tangannya mengepal begitu erat. Dia menghela nafas, berusaha mengeluarkan udara panas dalam tubuh. “Maafkan dia, Kendrick. Kau pasti juga marah karena Lizy sangat jahat dengan Lily.” “Sifat Lizy memang begitu. Aku tidak tahu mengapa, aku bahkan tidak bisa mengubah sifatnya meskipun aku sendiri sering memarahi anak itu.” “Tapi mungkin setelah lama serumah dengan Lily, mungkin sifatnya akan berubah. Lily sepertinya gadis yang baik dan perhatian. Mungkin dia bisa mengubah sifat anak pertamaku itu.” Alexandria mengembangkan senyumnya, tapi dia tidak bisa
Kendrick merebahkan tubuh di sofa. Pandangan matanya kosong tertuju pada langit-langit atap. Dadanya terasa seperti panas, terkadang dia menghirup nafas dengan berat dan menghembuskannya seakan menghembuskan kesedihannya.Hari ini Lily dan Liza masih belum datang, padahal sudah jam dua siang. Entah ke mana kedua gadis itu sampai selama ini. Tapi Kendrick tak merasa khawatir karena ada Danielle yang menjaganya.Walau begitu Kendrick tetap tak bisa tenang. Di pikirannya hanya ada wajah Lily. Kendrick masih ingat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu, Lily begitu ketakutan melihat dirinya kala itu. Bagi Kendrick gadis itu berbeda dengan gadis lainnya, yang selalu menginginkan uang, barang branded dan hidup yang mewah, sedangkan Lily yang terpenting hanya makan.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Kendrick masih merasa dia baru kemarin membawa Lily ke rumah ini. Sekarang Lily telah menemukan keluarganya. Sebentar lagi, Kendrick tak akan mendengarkan suaranya lagi di rumah ini.
Langkah demi langkah telah ditempuh hingga hampir berada di tengah-tengah hutan. Embun-embun pagi menutupi pepohonan, udara terasa sangat dingin sehingga membuat gadis berambut merah jahe itu mengigil. Gadis cantik itu bernama Lily Harperwood. “Ibu. Ini dingin sekali.” “Bertahanlah sebentar. Kita akan mati jika berhenti di sini,” balas Rosby Harperwood, Ibu tiri gadis itu. Sekarang wanita itu berwajah sangat muram. Lily menghela nafas berat, dia merasakan semakin lama kakinya semakin sakit karena terus dipaksakan melangkah. Gadis itu bahkan tak menemukan apa pun yang ibu tirinya takuti. Dia tak bisa memahami wanita tua itu. Dia pun mulai memikirkan sesuatu yang mungkin akan menambah pendapatannya. “Bu, apakah kau masih menyimpan uangku?” “Masih. Memangnya kenapa?” tanya Rosby dengan membentak. Gadis itu terlalu banyak bertanya sepanjang perjalanan. “Aku akan ambil uangku lima juta untuk menanam cabai di kebun. Aku dengar-dengar banyak yang mengatakan jika beberapa bulan lagi har
“Tuan! Tolong jangan lakukan itu. Aku tidak punya salah apa pun,” mohon gadis itu tanpa menolehnya. Tuan Kendrick tersenyum tipis. “Akan melakukan apa, hm?” “Tangannya,” ucap gadis itu dengan air mata yang menetes. Kali ini dia menatapnya. Sudut bibir Kendrick terangkat tipis. “Oh, maaf,” ucapnya melepaskan pundak gadis itu. Kendrick menghela nafas. Tiba-tiba dia teringat dengan masa-masa indah bersama wanita yang paling dicintainya, Marry Jasmine Bahesmana. Dia adalah ibu pria itu sekaligus dunianya. “Siapa namamu?” “Li-Lily,” jawab gadis itu malu-malu. Kendrick menatap padanya. Sehingga kedua mata saling bertemu. “Nama yang cantik,” puji Kendrick dengan lembut. Dia mengalihkan pandangannya lagi ke depan. Senyumnya mengembang. Lagi-lagi, dia mengingat momentum indah itu. “Lily. Bagaimana perasaanmu ketika ibumu dibunuh secara sadis di depan matamu?” Air mata gadis itu mulai menetes. Dia gemetar saat mengingat kejadian sadis itu. Dengusannya mulai terdengar, tangisan sekara
Perlahan mata Lily terbuka. Entah mengapa tatapannya buram, gadis itu menggosok matanya. Dia kemudian membukanya perlahan.Gadis itu menatap ke seluruh penjuru kamar, dia sangat bingung. Lily tak mengingat apa pun yang terjadi. Dia tak mengerti mengapa dia bisa berada di kamar ini.Kamar yang mewah nan megah. Lily tak pernah melihat kamar sebesar ini kecuali di televisi. Desain kamar itu sangat modern dengan bernuansa alam, putih dan coklat kayu.Lily menyentuh kepalanya. Rasanya kepala seperti berdenyut-denyut. Sekujur tubuhnya juga terasa sakit semua.“Apa yang telah terjadi?”Derap kaki seseorang mulai terdengar. Lily kembali ketakutan, dengan cepat dia menutup tubuhnya dengan selimut. Semakin lama suara itu semakin mendekat.Sorot matanya terus menatap ke arah pintu. Sekarang tubuh gadis itu bergetar. Namun, dia juga seperti tak bisa menggerakkan tubuhnya.Benar saja, yang datang adalah Tuan Kendrick. Dia memegang jas hitamnya di lengan kiri. Dasinya tampak berantakan, deng