Sepanjang perjalanan pulang, Edgar masih terngiang-ngiang perkataan Franklin. "Mana mungkin aku jatuh cinta dengan Lolita?" tanya Edgar pada dirinya sendiri sambil terus memutar setir saat melewati belokan di depannya.Edgar bergeleng pelan. "Itu tidak mungkin."Mobil Edgar berhenti saat sudah berada di parkiran apartemen. Edgar membawa dirinya ke unit apartemen miliknya dan tak mendapati Lolita di ruang tamu. Padahal biasanya gadis itu duduk menunggunya di sana.Entahlah. Edgar tak mau terlalu memikirkannya. Dia menggiring langkahnya menuju kamarnya. Namun, aroma lezat makanan yang tercium dari arah dapur menghentikan gerakan kakinya.Edgar bergerak menuju dapur, dia penasaran dari mana asal aroma lezat ini. Alisnya tertaut saat mendapati Lolita sibuk di dapur. Celemek terpasang di tubuh mungilnya, dan kedua tangannya lincah memotong sayuran, kemudian memeriksa daging yang tengah dipanggang di teflon. Gadis itu terlalu sibuk sampai tak menyadari keberadaan Edgar yang berdiri di bela
Edgar meninggalkan uang lima puluh dolar seperti biasanya untuk Lolita, tapi sekarang dia tambahkan lima puluh dolar lagi.Semalam Roy menghubunginya dan bertanya tentang Lolita. Suara Roy terdengar begitu khawatir, dan berubah lega setelah Edgar menjelaskan jika keadaan Lolita baik-baik saja. Roy berencana pulang bulan depan, tapi karena ada acara penting di rumah ibunya, Roy menunda kepulangannya. Dua bulan lagi Roy baru bisa pulang. Itu berarti waktu yang Lolita habiskan untuk menginap di apartemen Edgar juga semakin lama.Edgar mendengus pelan. Dia berbalik setelah meletakkan uang di atas meja makan, dan seketika terkejut melihat Lolita sudah berdiri di belakangnya."Sejak kapan kau ada di sana?" tanya Edgar menunjuk ke arah Lolita berdiri.Lolita tak menjawab pertanyaan Edgar. Dia berjalan menghampiri Edgar, dan mengecup pipi kanannya dengan berjinjit."Semangat kerjanya, Om," ucap Lolita tersenyum manis setelah mencium Edgar.Edgar sempat terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya
Nola enggan untuk pulang. Dia masih menunggu di luar ruangan Edgar sampai pria itu keluar dari sana. Beberapa karyawan yang lewat di depannya berbisik-bisik begitu melihat Nola. Beberapa dari mereka tampak kagum dan tak henti-hentinya memandangi Nola.Banyak orang yang mengenal Nola. Dia model menjadi brand ambasador produk fashion terkenal. Sebelumnya para investor perusahaan Beauty Corp memberikan saran agar Edgar memakai Nola untuk menjadi modelnya, karena di saat itu nama Nola sedang melambung-melambungnya. Tapi, Edgar menolak. Apapun yang terjadi Edgar tidak akan pernah memakai Nola sebagai modelnya, karena Edgar tak ingin lagi berhubungan dengan Nola. Dia berharap tak akan pernah bertemu lagi dengan Nola seumur hidupnya."Dia masih menunggu?" tanya Edgar kepada Franklin yang berdiri menunggu di dekat pintu ruangan yang masih dibiarkan terkunci.Franklin mengangguk. "Iya, Tuan. Dia masih berdiri di luar."Edgar mendengus. "Sifat keras kepalanya tidak berubah sama sekali," desis
Lolita baru saja keluar dari kamarnya, tapi tak mendapati keberadaan Edgar di ruang tamu. Padahal dia tadi bangun lebih awal agar dia bisa memberikan ciuman penyemangat lagi untuk Edgar sebelum pria itu berangkat kerja.Saat beralih ke dapur, Lolita juga tak menemukan uang yang biasanya Edgar tinggalkan untuknya di sana.Dengan rasa penasaran yang tinggi bercampur rasa khawatir, Lolita mencoba berderap ke kamar Edgar."Om …." Lolita mengetuk pintu kamar Edgar yang masih tertutup rapat.Tidak ada jawaban sama sekali. Lolita mencoba kembali mengetuknya dan memanggil nama Edgar."Om Edgar …."Tidak ada sahutan dari dalam sana.Lolita mencoba memutar knop pintu. Ternyata pintu tidak terkunci. Dengan gerakan pelan Lolita memasukkan kepalanya lebih dulu untuk memeriksa keadaan. Lalu, dia segera masuk saat melihat Edgar masih terbaring di atas kasur, tapi pria itu menggigil dengan mata masih tertutup.Lolita mematikan pendingin ruangan di kamar Edgar, lalu mendudukkan dirinya di tepi tempat
Lolita kembali ke kamarnya sendiri saat Edgar sudah tertidur pulas. Itu cukup melegakan. Setelah pria itu memutuskan untuk tidak bekerja hari ini, dan memilih untuk beristirahat di apartemen. Lolita jadi ingin sering memeriksa keadaan pria itu.Lolita menahan diri dari keinginannya menengok Edgar lagi. Dia menjatuhkan dirinya di atas kasur setelah meraih ponselnya yang tergeletak di meja.Pesan ayahnya memenuhi layar ponselnya. Dia mengulas senyum saat membaca satu per satu pesan dari ayahnya itu.Roy menanyakan kabar tentang Lolita. Pria itu juga mengatakan jika dia belum bisa pulang dalam bulan ini. Setidaknya dua bulan lagi baru dia bisa pulang.Lolita justru merasa senang karena itu berarti dia bisa berlama-lama tinggal di apartemen Edgar. Namun, dia membalas pesan ayahnya itu dengan tulisan bernada sedih.Baru saja balasannya terkirim, Roy langsung menelepon Lolita."Ya, Dad?" tukas Lolita setelah menerima panggilan dari ayahnya."Maafkan Daddy, Lolita. Daddy tidak bisa menepati
Lolita tertidur di ranjang Edgar karena kelelahan. Dia dan Edgar tadi bercinta sampai lima ronde tanpa henti. Tubuh Lolita terasa sakit semua, dan bagian intimnya juga masih terasa perih.Edgar yang tidur menyamping, terus menatapi Lolita yang terlelap. Wajah tertidur Lolita yang tampak damai membuatnya betah lama-lama menatapnya.Sebelah tangan Edgar menarik selimut untuk menutupi dada telanjang Lolita. Lalu, dia mengusap lembut rambut hitam panjang gadis itu, menyingkirkannya dari wajah Lolita."Thanks, Lolita. Kau bisa membuatku sebahagia ini. Dan …. maafkan aku. Aku telah gagal menjagamu," tandas Edgar tetap mengusap rambut Lolita.Lolita menggeliat dan dia membalikkan posisinya menjadi menghadap persis ke arah Edgar. Matanya terbuka pelan. Sebenarnya dia tidak tidur, hanya pura-pura tidur agar Edgar berhenti menggagahinya. Karena pria itu tidak ada lelahnya menggenjotnya tadi. Lolita takut, jika diteruskan, bisa-bisa tubuhnya benar-benar remuk. Lima ronde saja sudah membuatnya se
Menjelang malam. Edgar mendudukkan dirinya di sofa. Dia menonton televisi, tapi tidak benar-benar menonton karena dia justru sibuk menatapi Lolita yang duduk di sampingnya.Lolita balas menatap Edgar. Sedikit tersipu malu, saat terbayang lagi apa yang mereka lakukan seharian ini. Sangat panas dan menggairahkan. Membayangkan lagi membuat pipinya memanas."Om, sudah tidak sakit lagi kan?" tanya Lolita pada Edgar. Dia sedikit khawatir saat sesi bercinta mereka. Edgar sedang sakit, tapi pria itu tampak tak kelelahan saat menggenjot Lolita. Meski, begitu dia takut jika kondisi tubuh Edgar menjadi lebih buruk.Edgar memberikan senyum kecilnya. "Aku sudah sehat. Sangat sehat."Lolita mendesah lega. "Syukurlah kalau Om sudah sehat.""Berarti Om besok sudah bekerja?" tanya Lolita menatap Edgar tanpa berkedip.Edgar menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Ya. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan di perusahaan. Memangnya kenapa?"Lolita bergeleng. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu
Lolita terus melangkah sambil melihat alamat yang dia tulis di secarik kertas. Dia baru saja turun dari taksi, dan dia kini berjalan menuju pintu gerbang perusahaan Angel Corp milik Jones, untuk bertemu dengan pria itu."Berhenti, Nona!" Dua orang satpam menahan Lolita yang hendak melewati pintu gerbang.Mereka menatap Lolita dengan penuh kritik. "Sepertinya saya baru kali ini melihat Anda. Apa urusan Anda datang ke sini?" tanya salah satu dari mereka dengan tak ramah.Lolita memaksakan senyumnya. Dia menyesal karena memakai pakaian biasa, harusnya dia memakai pakaian yang lebih bagus yang Edgar belikan untuknya. Setidaknya itu bisa membuat dua satpam ini tidak mengiranya seorang penguntit, atau jika lebih parah lagi, mengiranya gelandangan."Aku ingin bertemu dengan Jones," jawab Lolita tanpa memberikan panggilan 'Tuan' sebelum nama Jones disebutkan. Dan itu melanggar sopan santun yang sudah menjadi budaya di perusahaan ini.Dua satpam itu saling bertukar pandang, lalu menyeret Lolit