Lolita baru saja kembali ke rumahnya untuk meletakkan barang-barang yang Nola belikan untuk dirinya. Dan kini dia pergi ke rumah sakit diantarkan oleh Nola. Dia ingin terus berada di sisi Edgar.Lolita melihat Jones, Franklin, dan Robert sudah ada di depan ruangan di mana Edgar dirawat.Lolita melangkah bersama Nola di sisinya. Jones tampak berucap pada Roy, lalu dia menepuk pundak Roy pelan. "Aku pergi dulu, Roy. Sampaikan pada Lolita apa yang baru saja aku ucapkan padamu."Roy mengangguk mengiyakan. "Iya, Jones."Jones, Franklin, Robert, dan Nola pun pergi. Jones bersama dengan Franklin, berpisah dari Nola dan Robert.Lolita mendudukkan tubuhnya di kursi, di samping ayahnya."Oh ya, Lolita. Daddy ingin bilang sesuatu padamu. Tapi, janji jangan marah ya?" Lolita mengerutkan keningnya. "Memangnya ada apa, Dad? Kenapa menyuruhku berjanji untuk tak marah? Ada hal buruk kah yang terjadi pada Om Edgar?"Roy bergeleng pelan. "Bukan. Ini tentang pelaku yang membuat Edgar keracunan. Daddy
Jones dan Franklin sekali lagi pergi menuju ke kantor polisi, bersama dengan pelayan yang pernah mereka tuduh sebagai pelaku. Sekarang pelayan itu sudah bebas, dan menjadi saksi atas kejahatan yang Sebastian lakukan.Jones mendesah lega. Setelah melewati proses pengadilan yang banyak menguras waktu dan tenaganya. Sebastian akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Meski, begitu, sebenarnya Jones belum merasa puas. Dia akhirnya diam-diam membayar narapidana lain yang akan tinggal satu penjara dengan Sebastian, untuk memukuli pria berengsek itu. Tapi, dengan catatan, jangan sampai pria itu mati. Hanya membuatnya merasa jera saja.Franklin membukakan pintu untuk Jones, seperti yang biasa dia lakukan pada Edgar. Meski, tidak sedang bekerja, Franklin sering melakukannya karena sudah jadi kebiasaannya."Thanks, Franklin." Jones masuk ke mobil, yang kemudian disusul oleh Franklin.Jones dan Franklin akan pergi ke rumah sakit. Sudah satu hari mereka tidak menjenguk Edgar karena terlalu
Nola berjalan cepat menghampiri Lolita yang duduk bersama Roy di depan ruangan. Lolita tampak menutup wajahnya dengan kedua tangan, dan sesekali Roy menepuk pundak Lolita pelan."Ada apa, Lolita?" tanya Nola panik setelah dia berdiri di depan Lolita. Dia lalu melirik ke arah Roy.Roy mendesah pelan. "Edgar tadi menunjukkan pergerakan. Lolita yang melihatnya."Nola lalu beralih pada Lolita. "Benarkah itu, Lolita? Lalu keadaan Edgar sekarang bagaimana?"Lolita menurunkan kedua tangannya dari wajah. Matanya begitu sembab. "Iya. Aku melihatnya bergerak. Ah, tidak. Hanya jemarinya yang bergerak. Aku terlalu senang sampai berteriak memanggil Dokter. Ternyata itu hanya gerakan refleks spontannya saja. Aku sudah terlanjur senang, mengira Om Edgar sudah bangun."Robert mendengus pelan. Hanya karena hal itu, dia dan Nola sampai harus berkendara dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Padahal dia dan Nola harusnya lebih hati-hati mengingat Nola sedang hamil muda.Nola mengusap lembut bahu Lo
Nola bersedekap mendapati Robert duduk santai di sofa rumahnya. Dia tadi diantar oleh Jones pulang karena Robert tak kunjung mengangkat telepon dari Nola."Dari tadi kau ada di sini? Kenapa meninggalkanku, huh? Dan kenapa kau tidak mengangkat telepon dariku sama sekali?" Nola berteriak lantang penuh kegeraman.Robert membalas menatap Nola dengan datar. Tidak seperti sebelumnya yang selalu tersenyum pada Nola, dia kini menunjukkan ekspresi dinginnya yang seakan tak peduli pada wanita di depannya itu."Aku sedang kesal, Nola," tandas Robert membuat Nola mengernyit tak paham."Harusnya yang kesal itu aku, Robert. Bukan kau. Kau tahu aku sedang hamil, tapi kau pergi meninggalkanku begitu saja. Dan kau justru mematikan ponselmu. Kalau terjadi sesuatu padaku, apa kau mau bertanggung jawab, huh?!" Nola benar-benar jengkel dengan sikap kekanakan Robert.Robert mendengus. "Kan masih ada Tuan Jones, Tuan Franklin, dan Tuan Roy yang bisa menjagamu. Aku tidak ada pun, kau akan baik-baik saja."No
Nola tak mengizinkan Robert untuk bertemu dengannya sementara waktu ini. Dia masih merasa kesal dengan apa yang terakhir pria itu lakukan padanya.Nola memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah sakit menemani Lolita.Dua hari berlalu, tapi Edgar tak juga menunjukkan tanda-tanda akan bangun dari komanya. Keadaannya juga tetap sama."Nola," panggil Lolita saat dia kembali dari rumahnya sebentar untuk membuat sandwich. Akhir-akhir ini dia sering dan lebih suka makan sandwich sebagai menu sarapannya. Karena itu mengingatkannya pada Edgar."Ya?" Nola menoleh pada Lolita yang berjalan ke arahnya sambil membawa dua kotak bekal, dan dua botol susu."Ini untukmu. Makanlah. Kau juga harus makan, Nola." Lolita memberikan satu kotak bekal yang dia bawa kepada Nola. Sedang, Roy sudah kembali ke perusahaan ketika selesai mengantarkan Lolita ke rumah sakit. Sehingga hanya ada Nola dan Lolita di depan kamar pasien yang ditempati Edgar.Nola menerima kotak bekal itu, dan sebotol susu dari Lolita. "
Nola tersentak saat Robert membawa tubuhnya menuju ke kamar. Dia lalu membiarkan dirinya berbaring telentang di atas kasur. Sebelum akhirnya Robert ikut bergabung ke kasur, dan langsung menghujamnya lagi."Robert, aku sudah lelah." Robert bergeleng. Dia belum puas. "Satu kali lagi. Aku mohon, Nola.""Baiklah. Satu kali lagi." Nola mengangguk pasrah. Dia memejamkan kedua matanya saat Robert memaju mundurkan miliknya. Dia memang sangat lelah sekarang. Mungkin karena dia hamil, dia jadi tidak sekuat dulu. Tapi, saat Robert menggagahinya, Nola juga merasakan nikmatnya. Dia kembali mendesah menikmati hujaman Robert di bagian intimnya.Robert mengulas senyum senang saat dia dan Nola mencapai klimaks mereka bersamaan. Robert membiarkan cairannya keluar di rahim Nola. Dia lalu ikut tidur di sisi Nola setelah melepaskan miliknya dari milik Nola."Tadi sungguh luar biasa. Terima kasih, Nola. Akhirnya aku bisa merasakan milikku turn on lagi karena kau." Robert mendesah puas.Nola memiringkan tu
Syukurlah. Bayi di dalam kandungan Lolita baik-baik saja. Sudah satu minggu berlalu semenjak tabrakannya dengan pria asing menyebalkan itu, dia tidak mengeluhkan sesuatu pun. Dia juga sudah memeriksa keadaan kandungannya. Dan Dokter menyatakan kalau bayinya sehat, dan baik-baik saja. Tidak ada lagi yang perlu Lolita khawatirkan.Hari ini pernikahan Nola dan Robert diselenggarakan. Tapi, Lolita memilih menunggu Edgar di rumah sakit. Ayahnya, Jones, dan Franklin sedang menghadiri acara pernikahan Nola dan Robert. Mereka akan ke rumah sakit saat acara sudah selesai.Lolita duduk termenung di dekat Edgar. Diam dan tak bersuara. Tidak seperti biasanya, yang selalu mengajak berbicara Edgar, Lolita kini memilih menatap Edgar dalam diam.Lolita mendesah pelan. Sudah dua minggu, sejak Edgar mengalami koma karena racun yang tidak sengaja pria itu minum. Lolita tetap setia menunggu Edgar. Walaupun menunggu itu menjemukan, tapi Lolita akan melakukannya untuk Edgar. Untuk suaminya yang teramat dia
Jones, Franklin, dan Roy telah sampai di rumah sakit hampir bersamaan. Mereka segera menggiring langkah mereka menuju kamar rawat yang dipakai untuk merawat Edgar.Mereka duduk di kursi tunggu, sementara Lolita ada di dalam ruangan bersama Edgar yang masih belum sadar dari komanya."Sudah dua minggu, Edgar belum juga bangun," gumam Jones sedih. Dia menjalin kedua tangannya di atas pangkuannya."Kita tidak tahu kapan dia akan sadar. Kita hanya bisa berharap yang terbaik untuk Edgar," balas Roy turut bersedih.Franklin yang duduk di antara Jones dan Roy hanya bisa mengangguk mengiyakan."Roy, bagaimana keadaan perusahaan Edgar? Masih kondusif kah?" tanya Jones sedikit khawatir. Karena perusahaan telah lama tidak diurus oleh Edgar. Perusahaan Jones saja sudah mulai mendapatkan masalah selama dia memulihkan diri pasca operasi. Dia tidak mau perusahaan sahabatnya itu mengalami hal yang sama.Roy mendesah pelan. "Perusahaan baik-baik saja. Tapi, aku cukup kewalahan mengerjakan tugas Edgar y