"Paman sudah pulang?" tanya Rubby saat Elvano memasuki kamar dengan langkah lelah.Elvano menoleh ke arah Rubby yang berdiri di balkon kamar, mengenakan piyama tipis yang mencerminkan cahaya bulan. Angin malam yang berhembus sepoi-sepoi, membuat piyama itu berkibar lembut. Sejenak, Elvano terpesona akan keanggunan Rubby yang terpancar pada saat itu."Iya, baru saja," jawab Elvano sambil melemparkan jaketnya ke atas tempat tidur. Ia kemudian mendekati Rubby dan berdiri di sampingnya di balkon. Mereka berdua menatap langit berbintang, saling terdiam, meresapi dan menikmati kebersamaan mereka di malam itu."Lalu, bagaimana hasilnya? Apakah Vina baik-baik saja?" tanya Rubby dengan nada yang datar, ia menatap lurus ke depan tanpa ekspresi di wajahnya.Elvano, dengan lembut, mengatur posisi tubuh Rubby agar menghadap kepadanya. "Silvana sudah diamankan. Sedangkan Vina telah dibawa ke rumah sakit. Dia mengalami syok berat akibat penculikan itu," jelas Elvano dengan tenang."Semoga Vina dan b
"Selanjutnya, bagaimana?" tanya Andre kepada Sergio saat mereka berada di ruang tunggu, mereka menemani Vina yang sedang mendapatkan perawatan."Aku tidak menyangka jika ayahnya Vina bisa bekerja sama dengan Silvana. Ah... Aku pikir, dia benar-benar sudah berubah," ujar Sergio.Penculikan yang dialami oleh Vina ternyata ada kaitannya dengan ayah Vina, Regal. Sergio bertanya-tanya, apa yang membuat Regal menculik anaknya sendiri dan diberikan kepada Silvana. Wanita gila yang hendak mengeluarkan janin yang sedang Vina kandung."Mereka memiliki motif apa?" tanya Andre penasaran."Entahlah..." jawab Sergio sambil menghela nafas, "Kalau Silvana, aku tahu motifnya menculik Vina karena dia terobsesi padaku. Di satu sisi, dia ingin melahirkan anak dariku. Namun, Regal, aku tidak tahu. Sepertinya, pria itu kalah lagi dalam berjudi," ujar Sergio menduga-duga."Dugaanku juga memang begitu. Ayah Vina, dia akan melakukan apa saja jika dia kalah dalam berjudi. Aku tidak habis pikir, bisa-bisanya dia
Sergio menggenggam tangan Vina erat, "Tentu saja, Vin. Kita akan kuat dan melalui semua ini bersama. Aku akan selalu ada untukmu dan anak kita, apapun yang terjadi. Aku janji, hidup kita akan lebih baik dari sekarang," ujar Sergio penuh keyakinan.Vina tersenyum, merasa bahwa bersama Sergio, mereka bisa menghadapi hal ini. "Terima kasih, Gio. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpamu saat ini. Aku mencintaimu," ucap Vina, lirih namun tulus."Aku juga mencintaimu, Vin," balas Sergio, menggenggam tangan Vina lebih erat lagi. "Kita akan menjalani kehidupan yang bahagia bersama, aku yakin kita bisa melaluinya."Sergio mengusap perut Vina. Sesekali dia menempelkan telinganya di perut wanita itu. "Wah, dia sudah bisa bermain bola di dalam!" seru Sergio bersemangat.Vina terkekeh melihat apa yang dilakukan oleh Sergio. Tangannya kini mengusap kepala Sergio. "Gio, dia marah karena kamu mengganggunya," ucap Vina di sela tawanya."Sehat-sehat, ya, Nak. Jangan membuat Mommy tidak bisa tidur ka
Setelah menemani Vina, Sergio kini tiba di kantor polisi atas panggilan karena petugas berhasil mendapatkan keterangan dari Silvana dan Regal. Dengan langkah tegap, Sergio melangkah sambil menggenggam sebuah map menuju ke arah ruangan interogasi."Selamat siang, Tuan Sergio," sambut seorang petugas sambil mengulurkan tangan kepada Sergio."Selamat siang," jawab Sergio menyambut uluran tangan petugas tersebut."Tuan, kami sudah menangkap pelaku yang mencoba menjebak nyonya Vina yang tidak lain adalah Ayah Nyonya Vina sendiri. Regal berkomplotan dengan nyonya Silvana. Setelah diselidiki, ternyata nyonya Silvana hanyalah wisatawan. Kami akan mengirim nyonya Silvana ke kedutaan di mana nyonya Silvana berada sebagai pencabut izin tinggal," lanjut petugas tersebut dengan serius."Terima kasih atas informasinya," ucap Sergio dengan ekspresi lega. "Aku ingin bertemu dengan Ayah Vina dan Silvana, apakah itu mungkin?""Silahkan Tuan Sergio, Anda bisa melihat mereka dari balik kaca jendela ruang
Waktu terus bergulir, saat kandungan Vina memasuki usia lima bulan. Wanita itu sedang duduk menonton televisi, sambil tangannya mengelus perutnya yang sudah tampak membesar."Vina!" panggil Sergio, dengan wajah penuh semangat.Vina pun menoleh, bibirnya tersenyum terbentuk senyuman, saat melihat Sergio, pria yang dicintainya itu berlari ke arahnya."Ada apa, Gio? Sepertinya kamu terlihat begitu bahagia," tanya Vina."Ayo berdiri, aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu," ucap Sergio.Vina segera berdiri. Segera, Sergio meraih tangan Vina dengan semangat dengan wajah yang berseri-seri penuh kebahagiaan. "Ayo, ikut denganku," ajak Sergio."Kita mau kemana?" tanya Vina, saat Sergio menarik tangannya."Kau akan tahu."Vina tidak menjawab, hanya tersenyum mengikuti kemana Sergio akan membawanya. Sergio membawa Vina melewati taman yang indah dan penuh dengan berbagai macam bunga yang bermekaran, hingga mereka tiba di sebuah bangunan kecil di ujung taman. Bangunan kecil itu sangat menarik, di
Siang itu, matahari bersinar terik; namun, tidak menyurutkan semangat Sergio dan Vina untuk menyiapkan pernikahan mereka. Di tengah suasana Bridal Wedding Organizer yang penuh warna, Vina mencoba berbagai model baju pengantin. Sementara itu, Sergio mengamati dengan tulus, tersenyum bangga melihat wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya."Tolong coba yang ini, Vina," ucap Sergio sambil mengambil sebuah gaun pengantin berwarna putih tulang dengan aksen bunga hiasan yang menawan.Vina menatap gaun tersebut, tersenyum tipis dan mengangguk. Dalam hati, ia merasa beruntung memiliki seorang pria seperti Sergio yang sangat perhatian dan mendukung.Beberapa menit kemudian, Vina keluar dari ruang ganti dengan mengenakan gaun yang dipilih oleh Sergio. Mata Sergio membelalak kagum melihat kecantikan Vina yang semakin memukau dalam balutan gaun pengantin itu."Kamu terlihat sangat cantik, sayang," puji Sergio sambil tersenyum lebar lalu mengecup singkat bibir Vina."Terima kasih, Gio. Aku suk
Rubby kini berada bersama Ibunya di kediaman Anderson. Setelah mengalihkan kepemilikan, kini Rubby menemani ibunya, Emily, minum teh di taman belakang."Nak, apakah ku sudah putuskan untuk mengadopsi Anak?" tanya Emily membuka percakapan."Iya, Bu. Kemarin aku sudah memeriksakan kandunganku. Lalu dokter menyarankan untuk menggunakan rahim orang lain. Paman Elvano keberatan karena takut timbul masalah di keluarga kita karena orang ketiga, Bu."Emily membuang nafas lega. Ternyata, menantu yang ia anggap arogan tidak seperti yang Emily pikirkan. Pria itu sungguh menyayangi Rubby. Sampai-sampai memikirkan perasaan Rubby.Tangan Emily terulur ke pipi anaknya. Dia menatap haru sambil mengusap pipi Rubby. "Kamu beruntung memiliki Suami seperti Elvano, Rubby. Dia mencintaimu dengan tulus dan merasa khawatir atas keputusanmu. Kita harus mempertimbangkan dengan matang untuk masa depanmu dan anak yang akan diadopsi."Rubby tersenyum tipis, "aku juga merasa beruntung, Bu. Tapi aku merasa kesulita
"Terima kasih, Rubby! Kamu memang sahabat terbaikku," gumam Vina sambil memeluk tubuh Rubby.Rubby mengelus punggung Vina lembut. "Kamu tahu aku akan selalu ada untukmu, Vin. Aku senang kamu menemukan kebahagiaanmu."Vina melepaskan pelukan dan menatap Rubby dengan penuh haru. "Iya, Rubby. Aku bahagia sekarang. Dan aku yakin kamu juga akan menemukan kebahagiaanmu, entah itu melalui adopsi anak atau dengan cara lain."Rubby tersenyum lembut, merasakan kehangatan persahabatan mereka. "Terima kasih, Vin. Semua dukunganmu sungguh membuatku kuat. Aku beruntung memiliki sahabat sepertimu."Mereka berdua masuk ke dalam rumah, dan disambut oleh Sergio yang sudah menantikan kehadiran Rubby."Elvano belum selesai dari rapatnya?" tanya Sergio saat bertemu dengan Rubby."Kamu tahu sendiri, kan? Sejak Elvano menjadi pemimpin grup Patrice, dia selalu sibuk. Tapi, aku beruntung. Walaupun dia sangat sibuk, dia selalu meluangkan waktu untukku," jawab Rubby sambil tersenyum.Sergio mengangguk paham, "Y