Share

Tersesat

"Aw ...!" Elvano meringis saat mendapatkan tendangan dari Rubby saat Istrinya itu sedang tertidur pulas dalam perjalanan menuju ke kampung Vina.

"Yang jadi pemandu jalan sekarang siapa? Kalau Monster kecil ini tidur?" tanya Elvano kepada Mark.

"Apakah Tuan juga tidak tahu?"

"Aku tahu hanya jalur utamanya. Kalau ke perkampungan, sepertinya harus si kebo ini!"

"GPS, Tuan, kita pakai saja. Mungkin bisa berguna."

"Kadang sesat!"

"Tapi lebih baik mencoba daripada tersesat tanpa arah, bukan?" sahut Mark sambil tersenyum simpul.

Elvano terdiam sejenak. Dia kemudian berkata, "Baiklah, kita coba pakai GPS."

Mereka lantas mengemudikan mobil mereka mengikuti petunjuk arah dari GPS. Setelah beberapa waktu, mereka berada di jalur hutan dan tidak ada satupun kenderaan yang lewat di jalan yang mereka lalui.

Tiba-tiba, GPS mulai memberikan instruksi yang semakin tidak masuk akal. "Belok ke kanan, ke kiri, lalu ke kanan lagi," kata GPS dengan suara yang merdu namun menyeramkan. Elvano merasa ada yang ganjil dengan arah yang diberikan, namun meneruskan perjalanan dengan tetap mengikuti instruksi GPS.

Setelah menemukan papan penunjuk jalan yang sudah berlumut, Elvano memilih untuk mengabaikan GPS dan berhenti sejenak. "Kita mesti berhati-hati, Mark. Aku curiga ada sesuatu yang salah. Jangan-jangan kita justru tersesat dan masuk ke hutan larangan."

"Bukankah larangan itu hanya mitos, Tuan?" ujar Mark, mencoba menenangkan Elvano.

"Entah itu Mitos dan tidak, disetiap kita ke tempat baru, sebaiknya kita harus berhati-hati!"

Mereka melanjutkan perjalanan, tak lama kemudian, terdengar suara tangisan dari kejauhan. "Berhenti!" seru Elvano tiba-tiba.

Mark menginjak rem dengan kuat. "Apa yang terjadi?" tanya Mark sambil menoleh ke arah Elvano.

"Apakah kau tidak mendengar suara jeritan?"

"Aku tidak mendengar apa-apa, Tuan," jawab Mark dengan kebingungan.

Elvano pun keluar dari mobil untuk mencari sumber suara tangisan tersebut. Ia mulai bimbang apakah ini benar-benar suara tangisan, atau hanyalah angin yang membawa desir gema dari hutan yang misterius.

Mereka menyusuri jalanan tersebut bersama menuju sumber suara, namun Elvano dan Mark tidak menemukan apa-apa. "Tuan, sepertinya itu adalah jeritan hati seekor nyamuk!" celetuk Mark.

Namun suara itu terdengar lagi. Kali ini, suaranya semakin jauh. Mark dan Elvano melempar pandangan. "Ayo, kita Cari aman, mari kabur. Jangan sampai itu adalah begal!" seru Elvano. Mereka berdua memutar tubuh mereka dan melangkah menggunakan jurus kaki seribu.

"Tuan! Kenapa ceritanya jadi Horor begini?" Seru Mark sambil berlari.

"Sesuai situasi dan kondisi! Keadaan di sini memang mencekam!" jawab Elvano yang juga ikut berlari.

Mereka berdua akhirnya sampai di dalam mobil dengan nafas terengah-engah. Mereka berdua mencoba mengatur nafas mereka yang memburu. Rubby yang merasa terganggu akibat keributan memaska dia untuk bangun.

"Paman kenapa kalian begitu berisik—"

"Wuaaa!" Elvano dan Mark berteriak secara bersamaan, saat melihat rambut Rubby yang menutupi wajahnya. "Bugh!" refleks karena kaget, Elvano melayangkan tinjunya pada wajah Rubby.

"Aduh, Paman! Apa kau gila? Hilang sudah hidungku!" Rubby meringis.

"Aduh, Cinta! Tolong maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja. Soalnya aku dan Mark mengalami kejadian aneh," ucap Elvano dengan rasa bersalah.

"Paman yang aneh, masa hidungku ditonjok? Ini berdarah! Tanggung jawab kalau hidungku bengkok!" kesal Rubby dengan suara yang terdengar ingin menangis.

Elvano segera mencari tisu untuk menekan hidung Rubby yang berdarah. "Cinta, maafkan aku. Aku tidak sengaja. Aku kira kau hantu," ucap Elvano dengan nada memelas.

"Paman kira aku hantu? Paman pikir aku mau jadi hantu?" balas Rubby dengan nada kesal.

"Maaf, Cinta. Aku hanya terkejut. Kau tahu kan, kita baru saja mendengar suara tangisan di hutan. Mungkin ada sesuatu yang mengikuti kita," jelas Elvano.

"Suara tangisan? Apa Paman bercanda? Apa Paman mau membuatku takut?" tanya Rubby dengan skeptis.

"Tentu Tidak, Sayang. Aku serius. Tanya saja Mark. Dia juga mendengarnya," ujar Elvano sambil menoleh ke Mark.

Mark mengangguk-angguk dengan cepat. "Iya, Nyonya Rubby. Kami benar-benar mendengar suara tangisan. Suaranya sangat merdu tapi juga menyeramkan," kata Mark dengan mimik ketakutan.

"Merdu tapi menyeramkan? Apa kalian berdua sedang halusinasi?" sindir Rubby.

"Cintaku yang imut, Kami tidak halusinasi. Kami yakin ada sesuatu yang aneh di hutan ini. Mungkin ada hantu atau makhluk gaib yang ingin mengganggu kita," kata Elvano dengan serius.

"Kalau begitu, kenapa kalian tidak segera pergi dari sini? Kenapa kalian masih berhenti di sini?" tanya Rubby dengan logika.

"Karena kami tidak tahu jalan keluar, Cinta. GPS kami rusak. GPS memberikan arah yang salah," jawab Elvano.

"GPS rusak? Apa kalian tidak punya peta atau kompas?" tanya Rubby lagi.

"Jika kami punya hal tersebut dan juga Dora, tentu kami tidak akan tersesat dan dibawa sesat oleh GPS ini," kata Elvano.

"Ya ampun, kalian berdua itu bodoh sekali! Kenapa harus bertanya kepad Dora? Kenapa kalian bertanya pada orang-orang di sekitar sini? Mungkin ada yang bisa memberi tahu jalan keluar," usul Rubby.

"Orang-orang di sekitar sini? Cinta, kita berada di tengah hutan! Di mana ada orang-orang di sini?" kata Elvano dengan heran.

"Tidak mungkin tidak ada orang-orang di sini, Paman. Kita kan mau ke kampung Vina. Pasti ada rumah-rumah penduduk di sekitar sini," kata Rubby dengan yakin.

"Kampung Vina? Cinta, kita sudah melewati kampung Vina sejak tadi! Kita sudah masuk ke wilayah hutan larangan!" kata Elvano dengan panik.

"Hutan larangan? Apa maksudmu hutan larangan?" tanya Rubby dengan bingung.

"Hutan larangan adalah hutan yang dilarang untuk dimasuki oleh siapa pun. Konon katanya, hutan ini berisi banyak makhluk gaib yang suka mengganggu orang-orang yang masuk ke sana. Ada juga cerita bahwa hutan ini adalah tempat tinggal dari seorang dukun sakti yang bisa mengutuk orang-orang yang melintasinya," cerita Elvano dengan ngeri.

"Ah, itu semua hanya dongeng belaka, Paman. Jangan percaya begitu saja. Kita harus mencari jalan keluar dari sini secepat mungkin," kata Rubby dengan berani.

"Tapi bagaimana caranya, Cinta? Kita tidak punya petunjuk arah sama sekali," kata Elvano dengan putus asa.

"Tuan, mungkin kita bisa mencoba menggunakan GPS lagi. Mungkin dia sudah normal lagi," usul Mark dengan harap-harap cemas.

"Baiklah, kita coba lagi," kata Elvano sambil menyalakan GPS-nya.

Mereka semua menunggu dengan tegang apa yang akan dikatakan oleh GPS. Setelah beberapa detik, GPS mulai berbicara lagi.

"Anda telah sampai di tujuan Anda," kata GPS dengan suara yang sama seperti sebelumnya.

Brak!

Dengan kesal, Elvano membating Ponsel yang terdapat GPS. "Dasar sesat! Kita sudah di tengah hutan! Mana perkampungan?" geram Elvano.

"Mungkin GPS ini terusik oleh dukun di hutan ini, Paman!" bisik Mark pelan sambil melihat sekeliling dengan wajah ketakutan.

"Cukup, jangan membuat cerita yang lebih ngeri lagi. Kita harus berpikir jernih untuk mencari jalan keluar dari sini," kata Elvano berusaha menguatkan diri.

"Ayo kita keluar saja dari mobil, coba kita cari tanda petunjuk atau mungkin kita akan bertemu dengan penduduk yang baik hati!" usul Rubby semangat.

Mereka bertiga pun turun dari mobil dan mulai menyusuri hutan yang rimbun. Elvano terus menggenggam tangan Rubby erat-erat, takut kehilangan istri tercintanya. Rubby terus berdoa dalam hati agar mereka bisa lekas keluar dari hutan larangan.

Tak lama kemudian, mereka melihat lampu yang tersembul dari balik pohon-pohon yang rindang. "Paman, lihat! Ada lampu di sana!" seru Rubby dengan wajah ceria.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status