Kabar bahagia sudah terdengar oleh Bagus, operasi batu ginjal sudah berhasil dilakukan dan Dokter sudah mengatakan jika ibu Rusi sedang masa pemulihan. Sejenak hatinya merasa lega, namun kegelisahan sedang menelusup hatinya, sudah satu hari ia berada di rumah sakit, dan masih tersisa waktu dua hari, menjelang pernikahannya bersama Nora. "Aku harus menepati janjiku, demi ibu, aku rela melakukan apapun, asal membuat ibu tetap bersamaku!" ucapnya sambil memandang ke arah jendela ruangan ibu Rusi. "Gus! Abah sudah selesai, sekarang giliran kamu yang solat!" seru abah Romli, ayah Bagus. Bagus mengangguk, mereka bergantian untuk melakukan solat. Setelah selesai, Bagus memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada sang abah. "Abah, aku ingin meminta doa restu!" ucap Bagus, sehingga sang abah datang menghampiri. "Doa restu apa Nak?" "Aku akan menikah dengan wanita pilihanku!" tutur Bagus, mencoba untuk menutupi alasannya. "Wanita mana? Setahu ku, kau hanya mencintai Atun,
"Bagus!" panggil Jaki, tak percaya jika teman barunya lah yang duduk di singasana pengantin. Jaki melangkah dengan kaki yang sedikit gemetar, berkali-kali ia menutup matanya melihat pria yang siap melakukan ijab qabul. 'Kamu harus menjelaskan semuanya padaku, Bagus!' bisiknya di hati. Bagus menelan salivanya, ia menoleh ke arah Witno, paman Nora yang merasa ikut senang jika bukan Revan yang menikah dengan Nora. "Baiklah kita mulai, acaranya, berhubung sang mempelai wanita masih belum sadarkan diri, nanti Nak Bagus, bisa memberikan cincin itu, tapi sebelumnya Nak Bagus harus melakukan ijab qabul, agar resmi menjadi suami Nak Nora Meliananda."Bagas mengangguk mantap, ia sudah siap dengan semua resiko yang akan ia hadapi setelah mengucapkan ijab qabul. Jaki memandang tak percaya, pria yang sangat akrab dengannya baru beberapa minggu ini, mampu memberi kejutan yang tidak terduga. 'Aku saja yang sudah dua tahun lebih, mana berani melamar Nona, Bagus yang belum penuh satu bulan, bisa
Nora sudah bersiap, ia merias diri secantik mungkin, hari ini ia akan menemui Revan, ia yakin jika kemarin mungkin, Revan hanya bercanda memutuskan hubungan secara sepihak. Dengan kemeja hijau bermotif renda dipadu rok bermotif bunga sepatu berwarna putih-cokelat, dengan panjang sampai di bawah lutut, rambutnya yang curly, tergerai sempurna. Nora mengambil tas nya, sebelum ia menemui Revan, seperti biasa ia akan membawakan makanan kesukaan Revan. Nora berjalan ceria saat menuruni anak tangga, tidak lupa kebiasaan anehnya yang sering bersiul sesuka hati.Bagus melirik ke arah suara siulan itu, istrinya terlihat cantik di pagi hari sehingga ia lupa tidak memakan sesendokk nasi uduk yang hampir masuk ke dalam mulutnya. "Sarapan Non?" tanya Sora, pembantu rumah tangga yang masih belia, dan memilih bekerja karena tidak sanggup membiayai pendidikannya sendiri. "Tidak, hem, buatkan aku susu saja, aku hanya pergi sebentar!" perintah Nora. Sora mengangguk, dan melaksanakan perintah Nona ma
Desiran halus merambat menuju hati Bagus, pasalnya wanita yang berada di hadapannya ini tengah melumat bibir dengan nikmat, mungkin bagi Nora itu terasa nikmat, namun untuk seorang Bagus, rasanya sangat membingungkan, kedua tangannya tidak dapat bergerak, seakan terikat oleh sesuatu yang tidak bisa ia artikan. 'Oh Nona, kenapa aku baru tahu jika ciuman itu membuat hati berdebar' bisiknya. Nora merasa puas, senyum manis bibirnya bagaikan obat hati untuk melupakan segala kisah rumit yang sedang ia rasakan. Wajah Bagus memerah, ia merasa malu, bahkan ia tidak mau menatap Nora dan memilih pergi menuju mobil. Nora tertawa terbahak-bahak, entah mengapa kekesalannya sedikit hilang. "Ternyata bibir indah Bagus masih perjaka!" celetuknya, diiringi tawa. Bagus benar-benar salah tingkah, namun Nora kembali bersikap seperti biasa. Melupakan Revan bukanlah impiannya, membangun mahligai rumah tangga yang bahagia adalah impiannya. Selama bersama Revan, Nora benar-benar merasa sempurna, bukan ka
Saat langit masih gelap, Nora membuka ponselnya, kini ia ingin menghapus semua memori tentang Revan, pria yang dicintainya menolak dirinya, mencinta saja tidak boleh, apalagi melihatnya secara dekat. Nora menghela napas, hari ini semua berita di media sosial mengabarkan kisah Revan dan Lesia, mereka akan menikah dalam waktu dekat, hatinya semakin retak, pupus semua harapan Nora, ia sudah berusah merebut cintanya kembali, karena is merasa yakin, jika Revan masih memiliki hati padanya. Semua teman berbondong-bondong menghubungi Nora, merek bertanya tentang status hubungannya dengan Revan sebenarnya seperti apa. Sayangnya ia sudah muak, ia tidak mau menjawab itu semua, tanpa rasa peduli, ia lebih memilih ponselnya di non-aktifkan. Nora mendengar suara berisik di luar, ia pun segera bangkit dan melihat ke arah jendela, setelah menyingkap horden miliknya. "Bagus, mau kemana dia?" tanya Nora. Bagus keluar rumah, dan pergi hanya berjalan kaki, ia memakai baju koko berwarna hitam dan sar
Pandangan Nora beralih kepada sosok Bagus yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kedua matanya membola melihat pria yang mematung menatapnya. Rambut hitamnya begitu segar untuk dipandang, terlihat butiran air mengalir, menempel pada kulit yang berwarna sawo matang itu. Tubuh Bagus benar-benar indah, Nora tidak mampu menyembunyikan rasa pesona yang sedang dirasakannya. "Ada apa Nona? Kenapa Nona masuk ke kamarku tanpa izin?" tanya Bagus, yang mulai salah tingkah saat Nora memandangnya. "Hei, Nona?!" panggil Bagus lagi. Kali ini Nora yang salah tingkah karena terlalu lama menikmati keindahan sosok pria yang kini ada dihadapannya. "Ya, begini, aku--hem, aku mencarimu, pintu kamarnya tidak terkunci, aku pikir kau tidak dikamar, oh silakan lanjutkan kegiatanmu!"Bagus tersenyum melihat tingkah Nona majikannya yang begitu gugup. Awalnya ia merasa malu, namun dipikir kembali, sah-sah saja Nora masuk ke dalam kamarnya, karena mereka terikat hubungan yang halal. "Nona, apa kau tidak mau k
Tidak main-main, pesona Bagus menjadi pusat perhatian di acara pesta pernikahan Revan dan Lesia. Penampilannya bak pangeran yang jatuh dari langit ke tujuh. Beberapa wanita bergilir mendekati Bagus, dan itu membuat Bagus merasa risi dan cepat-cepat untuk memilih kembali ke rumah saja."Gila ya Nora, belum ada satu bulan, sudah dapat yang keren begitu, nyesel gak ya si Revan?!" tanya seorang tamu undangan seorang wanita yang saat ini tengah memandangi Nora dengan Bagus. "Hem, kalau aku sih, Nora cocok banget sama pacar barunya, dan masih nggak nyangka kalau Lesia yang merebut Revan dari Nora!""Ya tahu dong, pagar makan tanaman, kasihan juga ya Nora, padahal ia sudah begitu baik menolong Lesia!" "Iya, nggak apa-apa, mungkin memang jodohnya Revan adalah Lesia, bukan Nora!"Nora sedikit tergelitik mendengar perbincangan tamu undangan itu, ia tidak peduli jika hari ini, ia akan mengumkan jika Bagus adalah suaminya saat ini. Pernikahan Revan dan Lesia, terlihat begitu meriah, suasana b
Langit sudah gelap, namun sosok Bagus belum sampai ke rumah Nora. Sesekali Nora membuka tirai jendela kamarnya, berharap ada seseorang yang membuka pintu pagarnya, dan ia berharap Bagus akan segera pulang. Senyumnya terukir kala melihat Bagus masuk dengan membawa bingkisan. Dengan cepat Nora berlari menuruni anak tangga demi menyambut Bagus yang pulang. Bagus terkesiap melihat Nora yang berada di balik pintu masuk. "Bagus, apa kau masih marah?" tanya Nora memastikan. Bagus memilih untuk berlalu pergi dan tidak menanggapi pertanyaan Nora. "Gus, aku sedang bertanya padamu! Jawab Gus, apa kau masih marah denganku? Aku tahu aku salah, aku minta maaf!" tutur Nora, membuat langkah Bagus terhenti. Bagus menoleh ke arah Nora, wajah Nora terlihat begitu kacau, entah ini hanya sebagian dari rencananya, atau ia benar-benar merasa bersalah telah memanfaatkan Bagus. "Maaf, aku permisi masuk dulu!" sahut Bagus. Nora tidak mau menyerah, ia tetap mengejar Bagus ke kamarnya. "Gus, aku masih ma